Cerita Sopir Bus Peparnas yang Bantuannya Ditolak Atlet
A
A
A
BANDUNG - Jangan anggap remeh kondisi fisik seseorang. Lemah menurut kita, tapi tak begitu kenyataannya. Itulah pelajaran yang dialami Galih Permana.
Galih merupakan salah satu pengemudi yang ditugaskan mengantar atlet yang tampil di Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016 Jawa Barat. Sebagai orang yang sudah berpengalaman sebagai pengemudi sejak 1994, melayani penumpang adalah salah satu tugas penting yang harus diembannya.
Tapi di ajang multievent khusus buat kaum difabel, Galih mendapatkan pengalaman berharga. Galih mengaku banyak sekali mendapatkan pengalaman berharga yang tak bisa dilupakan seumur hidupnya.
"Banyak pelajaran yang bisa saya ambil, terutama belajar menjadi pribadi yang lebih bersyukur," kata Galih, Selasa (18/10/2016).
Di awal-awal bertugas, ia mengaku sempat memalingkan wajah ketika para atlet masuk ke dalam bus. Ia merasa tidak tega melihat kondisi mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Ia pun sempat berusaha menawarkan bantuan. Ketika para atlet naik ke dalam bus, ia mengulurkan tangan sebagai isyarat untuk membantu mereka naik. Tapi hal itu mendapat penolakan dari para atlet. "Maaf, saya bisa naik bus sendiri," ucap Galih menirukan perkataan atlet yang menolak bantuannya.
Mendapat kalimat itu, ia sadar bahwa penyandang difabel tidak mau dipandang sebelah mata. Meski memiliki keterbatasan fisik, mereka tidak mau merepotkan orang lain.
"Saya kadang-kadang masih kurang bersyukur meski punya anggota tubuh yang lengkap. Semangat dan sikap mereka jadi pembelajaran buat saya," tutur pria dua anak tersebut.
Galih merupakan salah satu pengemudi yang ditugaskan mengantar atlet yang tampil di Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016 Jawa Barat. Sebagai orang yang sudah berpengalaman sebagai pengemudi sejak 1994, melayani penumpang adalah salah satu tugas penting yang harus diembannya.
Tapi di ajang multievent khusus buat kaum difabel, Galih mendapatkan pengalaman berharga. Galih mengaku banyak sekali mendapatkan pengalaman berharga yang tak bisa dilupakan seumur hidupnya.
"Banyak pelajaran yang bisa saya ambil, terutama belajar menjadi pribadi yang lebih bersyukur," kata Galih, Selasa (18/10/2016).
Di awal-awal bertugas, ia mengaku sempat memalingkan wajah ketika para atlet masuk ke dalam bus. Ia merasa tidak tega melihat kondisi mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
Ia pun sempat berusaha menawarkan bantuan. Ketika para atlet naik ke dalam bus, ia mengulurkan tangan sebagai isyarat untuk membantu mereka naik. Tapi hal itu mendapat penolakan dari para atlet. "Maaf, saya bisa naik bus sendiri," ucap Galih menirukan perkataan atlet yang menolak bantuannya.
Mendapat kalimat itu, ia sadar bahwa penyandang difabel tidak mau dipandang sebelah mata. Meski memiliki keterbatasan fisik, mereka tidak mau merepotkan orang lain.
"Saya kadang-kadang masih kurang bersyukur meski punya anggota tubuh yang lengkap. Semangat dan sikap mereka jadi pembelajaran buat saya," tutur pria dua anak tersebut.
(bbk)