Bangun Stadion Piala Dunia 2018, Rusia Sewa Buruh Murah Korea Utara
A
A
A
ST. PETERSBURG - Dilaporkan seorang pekerja di Zenit Arena ditemukan tewas dalam kontainer, di mana para buruh migran asal Korea Utara dipaksa untuk tidur di dalamnya. Sementara empat lainnya telah tewas di lokasi pembangunan stadion Piala Dunia (PD) 2018 sejak Agustus 2016.
Ya, ternyata salah satu dari 12 stadion penyelenggara Piala Dunia 2018 sedang dibangun menggunakan tenaga ‘budak’ dari Korea Utara. Buruh murah ini hanya diberi upah 9 Poundsterling untuk kerja selama 17 jam/hari.
Seperti dilaporkan The Sun, setidaknya 110 warga Korea Utara telah bekerja keras di Zenit Arena, St. Petersburg, guna membangun stadion berkapasitas 68 ribu tempat duduk tersebut. Kebanyakan dari mereka, dipaksa untuk tidur dalam barisan kontainer beku yang dipagari kawat berduri, yang lokasinya tak sampai satu kilometer dari lokasi pembangunan.
Seorang buruh migran diduga ditemukan tewas di dalam salah satu kontainer tersebut akibat serangan jantung. Berbagai organisasi kemanusiaan menggambarkan pekerja migran ini sebagai budak dan sandera, seperti digambarkan oleh peneliti Norwegia, Josimar, yang menyusun laporan itu.
Para buruh migran sama sekali tidak memiliki hak, tidak pernah mendapatkan jatah hari libur dan banyak yang tidak punya pilihan, selain berkomitmen untuk kontrak 10 tahun. Sebelum itu, ada empat pekerja migran pembangun stadion Piala Dunia 2018 yang tewas di lokasi konstruksi sejak Agustus 2016 hingga Natal 2016. Penyebabnya ada yang tersengat arus listrik hingga jatuh ke beton, yang menurut salah satu manajer proyek sebagai ‘lokasi kontruksi pembangunan yang paling kacau yang pernah dia lihat’.
FIFA mengatakan mereka telah memperingatkan Rusia atas kematian buruh migran dari Korut, namun kabarnya gagal untuk bertindak. Tapi para pekerja dari berbagai daerah di Korut ini pergi atas perintah rezim Kim Jing-un dan bakal menghadapi masalah serius jika pulang ke rumah tanpa persetujuan.
Lebih lanjut, sekitar 90 persen dari uang yang seharusnya diterima oleh buruh migran tadi diambil oleh pemerintah Korea Utara, dengan UN (PBB) memperkirakan Korut menghasilkan pendapatan sekitar 1,6 miliar Poundsterling dari tenaga kerja paksa mereka yang dikirim ke luar negeri.
Seorang pengacara dan antropolog sosial dengan Yayasan PSP yang bermarkas di St. Petersburg, menceritakan soal para pekerja paksa Korut untuk stadion Piala Dunia 2018. “Mereka tidak datang ke sini secara sukarela. Mereka berada di bawah kontrak dengan rezim di rumah mereka. Perusahaan di Rusia didirikan oleh pemerintah Korea Utara, lalu menjual pekerja mereka kepada calon majikan.”
“Mereka berada di bawah pengawasan konstan, memiliki sangat sedikit kontak dengan orang lain. Mereka dibayar minimum. Tidak ada akhir untuk tugas-tugas yang diberikan. Mereka adalah buruh kasar, dengan sedikit atau tanpa pengetahuan tentang alat-alat moderen. Ketika direkrut, mereka dijanjikan jatah beras lebih banyak dan ucapan terima kasih Kim Jong-un,” imbuhnya.
Seorang kasir di sebuah kios dekat dengan stadion, di mana para buruh Korut menggunakan sedikit upah mereka untuk membeli rokok, mengatakan: “Mereka tidak melakukan apa pun selain bekerja. Ketika saya tiba, mereka sudah ada di sini. Ketika saya pulang di malam hari, mereka masih di sini. Tampaknya kehidupan mereka amat keras.”
Walau begitu, Zenit Arena telah dikerjakan selama 11 tahun dengan total biaya 2,1 miliar Poundsterling, tetapi masih belum selesai. Perkiraan tagihan menunjukkan total biaya dua kali lipat lebih banyak.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, memerintahkan stadion itu dibuka bulan lalu dengan mengundang 10 ribu orang buat menjajal arena, plus menampilkan penyanyi bintang, akrobat, dan aksi beruang naik sepeda. Korupsi besar-besaran diduga ada dibalik membengkaknya biaya pembangunan stadion, dengan banyak pekerja tidak dibayar, dan perusahaan konstruksi dipaksa untuk bekerja secara gratis karena khawatir akan pembalasan dari politisi lokal.
Tapi panitia Piala Dunia 2018 Rusia menegaskan semua pekerja migran diperlakukan sesuai hukum. Mereka mengklaim lokasi konstruksi pembandungan stadion ‘hanya menggunakan sedikit pekerja Korea Utara’. “Penghormatan hak asasi manusia dari semua pekerja yang terlibat dalam konstruksi stadion sangat penting, terlepas dari kebangsaan pekerja atau kewarganegaraan.”
FIFA lantas tidak mengacu pada insiden tertentu, tetapi mengatakan kepada Josimar: “FIFA mengutuk pelanggaran hak asasi manusia, dan jika terbukti benar, tidak akan mentolerir kondisi seperti pada salah satu lokasi konstruksi stadion Piala Dunia FIFA.”
Kini, laporan baru muncul. Yakni adanya klaim yang sama tentang pekerja migran di lokasi konstruksi stadion Piala Dunia 2022 di Qatar. Sven Mollekleiv dari Palang Merah Internasional mengatakan: “Organisasi sepak bola – seperti UEFA dan FIFA – harus mengikuti pedoman internasional mengenai hak asasi dasar manusia seperti kondisi kerja. Sepak bola memiliki tanggung jawab bersama ketika datang ke sebuah turnamen internasional. Perdebatan mengenai masalah ini di Qatar terus dipantau. Sangat penting bahwa apa yang terjadi di Rusia juga diteliti.”
Ya, ternyata salah satu dari 12 stadion penyelenggara Piala Dunia 2018 sedang dibangun menggunakan tenaga ‘budak’ dari Korea Utara. Buruh murah ini hanya diberi upah 9 Poundsterling untuk kerja selama 17 jam/hari.
Seperti dilaporkan The Sun, setidaknya 110 warga Korea Utara telah bekerja keras di Zenit Arena, St. Petersburg, guna membangun stadion berkapasitas 68 ribu tempat duduk tersebut. Kebanyakan dari mereka, dipaksa untuk tidur dalam barisan kontainer beku yang dipagari kawat berduri, yang lokasinya tak sampai satu kilometer dari lokasi pembangunan.
Seorang buruh migran diduga ditemukan tewas di dalam salah satu kontainer tersebut akibat serangan jantung. Berbagai organisasi kemanusiaan menggambarkan pekerja migran ini sebagai budak dan sandera, seperti digambarkan oleh peneliti Norwegia, Josimar, yang menyusun laporan itu.
Para buruh migran sama sekali tidak memiliki hak, tidak pernah mendapatkan jatah hari libur dan banyak yang tidak punya pilihan, selain berkomitmen untuk kontrak 10 tahun. Sebelum itu, ada empat pekerja migran pembangun stadion Piala Dunia 2018 yang tewas di lokasi konstruksi sejak Agustus 2016 hingga Natal 2016. Penyebabnya ada yang tersengat arus listrik hingga jatuh ke beton, yang menurut salah satu manajer proyek sebagai ‘lokasi kontruksi pembangunan yang paling kacau yang pernah dia lihat’.
FIFA mengatakan mereka telah memperingatkan Rusia atas kematian buruh migran dari Korut, namun kabarnya gagal untuk bertindak. Tapi para pekerja dari berbagai daerah di Korut ini pergi atas perintah rezim Kim Jing-un dan bakal menghadapi masalah serius jika pulang ke rumah tanpa persetujuan.
Lebih lanjut, sekitar 90 persen dari uang yang seharusnya diterima oleh buruh migran tadi diambil oleh pemerintah Korea Utara, dengan UN (PBB) memperkirakan Korut menghasilkan pendapatan sekitar 1,6 miliar Poundsterling dari tenaga kerja paksa mereka yang dikirim ke luar negeri.
Seorang pengacara dan antropolog sosial dengan Yayasan PSP yang bermarkas di St. Petersburg, menceritakan soal para pekerja paksa Korut untuk stadion Piala Dunia 2018. “Mereka tidak datang ke sini secara sukarela. Mereka berada di bawah kontrak dengan rezim di rumah mereka. Perusahaan di Rusia didirikan oleh pemerintah Korea Utara, lalu menjual pekerja mereka kepada calon majikan.”
“Mereka berada di bawah pengawasan konstan, memiliki sangat sedikit kontak dengan orang lain. Mereka dibayar minimum. Tidak ada akhir untuk tugas-tugas yang diberikan. Mereka adalah buruh kasar, dengan sedikit atau tanpa pengetahuan tentang alat-alat moderen. Ketika direkrut, mereka dijanjikan jatah beras lebih banyak dan ucapan terima kasih Kim Jong-un,” imbuhnya.
Seorang kasir di sebuah kios dekat dengan stadion, di mana para buruh Korut menggunakan sedikit upah mereka untuk membeli rokok, mengatakan: “Mereka tidak melakukan apa pun selain bekerja. Ketika saya tiba, mereka sudah ada di sini. Ketika saya pulang di malam hari, mereka masih di sini. Tampaknya kehidupan mereka amat keras.”
Walau begitu, Zenit Arena telah dikerjakan selama 11 tahun dengan total biaya 2,1 miliar Poundsterling, tetapi masih belum selesai. Perkiraan tagihan menunjukkan total biaya dua kali lipat lebih banyak.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, memerintahkan stadion itu dibuka bulan lalu dengan mengundang 10 ribu orang buat menjajal arena, plus menampilkan penyanyi bintang, akrobat, dan aksi beruang naik sepeda. Korupsi besar-besaran diduga ada dibalik membengkaknya biaya pembangunan stadion, dengan banyak pekerja tidak dibayar, dan perusahaan konstruksi dipaksa untuk bekerja secara gratis karena khawatir akan pembalasan dari politisi lokal.
Tapi panitia Piala Dunia 2018 Rusia menegaskan semua pekerja migran diperlakukan sesuai hukum. Mereka mengklaim lokasi konstruksi pembandungan stadion ‘hanya menggunakan sedikit pekerja Korea Utara’. “Penghormatan hak asasi manusia dari semua pekerja yang terlibat dalam konstruksi stadion sangat penting, terlepas dari kebangsaan pekerja atau kewarganegaraan.”
FIFA lantas tidak mengacu pada insiden tertentu, tetapi mengatakan kepada Josimar: “FIFA mengutuk pelanggaran hak asasi manusia, dan jika terbukti benar, tidak akan mentolerir kondisi seperti pada salah satu lokasi konstruksi stadion Piala Dunia FIFA.”
Kini, laporan baru muncul. Yakni adanya klaim yang sama tentang pekerja migran di lokasi konstruksi stadion Piala Dunia 2022 di Qatar. Sven Mollekleiv dari Palang Merah Internasional mengatakan: “Organisasi sepak bola – seperti UEFA dan FIFA – harus mengikuti pedoman internasional mengenai hak asasi dasar manusia seperti kondisi kerja. Sepak bola memiliki tanggung jawab bersama ketika datang ke sebuah turnamen internasional. Perdebatan mengenai masalah ini di Qatar terus dipantau. Sangat penting bahwa apa yang terjadi di Rusia juga diteliti.”
(sbn)