Komunitas Bulu Tangkis Indonesia Bergandeng Tangan untuk Prestasi Lebih Baik

Kamis, 01 Juni 2017 - 21:11 WIB
Komunitas Bulu Tangkis...
Komunitas Bulu Tangkis Indonesia Bergandeng Tangan untuk Prestasi Lebih Baik
A A A
JAKARTA - Para mantan atlet bulu tangkis Indonesia yang bergabung dalam Komunitas Bulutangkis Indonesia (KBI) berharap isu perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), tak terus berlanjut di Tanah Air.

KBI merasa prihatin dan khawatir dengan kondisi ini. Apalagi, para mantan atlet bulutangkis merupakan para pahlawan yang mengharumkan bangsa dan negara Indonesia di pentas dunia dari era 1950-an sampai sekarang. Beberapa atlet tersebut adalah Tan Joe Hok, Rudy Heryanto Saputra, Imelda Wigoena, Ivana Lie, Eddy Hartono, Rosiana Tendean, Hariyanto Arbi, Ricky Soebagja, Elyza Nathanael, Chandra Wijaya, Marleve Mainaky. Bahkan, Program Direktur PB Djarum Yoppy Rosimin juga ikut dalam acara tersebut.

Soal loyalitas dan dedikasi para pebulutangkis terhadap NKRI, memang tidak diragukan lagi. Buktinya, saat Indonesia berjuang memperebutkan Piala Thomas 1998, situasi di Tanah Air tak kondusif. Namun, pasukan Merah Putih yang diperkuat pemain dari berbagai suku serta agama seperti Hariyanto Arbi asal Kudus, Rexy dan Marleve Mainaky (Ternate), Ricky Soebagdia (Bandung), Sigit Budiarto (Yogyakarta), Candra dan Indra Wijaya (Cirebon). Hendrawan (Malang), Tony Gunawan (Surabaya), dan Joko Suprianto (Solo), tetap solid.

“Dengan kondisi kejiwaan yang tidak karuan, kami tetap bisa juara setelah menang 3-2 atas Malaysia dan kembali merebut Piala Thomas. Kemenangan itu kami dedikasikan sebagai perekat bangsa yang tengah terpecah dan terkoyak. Itulah persembahan terbaik para pebulutangkis untuk Indonesia," kata Hariyanto Arbi.

Ricky Soebagdja mengungkapkan ketika masih aktif sebagai pemain, kondisi kebangsaan tidak ada masalah. Buktinya, dia bersama Rexy Mainaky yang memiliki suku yang berbeda bisa bersama-sama selama 11 tahun dan mempersembahkan berbagai gelar, termasuk medali emas Olimpiade Atlanta 1996.

"Dulu saya dan Rexy, dari suku , agam, ras, dan golongan berbeda. Tetapi, tak masalah dan tidak ada orang yang mempermasalahkan. Justru perbedaan ini yang membuat kami bisa juara. Apa yang kami alami dulu itu adalah perwujudan dari makna sesungguhnya Bhinneka Tunggal Ika," ungkap Juara dunia bersama Rexy di Laussane pada 1995 itu.
(sbn)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3407 seconds (0.1#10.140)