Kilas Balik MotoGP 2016 dan Rating 10 Besar Pembalap (II)

Jum'at, 30 Desember 2016 - 03:00 WIB
Kilas Balik MotoGP 2016...
Kilas Balik MotoGP 2016 dan Rating 10 Besar Pembalap (II)
A A A
CATALUNYA - Siapakah pembalap yang memiliki performa paling moncer sepanjang 18 seri? Berikut kami paparkan kilas balik MotoGP 2016 dan rating 10 besar pembalapnya untuk bagian kedua, seperti dilaporkan situs Motorsport.com.

6. Andrea Dovizioso (Ducati, peringkat kelima di klasemen, 1 kemenangan)
Meskipun tidak setajam seperti beberapa pembalap lainnya, Dovizioso mampu untuk meraih kemenangan pertama sejak 2009 dalam balapan kondisi sulit di Sepang, dan dia sangat konsisten di Ducati. Perlu diingat, bahwa dia juga kehilangan banyak poin di Argentina dan Austin, ketika ditabrak Iannone dan Pedrosa. Ada pembalap lebih cepat, dan ada pembalap lebih konsisten di MotoGP. Tapi Dovizioso masih menjadi pembalap top, karena mencetak poin sangat tinggi di kedua parameter tersebut. Dia juga jelas memainkan peran utama dalam kemajuan terus-menerus Ducati dan layak untuk menuai hasilnya. Dia muncul sebagai pemimpin di Ducati berkat kejelian dan komitmen kuat.

5. Cal Crutchlow (LCR Honda, peringkat keenam di klasemen, 2 kemenangan)
Setelah start yang sangat buruk di awal tahun, hanya mencetak lima poin dari lima balapan pertama, Crutchlow menjawab kritikan dengan cara terbaik mungkin pada paruh kedua musim, lewat kemenangan di Brno dan Phillip Island. Dia juga memainkan peran vital dalam evolusi pengembangan motor Honda sepanjang musim. Dua kemenangan merupakan pencapaian luar biasa untuk seorang pembalap satelit, dan Crutchlow juga melengkapinya dengan pole position (Silverstone) dan dua kali naik podium (Sachsenring dan Silverstone). Mungkin ini berarti, bahwa dia seharusnya layak mendapat kesempatan untuk bergabung dengan HRC pada 2017. Sejak kelahiran Willow, bayi kecilnya, sikap Crutchlow telah benar-benar berubah, sesuatu yang ditunjukkan lewat hasil balapan. Dua kemenangan pada musim 2016, membawa dia sebagai pembalap ketiga terbaik di Honda, dan juga membungkam banyak keraguan bahwa dia tidak akan pernah menang di MotoGP.

4. Jorge Lorenzo (Yamaha, peringkat ketiga di klasemen, 4 kemenangan)
Juara dunia tahun lalu ini mengalami kesulitan karena perubahan ban dari Bridgestone ke Michelin. Kepercayaan dirinya menurun drastis, baik dalam kondisi kering dan basah. Kini, dia menghadapi tantangan terbesar karena berganti pabrikan dari Yamaha ke Ducati pada 2017. Tidak ada pembalap MotoGP yang lebih baik dari Lorenzo ketika dalam performa puncak. Tapi kurangnya kepercayaan diri pada ban basah Michelin, dan bahkan ban kering, menunjukkan dia tidak cukup sering untuk menjadi penantang juara. Jika Yamaha dan ban Michelin memberikan dia feeling yang dibutuhkan, Lorenzo hampir tak terbendung.

3. Maverick Vinales (Suzuki, peringkat keempat di klasemen, 1 kemenangan)
Tanda peringatan itu telah dikirimkan ketika melakoni debut sebagai debutan pada paruh kedua musim lalu. Vinales tampil menjanjikan pada 2016, di mana dia mengungguli rekan setim Aleix Espargaro dan membawa Suzuki dalam posisi tinggi sejak kembali ke MotoGP. Kemenangan pertama bagi pabrikan Jepang dalam cuaca kering sejak 2000 di Silverstone, hanyalah hiasan pada kue 2016 yang sangat mengesankan. Performa impresifnya, telah menjadi landasan yang dia bangun dan sekaligus mengonfirmasikan statusnya sebagai calon bintang, juara potensial masa depan. Tidak perlu diragukan juga bahwa Suzuki GSX-RR tampil garang di tangan Vinales, tapi dia juga kerap mengancam para pembalap top selama kualifikasi. Kendati demikian, Vinales masih harus membuktikan konsistensi dalam hal race pace dan teknik bertarung, jika dia akan menjadi ancaman bagi Rossi pada 2017.

2. Valentino Rossi (Yamaha, peringkat kedua di klasemen, 2 kemenangan)
Dia boleh berusia 37 tahun, tapi ambisi dan rasa laparnya seperti seorang debutan. Rossi selalu balapan dengan serangan penuh, tapi dia membuat terlalu banyak kesalahan, dan itu membuatnya tidak menjadi ancaman serius bagi Marquez dalam perebutan gelar juara. Ironis bahwa Rossi, setelah kehilangan gelar juara dari Lorenzo pada 2015, menemukan kecepatan ekstra yang dia butuhkan pada musim ini. Tetap saja, Rossi melewati proses transisi dari Bridgestone ke Michelin lebih baik dari kebanyakan pembalap lainnya. Dan sekali lagi terbukti bahwa dia merupakan sosok yang harus diperhitungkan. The Doctor membuktikan bahwa usia 37 tahun itu hanyalah sebuah angka.

1. Marc Marquez (Honda, peringkat pertama di klasemen, 5 kemenangan)
Banyak yang akan dibuat dari bagaimana Marquez mengungguli dan mengakali para rival dalam pertarungan gelar juara. Tapi dia tidak akan mungkin memenangi kejuaraan tanpa menjadi manusia super cepat. Pada 2016, tidak ada pembalap MotoGP yang muncul sebagai rival terdekatnya. Banyak terjatuh selama latihan, tapi membuat Marquez melakukan sangat sedikit kesalahan saat balapan (hanya satu kali sebelum mengunci gelar juara, yakni di Le Mans), dan dia cukup pintar untuk mematok target lebih rendah ketika mustahil meraih kemenangan. Selangkah demi selangkah, dia memanfaatkan konsisten dan kemajuan Honda untuk menyabet gelar juara di saat masih tersisa tiga balapan.

Juara dunia yang layak, memaksimalkan setiap kesempatan yang dia miliki demi gelar juara. Dan sejak awal musim, Marquez sudah jelas bersinar di atas Honda, yang memiliki kekurangan dari rival pabrikan lain. Dia telah belajar dari kesalahan pada 2015, meskipun telah dapat diperkirakan, mengingat perkembangan cepat yang ditunjukkan Marquez sepanjang kariernya sejauh ini. Tahun lalu madalah musim pembangunan karakter yang harus dilewati setiap bintang besar, dan Marquez menguasainya dengan luar biasa.
(sbn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0719 seconds (0.1#10.140)