Ada Apa dengan Arema Cronus?

Senin, 12 Oktober 2015 - 19:22 WIB
Ada Apa dengan Arema Cronus?
Ada Apa dengan Arema Cronus?
A A A
Kali pertama di sepanjang 2015, Arema Cronus gagal melenggang ke final turnamen. Setelah dominan di lima turnamen sebelumnya, Arema harus terhenti di semifinal Piala Presiden setelah dikalahkan Sriwijaya FC 2-1 pada leg kedua di Stadion Manahan, Solo, Minggu (11/10).

Walau sulit dipercaya mereka bisa gagal di laga dengan dukungan fantastis Aremania di Solo, namun sebenarnya itu sangat mudah dianalisis. Arema sejak awal sudah terlihat melangkah dengan berat di turnamen ini atau tak semulus event sebelumnya.

Kegagalan Arema melenggang ke final bukan hanya karena kalah 2-1 di Solo. Saya melihat ada sebuah rentetan proses hingga Singo Edan hanya kebagian perebutan peringkat ketiga. Jika dikonklusi, progres menjadi masalah utama yang dihadapi tim ini.

Sejak mengawali Piala Presiden kontra Persela Lamongan, ada dua penyakit yang sulit diobati pelatih Joko Susilo. Yakni tidak kreatif sekaligus efisien dalam menyerang dan mencetak gol, serta tidak pernah mencatat clean sheet. Dua hal ini sangat berkaitan dalam strategi sepak bola.

Idealnya, tim dengan format permainan seperti Arema menciptakan banyak gol di tiap laga karena intensitas serangan yang selalu di atas rata-rata. Tapi tidak demikian kenyataannya. Arema selalu sulit mencetak gol dengan banyaknya peluang yang
berhasil didapat.

Ketika depan kesulitan, lini belakang ikutan galau. Terlalu terbukanya permainan berimplikasi pada longgarnya lini pertahanan. Arema mungkin punya senjata meriam dengan daya ledak tinggi, tapi mereka seperti berlindung di benteng dari jerami. Daya ledak Arema pun hanya sekadar besar, tapi tak mematikan.

Sementara lawan lebih suka menghadapi itu dengan gaya Robin Hood. Bersembunyi kemudian menyerang dengan panah, tapi tepat pada sasaran. Situasi semakin bermasalah ketika hal seperti ini terus terulang alias gagal diperbaiki di laga-laga berikutnya.

Arema sepertinya melakukan 'fotocopy' ketika menghadapi Persela Lamongan, PSGC Ciamis, serta Sriwijaya FC di leg pertama semifinal. Proses laga begitu serupa, dominan tapi tak mematikan. Arema hanya sedikit meyakinkan ketika menyingkirkan Bali United.

Mendekati fase puncak turnamen, terlihat lini pertahanan Arema semakin terbebani dengan fakta tak bisa mencatat clean sheet. Bahkan saat dikalahkan Sriwijaya FC, Fabiano Beltrame bermain serampangan dan beberapa kali out of position, termasuk gol kedua via T.A. Musafry.

Joko sebenarnya sangat sadar dengan hal ini dan sudah berusaha memberikan penanganan ekstra. Tapi tetap saja tak muncul progres, hingga pada akhirnya Fabiano Beltrame dkk benar-benar tak sanggup menghadapi tekanan ketika harus memenangkan pertandingan.

Ini sekaligus pengalaman berharga bagi Joko Susilo yang meneruskan tugas mendiang Suharno. Sebagai pelatih paling muda di antara semifinalis Piala Presiden, tidak bijaksana jika langsung membanding-bandingkan kapasitasnya dengan Benny Dolo maupun Djadjang Nurdjaman.

Jika menganalisis minimnya progres Singo Edan di turnamen ini, maka tersingkir dari Piala Presiden menjadi hal yang normal. Memang masih bisa beralasan tak ada Ahmad Bustomi dan Ahmad Nufiandani. Saya lebih percaya kurang geregetnya perkembangan Arema menjadi sebab utama.

Ada perbedaan besar antara Arema dengan Persib Bandung. Dua klub yang sebelumnya digadang bakal bertemu di final, menempuh jalan yang berbeda. Persib menjalani fase yang dibutuhkan sebuah klub untuk menginjak partai final. Dominan di
fase grup, perkasa di fase knock out.

Dua laga di delapan besar dan semifinal, Maung Bandung lolos dengan proses identik, yakni membalikkan kekalahan di leg pertama dengan skor besar di pertemuan kedua. Mereka tahu benar apa yang dibutuhkan dan paham benar bagaimana melakukannya.

Saya lebih suka jika nantinya ada drama di partai final. Tapi melihat dari sudut pandang yang lebih luas, Persib Bandung pantas mengangkat trofi turnamen ini karena konsistensi mereka. Kecerdasan dalam menjaga performa idealnya mendapat ganjaran status sebagai juara.

Lihat pula Sriwijaya FC. Respons terbukti sangat menentukan dan mereka telah memperlihatkan secara nyata. Dibantai 3-1 di Kanjuruhan pada fase grup, Asri Akbar dkk belajar banyak dari kesalahan, berkembang, kemudian menjadi pihak yang tertawa di tiga episode pertemuan dengan Singo Edan. (*)
(aww)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8311 seconds (0.1#10.140)