Kilas Balik MotoGP 2016 dan Rating 10 Besar Pembalap (I)

Jum'at, 30 Desember 2016 - 00:05 WIB
Kilas Balik MotoGP 2016...
Kilas Balik MotoGP 2016 dan Rating 10 Besar Pembalap (I)
A A A
CATALUNYA - Tidak disangka, MotoGP 2016 tercatat dalam sejarah manis Kejuaraan Dunia Balap GP Motor. Itu karena terciptanya rekor untuk pertama kalinya ada sembilan pemenang berbeda secara beruntun dalam semusim. Akan tetapi, siapakah pembalap yang memiliki performa paling moncer sepanjang 18 seri? Berikut kami paparkan kilas balik MotoGP 2016 dan rating 10 besar pembalapnya seperti dilaporkan situs Motorsport.com.

Nilai khusus
Danilo Petrucci (Pramac Ducati, peringkat ke-14 di klasemen)

Agak tidak konsisten dan kadang-kadang terlalu agresif, Petrucci juga menerima sedikit kritikan keras atas perselisihan dengan Eugene Laverty dan rekan setimnya, Scott Redding. Tetapi dia tampil super kencang dan layak mendapatkan pujian, karena begitu cepat bangkit kembali usai dilanda cedera pada awal musim.

Alvaro Bautista (Aprilia, peringkat ke-12 di klasemen)
Bautista jelas menunjukkan peningkatan yang dilakukan oleh Aprilia, dalam hal performa. Pada paruh kedua musim, pembalap Spanyol itu tampil impresif dengan finis 10 besar dari tujuh balapan terakhir.

Jack Miller (Marc VDS Honda, peringkat ke-18 di klasemen, 1 kemenangan)
Tak pelak, puncak tahun Miller adalah Assen, ketika dia menjadi pembalap non-pabrikan pertama yang memenangi balapan MotoGP sejak Toni Elias di Estoril (Portugal) pada 2006. Terlepas dari itu, Miller juga sangat tidak beruntung, terutama mempertimbangkan banyaknya cedera yang dia alami.

Rating pembalap 10 besar
10. Pol Espargaro (Tech 3 Yamaha, peringkat ke-8 di klasemen)

Usai kekalahan dari Bradley Smith pada 2015, Espargaro mengawali musim baru dengan target pembuktian diri, bahkan ketika rekan setimnya itu lebih dulu direkrut KTM. Toh, Espargaro mampu menjawab secara gemilang: tujuh kali finis di posisi enam besar dan mengoleksi poin lebih banyak dari Smith, rekan setimnya lagi di KTM pada 2017. Dia hanya dua kali tidak mencetak poin. Mengambil keuntungan dari ban baru dan ECU standar, pembalap Spanyol ini unggul dari Smith, membalikkan tren 2015. Dia merupakan pembalap satelit yang mendominasi kejuaraan, sebelum Cal Crutchlow mengambil alih. Espargaro, bahkan, juga membantu Yamaha ketika Jorge Lorenzo dan Valentino Rossi mengalami kegagalan.

9. Dani Pedrosa (Repsol Honda, peringkat keenam di klasemen, 1 kemenangan)
Kerja kerasnya dan dalam menjaga rekor untuk setidaknya meraih satu kemenangan, lewat podium pertama di Misano. Sebuah kesempatan langka bagi pembalap bertubuh mungil ini, di mana ukuran fisiknya selalu menghambat dia untuk mendapatkan suhu ban yang dibutuhkan. Cedera patah tulang selangka di Motegi merupakan momen 2016 untuk dilupakan secepatnya. Kesulitan dengan regulasi baru, serta cedera, merupakan hasil mengecewakan bagi Pedrosa. Tidak pernah sebelumnya dia memiliki musim buruk, karena sejak debut di MotoGP pada 2006, Pedrosa tidak pernah lebih rendah dari peringkat kelima di klasemen akhir.

8. Hector Barbera (Avintia Ducati, peringkat ke-10 di klasemen)
Ini adalah musim terbaik Barbera di MotoGP. Pembalap Avintia Racing itu membuktikan sebagai salah satu sosok paling konsisten di grid sepanjang tahun, yang mana dia layak mendapatkan kesempatan untuk mengendarai Desmosedici GP di Jepang dan Phillip Island, ketika Andrea Iannone dilanda cedera. Walau naik Desmosedici GP14, dia berhasil start dari baris depan (Sachsenring), tiga kali finis lima besar dan mencetak hasil terbaik sepanjang karier – finis keempat di Sepang. Dia juga menjadi pembalap satelit Ducati dengan koleksi poin terbanyak. Meski kehilangan taji di akhir musim panas, tetap saja 2016 merupakan musim terbaiknya.

7. Andrea Iannone (Ducati, peringkat ke-9 di klasemen, 1 kemenangan)
Dengan kemungkinan pengeculian dari Miller, tidak ada pembalap lain yang mengalami naik-turun seperti Iannone. Kemenangan di Red Bull Ring dan podium ketiga di Valencia, merupakan pencapaian yang impresif. Tetapi, sering kali terjatuh, merampas kemilau Iannone yang tampaknya bakal bergabung dengan klub elit ‘alien’ pada akhir tahun lalu. Tingkat DNF (tidak finis) lebih dari 40 persen itu cukup buruk. Yang lebih buruk ketika mengingat insiden dengan Dovizioso (Argentina) dan Lorenzo (Catalunya). Pendekatan dan sikapnya cenderung menunjukkan bahwa dia terlalu banyak mengambil risiko, walaupun ketika mendapatkan keseimbangan yang tepat, dia amat cepat. Akankah Ducati menyesal atas keputusannya untuk membiarkan Iannone pergi? (Bersambung ke bagian II)
(sbn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0599 seconds (0.1#10.140)