Sejak 2017, PSSI Perangi Praktik Manipulasi Skor Bersama Polisi
A
A
A
JAKARTA - Tugas berat bakal dihadapi Joko Driyono saat ditunjuk sebagai Pelaksana tugas atau Plt Ketua Umum PSSI menggantikan Edy Rahmayadi. Keputusan itu diambil setelah Gubernur terpilih Sumetera Utara periode 2018 – 2023 itu menanggalkan jabatannya sebagai Ketum PSSI dalam Kongres Tahunan PSSI 2019 di Hotel Sofitel Nusa Dua, Bali, Minggu (20/1/2019).
Terpilihnya Joko Driyono merujuk dari statuta PSSI yang mengharuskan Wakil Ketua Umum (Waketum) naik menjadi Ketum. Tapi ini bukan hal yang mudah mengingat ada persoalan besar yang dihadapi Jokdri sapaan akrabnya.
Persoalan besar yang dimaksud tersebut mengenai pemberantasan match fixing atau pengaturan skor yang semakin mewabah di Indonesia. Sejauh ini Tim Satuan Tugas Antimafia Bola sudah menetapkan lima orang tersangka terkait dugaan pengaturan skor di pertandingan Liga 3 Indonesia.
Empat tersangka itu yakni Johar Lin Eng, Priyanto dan putrinya, Anik Yuni Artika Sari, Dwi Irianto alias Mbah Putih, serta seorang wasit bernama Nurul Safarid. Sementara untuk tersangka kelima, Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola Argo Yuwono enggan untuk menyebutkan namanya.
Menanggapi fenomena ini, Joko Driyono menjelaskan, PSSI sudah memerangi match-fixing jauh sebelum kasus ini mencuat ke publik. Bahkan, pada 2017 lalu, PSSI sudah membentuk departemen integrity atau departemen integritas untuk menekan praktik-praktik manipulasi skor di semua level kompetisi di bawah PSSI. Mulai dari level liga amatir sampai profesional.
"Pembentukan departemen integritas ini sesuai arahan FIFA pada 2017 lalu. Tim ini sesuai dengan rekomendasi anggota Komite Eksekutif PSSI. Kemudian terbentuk tim Adhoc. Tim bertugas merespons match-fixing dan bekerja sama satu tahun," papar Joko Driyono.
Dalam bertugas, Joko melanjutkan, tim ini bersinergi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan INTERPOL. Bahkan, MoU antara PSSI dan Polri beserta Interpol sudah terjalin untuk memerangi kecurangan-kecurangan di lapangan hijau.
Sementara itu, mengenai status Iwan Budianto, Joko menjelaskan, PSSI mengembalikan status dia sebagai Wakil Ketua PSSI sesuai dengan keputusan Kongres di Surabaya, 10 November 2018 lalu. Dia resmi meninggalkan jabatan Kepala Staf PSSI di Kongres tahunan 2019. Kongres setuju, termasuk meminta Kongres memberikan rekomendasi pengisi posisi kosong Komite Eksekutif.
Selama sepekan ini, Komite Eksekutif bakal melakukan penjaringan. Muncul nama Umuh Mochtar sebagai salah satu kandidat anggota Exco yang diusulkan oleh manajer Madura United, Haruna Sumitro.
Terakhir, Joko meminta kepada masyarakat untuk tetap berpikiran positif terkait keputusan mundur Edy dari kursi Ketum PSSI. Dikatakannya, jangan mengaitkan keputusan Edy dengan skandal penganturan skor. "Semua keputusan dia (Edy), harus mendapat respons positif, sebagai babak baru pengelolaan PSSI."
Terpilihnya Joko Driyono merujuk dari statuta PSSI yang mengharuskan Wakil Ketua Umum (Waketum) naik menjadi Ketum. Tapi ini bukan hal yang mudah mengingat ada persoalan besar yang dihadapi Jokdri sapaan akrabnya.
Persoalan besar yang dimaksud tersebut mengenai pemberantasan match fixing atau pengaturan skor yang semakin mewabah di Indonesia. Sejauh ini Tim Satuan Tugas Antimafia Bola sudah menetapkan lima orang tersangka terkait dugaan pengaturan skor di pertandingan Liga 3 Indonesia.
Empat tersangka itu yakni Johar Lin Eng, Priyanto dan putrinya, Anik Yuni Artika Sari, Dwi Irianto alias Mbah Putih, serta seorang wasit bernama Nurul Safarid. Sementara untuk tersangka kelima, Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola Argo Yuwono enggan untuk menyebutkan namanya.
Menanggapi fenomena ini, Joko Driyono menjelaskan, PSSI sudah memerangi match-fixing jauh sebelum kasus ini mencuat ke publik. Bahkan, pada 2017 lalu, PSSI sudah membentuk departemen integrity atau departemen integritas untuk menekan praktik-praktik manipulasi skor di semua level kompetisi di bawah PSSI. Mulai dari level liga amatir sampai profesional.
"Pembentukan departemen integritas ini sesuai arahan FIFA pada 2017 lalu. Tim ini sesuai dengan rekomendasi anggota Komite Eksekutif PSSI. Kemudian terbentuk tim Adhoc. Tim bertugas merespons match-fixing dan bekerja sama satu tahun," papar Joko Driyono.
Dalam bertugas, Joko melanjutkan, tim ini bersinergi dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan INTERPOL. Bahkan, MoU antara PSSI dan Polri beserta Interpol sudah terjalin untuk memerangi kecurangan-kecurangan di lapangan hijau.
Sementara itu, mengenai status Iwan Budianto, Joko menjelaskan, PSSI mengembalikan status dia sebagai Wakil Ketua PSSI sesuai dengan keputusan Kongres di Surabaya, 10 November 2018 lalu. Dia resmi meninggalkan jabatan Kepala Staf PSSI di Kongres tahunan 2019. Kongres setuju, termasuk meminta Kongres memberikan rekomendasi pengisi posisi kosong Komite Eksekutif.
Selama sepekan ini, Komite Eksekutif bakal melakukan penjaringan. Muncul nama Umuh Mochtar sebagai salah satu kandidat anggota Exco yang diusulkan oleh manajer Madura United, Haruna Sumitro.
Terakhir, Joko meminta kepada masyarakat untuk tetap berpikiran positif terkait keputusan mundur Edy dari kursi Ketum PSSI. Dikatakannya, jangan mengaitkan keputusan Edy dengan skandal penganturan skor. "Semua keputusan dia (Edy), harus mendapat respons positif, sebagai babak baru pengelolaan PSSI."
(bbk)