Menolak Jadi Guru, Sadio Mane Kini Bikin Bangga Orangtua
A
A
A
LIVERPOOL - Penyerang Liverpool, Sadio Mane mengungkap sepotong kisah hidupnya dalam menjalani profesi sebagai pesepak bola. Mane mengaku sempat tidak didukung orang tuanya dalam meniti karier sebagai penggoreng si kulit bundar. orang tuanya berpandangan, mengejar cita-cita sebagai seorang pesepak bola hanya membuang-buang waktu.
Tapi, pada akhirnya Mane berhasil mematahkan keraguan orang tuanya tersebut. Keputusannya memilih menekuni profesi pesepak bola pun berbuah positif saat bergabung dan menandatangani kontrak pertamanya sebagai seorang pemain profesional di klub Prancis FC Metz pada 2011.
Setelah itu dia bergabung dengan Red Bull Salzburg pada 2012. Di klub ini, pemain kelahiran Sedhiou, Senegal, 10 April 1992, itu mulai memiliki nama berkat kegigihannya mengolah bola.
Klub Liga Inggris, Southampton pun akhirnya kepincut dengannya. Namanya kian harum setelah berhasil tampil mentereng di klub tersebut. Klub besar Inggris, Liverpool pun akhirnya jatuh cinta kepadanya dan merekrutnya pada 2016.
Kini, pada 2018, Sane menjelma sebagai predator menakutkan di dunia. Dia telah berkembang menjadi salah satu bagian penting dari serangan trisula berbahaya Liverpool, bersama Mohamed Salah dan Roberto Firmino. Di Liverpool, pemain asal Senegal ini mendapat upah 90 ribu pound atau sekitar Rp1,7 miliar per pekan!
Tetapi sebelum menjadi tulang punggung keluarga seperti saat ini, dia mengatakan bahwa orang tuanya tidak pernah percaya akan karier di sepak bola. Dia didesak untuk menjadi seorang guru.
"Saya lahir di sebuah desa di mana belum pernah ada pemain sepak bola yang berhasil tampil dan menjuarai kompetisi besar," kata Mane dikutip dari Sportkeeda, Kamis (13/9/2018)
"Saya ingat bahwa ketika saya masih kecil, orang tua saya merasa bahwa saya harus belajar untuk menjadi seorang guru. Mereka pikir sepak bola adalah pemborosan waktu dan menurut mereka, saya tidak akan pernah berhasil," kenang Mane.
"Saya selalu berkata Ini adalah satu-satunya pekerjaan yang akan memungkinkan saya untuk membantu. Dan saya pikir saya memiliki kesempatan untuk menjadi pemain sepak bola," beber pria berpostur 175 cm itu.
"Mereka tidak yakin tentang hal itu karena saya jauh dari ibu kota dan hampir tidak ada orang dari sana yang berhasil. Jadi mereka menentang gagasan itu, dan mereka tidak pernah percaya, sampai pada hari ketika saya menandatangani kontrak profesional pertama saya," terangnya.
"Bagi mereka, itu tidak mungkin. Mereka sempat menentang pilihan saya dan itu tidak benar-benar salah karena menjadi pesepak bola tidak mudah, tetapi saya ingin mewujudkan impian saya menjadi pemain bola."
"Saya memberikan segalanya. Itu sampai pada titik di mana mereka tidak punya pilihan, jadi mereka mulai membantu saya dan perlahan mendukung, dan itu berhasil. Dan hari ini, mereka semua bangga," pungkasnya.
Tapi, pada akhirnya Mane berhasil mematahkan keraguan orang tuanya tersebut. Keputusannya memilih menekuni profesi pesepak bola pun berbuah positif saat bergabung dan menandatangani kontrak pertamanya sebagai seorang pemain profesional di klub Prancis FC Metz pada 2011.
Setelah itu dia bergabung dengan Red Bull Salzburg pada 2012. Di klub ini, pemain kelahiran Sedhiou, Senegal, 10 April 1992, itu mulai memiliki nama berkat kegigihannya mengolah bola.
Klub Liga Inggris, Southampton pun akhirnya kepincut dengannya. Namanya kian harum setelah berhasil tampil mentereng di klub tersebut. Klub besar Inggris, Liverpool pun akhirnya jatuh cinta kepadanya dan merekrutnya pada 2016.
Kini, pada 2018, Sane menjelma sebagai predator menakutkan di dunia. Dia telah berkembang menjadi salah satu bagian penting dari serangan trisula berbahaya Liverpool, bersama Mohamed Salah dan Roberto Firmino. Di Liverpool, pemain asal Senegal ini mendapat upah 90 ribu pound atau sekitar Rp1,7 miliar per pekan!
Tetapi sebelum menjadi tulang punggung keluarga seperti saat ini, dia mengatakan bahwa orang tuanya tidak pernah percaya akan karier di sepak bola. Dia didesak untuk menjadi seorang guru.
"Saya lahir di sebuah desa di mana belum pernah ada pemain sepak bola yang berhasil tampil dan menjuarai kompetisi besar," kata Mane dikutip dari Sportkeeda, Kamis (13/9/2018)
"Saya ingat bahwa ketika saya masih kecil, orang tua saya merasa bahwa saya harus belajar untuk menjadi seorang guru. Mereka pikir sepak bola adalah pemborosan waktu dan menurut mereka, saya tidak akan pernah berhasil," kenang Mane.
"Saya selalu berkata Ini adalah satu-satunya pekerjaan yang akan memungkinkan saya untuk membantu. Dan saya pikir saya memiliki kesempatan untuk menjadi pemain sepak bola," beber pria berpostur 175 cm itu.
"Mereka tidak yakin tentang hal itu karena saya jauh dari ibu kota dan hampir tidak ada orang dari sana yang berhasil. Jadi mereka menentang gagasan itu, dan mereka tidak pernah percaya, sampai pada hari ketika saya menandatangani kontrak profesional pertama saya," terangnya.
"Bagi mereka, itu tidak mungkin. Mereka sempat menentang pilihan saya dan itu tidak benar-benar salah karena menjadi pesepak bola tidak mudah, tetapi saya ingin mewujudkan impian saya menjadi pemain bola."
"Saya memberikan segalanya. Itu sampai pada titik di mana mereka tidak punya pilihan, jadi mereka mulai membantu saya dan perlahan mendukung, dan itu berhasil. Dan hari ini, mereka semua bangga," pungkasnya.
(sha)