Praveen/Melati Hat-trick Runner-up, Susy: Mereka Bisa Juara
A
A
A
JAKARTA - Tiga kali masuk final, ganda campuran Indonesia Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti harus puas hat-trick runner-up di Turnamen BWF World Tour Super tahun ini. Yakni, India Open, New Zealand Open, dan Australian Open. Apa yang kurang dari Praveen/Melati?
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti menilai, meskipun belum berhasil mengunci satu gelar, namun Praveen/Melati sudah banyak progres. Legenda bulu tangkis Indonesia itu menilai Praveen/Melati masih harus dimatangkan mental juaranya.
"Sebetulnya sayang, berapa kali belum bisa memanfaatkan kesempatan dengan baik. Di perempat final dan semifinal, mereka tampil luar biasa, betul-betul luar biasa mainnya. Praveen/Melati ini sebetulnya salah satu pasangan yang ditakuti sama lawannya, tapi balik lagi ke kematangan mereka,"ujar Susy seperti dikutip dari Badmintonindonesia.org.
Peraih medali emas tunggal putri Olimpiade 1992 itu memuji penampilan Praveen/Melati yang menunjukkan stabil di beberapa turnamen BWF terakhir. Dia berharap ganda peringkat tujuh dunia itu mampu menjaga kualitas permainannya.
"Saya melihat mereka sudah mulai stabil, nggak kalah di babak-babak awal. Minimal babak perempat final, semifinal ke final. Kalau sebelumnya bisa kalah sama lawan yang tidak diunggulkan di babak awal, sekarang sudah bisa menunjukkan kelasnya. Praveen/Melati harus mempertahankan peringkatnya di delapan besar dunia, mereka harus tahu standard mereka di mana," kata Susy.
Faktor stabilitas permainan menjadi sorotan Susy terhadap sosok Praveen. Apalagi, Praveen lebih berpengalaman dibandingkan Melati yang menjadi pasangan bermain di lapangan.
"Praveen itu punya potensi, tinggal kemauan dia, dia harus lebih siap lagi. Kestabilannya masih naik turun, padahal ini waktunya Praveen. Melati cenderung lebih baru di level elite, dibanding Praveen. Jadi tugas Praveen untuk membimbing Melati untuk bisa menarik Melati ke atas supaya bisa jadi pasangan yang solid. Melati memang butuh kerja keras," tambah Susy.
Di Australia Open 2019, Praveen/Melati dikalahkan unggulan pertama asal China, Wang Yilyu/Huang Dongping, dengan skor 15-21, 8-21. Kekalahan itu membuat Praveen/Melati selalu kalah dalam lima pertemuan dengan ganda campuran peringkat dua dunia tersebut.
"Praveen/Melati juga harus lebih cerdik menganalisa lawan, misalnya Wang/Huang, sudah lima kali kalah. Benar-benar harus dipelajari kekalahan sebelumnya, misalnya banyak error, ya perlu ditingkatkan fokusnya, diperkuatdefense-nya, misalnya Melati di latihan 'dikeroyok' lawan tiga pemain putra. Atau serangannya? latihan smash sampai 1.000 bola deh istilahnya," jelas Susy.
Permainan cepat dan kematangan strategi yang diterapkan Wang/Huang memang sangat membuat Praveen/Melati kewalahan. Mereka tidak bisa keluar dari tekanan demi tekanan dan sulit mengembangkan permainan.
"Kalau kami lihat kan pasangan Tiongkok ini pintar, mereka tidak pernah memberi bola ke atas pada Praveen, nah Praveen tidak dapat serangan, sedangkan ini andalan dia. Program latihan dari pelatih mungkin bisa ditambahkan, bagaimanaplacing-nya Praveen bisa lebih halus, lalu jangan nafsu, nggak apa-apa main reli dulu, adu dulu, begitu ada kesempatan, baru serang. Jadi ini, antisipasi dan pancingan serangan ini yang mungkin bisa diterapkan sebagai variasi bagi Praveen/Melati," tutur Susy.
Dalam perjalanan ke final, Praveen/Melati menumbangkan unggulan ketiga yang juga juara All England 2018, Yuta Watanabe/Arisa Higashino dari Jepang. Mereka juga mampu menjungkalkan pasangan peraih perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016 asal Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying.
Secara individu, Susy menilai baik Praveen sama-sama memiliki potensi sebagai pemain ganda campuran top dunia. Praveen/Melati yang kini duduk di peringkat tujuh dunia, beberapa kali mampu menghadang lawan yang memiliki peringkat lebih tinggi.
"Yang menjadi penyakit kan banyak buang poin sendiri, matinya bukan karena dibunuh, tapi mati sendiri. Harus saling mengingatkan, asal masuk dulushuttlecock-nya, jangan buru-buru, jangan terlalu nafsu ingin mematikan lawan, mainsafedulu. Di perempat final, di semifinal bisa, kok di final nggak bisa? Ini terjadi sudah tiga kali di final, harus tahu, kesalahannya di mana? Kami tetap kasih masukan dan mendampingi, tapi tetap semua harus ada kemauan dari atletnya, toh kalau juara kan juga untuk atlet," saran dia.
Praveen/Melati pun sudah memiliki cara tersendiri dalam menghadapi pasangan rangking satu dunia asal China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, yang terkenal sulit dikalahkan lawan-lawan mereka.
"Sebetulnya sayang, progresnya sudah ada, tinggal melewati batas ini, batas mereka bisa juara, rasa percaya diri mereka akan lebih tinggi. Kami tahu ada beberapa lawan yang mainnya kurang pas sama mereka. Misalnya yang mainnya cepat, mungkin agak nggak 'ngikut'. Melati harus bisa melatih diri supaya lebih gesit, lebih lincah, penguasaan lapangan harus diperbanyak. Pemain putri pasti diincar lawan kalau di ganda campuran. Paling tidak, Melati harus siap, jangan lengah, jangan tegang, jangan kaku. Hal ini sangat berpengaruh, kalau dicecar, lama-lama bikin salah terus, jadi nggak bisa keluar dari tekanan," jelas Susy.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI Susy Susanti menilai, meskipun belum berhasil mengunci satu gelar, namun Praveen/Melati sudah banyak progres. Legenda bulu tangkis Indonesia itu menilai Praveen/Melati masih harus dimatangkan mental juaranya.
"Sebetulnya sayang, berapa kali belum bisa memanfaatkan kesempatan dengan baik. Di perempat final dan semifinal, mereka tampil luar biasa, betul-betul luar biasa mainnya. Praveen/Melati ini sebetulnya salah satu pasangan yang ditakuti sama lawannya, tapi balik lagi ke kematangan mereka,"ujar Susy seperti dikutip dari Badmintonindonesia.org.
Peraih medali emas tunggal putri Olimpiade 1992 itu memuji penampilan Praveen/Melati yang menunjukkan stabil di beberapa turnamen BWF terakhir. Dia berharap ganda peringkat tujuh dunia itu mampu menjaga kualitas permainannya.
"Saya melihat mereka sudah mulai stabil, nggak kalah di babak-babak awal. Minimal babak perempat final, semifinal ke final. Kalau sebelumnya bisa kalah sama lawan yang tidak diunggulkan di babak awal, sekarang sudah bisa menunjukkan kelasnya. Praveen/Melati harus mempertahankan peringkatnya di delapan besar dunia, mereka harus tahu standard mereka di mana," kata Susy.
Faktor stabilitas permainan menjadi sorotan Susy terhadap sosok Praveen. Apalagi, Praveen lebih berpengalaman dibandingkan Melati yang menjadi pasangan bermain di lapangan.
"Praveen itu punya potensi, tinggal kemauan dia, dia harus lebih siap lagi. Kestabilannya masih naik turun, padahal ini waktunya Praveen. Melati cenderung lebih baru di level elite, dibanding Praveen. Jadi tugas Praveen untuk membimbing Melati untuk bisa menarik Melati ke atas supaya bisa jadi pasangan yang solid. Melati memang butuh kerja keras," tambah Susy.
Di Australia Open 2019, Praveen/Melati dikalahkan unggulan pertama asal China, Wang Yilyu/Huang Dongping, dengan skor 15-21, 8-21. Kekalahan itu membuat Praveen/Melati selalu kalah dalam lima pertemuan dengan ganda campuran peringkat dua dunia tersebut.
"Praveen/Melati juga harus lebih cerdik menganalisa lawan, misalnya Wang/Huang, sudah lima kali kalah. Benar-benar harus dipelajari kekalahan sebelumnya, misalnya banyak error, ya perlu ditingkatkan fokusnya, diperkuatdefense-nya, misalnya Melati di latihan 'dikeroyok' lawan tiga pemain putra. Atau serangannya? latihan smash sampai 1.000 bola deh istilahnya," jelas Susy.
Permainan cepat dan kematangan strategi yang diterapkan Wang/Huang memang sangat membuat Praveen/Melati kewalahan. Mereka tidak bisa keluar dari tekanan demi tekanan dan sulit mengembangkan permainan.
"Kalau kami lihat kan pasangan Tiongkok ini pintar, mereka tidak pernah memberi bola ke atas pada Praveen, nah Praveen tidak dapat serangan, sedangkan ini andalan dia. Program latihan dari pelatih mungkin bisa ditambahkan, bagaimanaplacing-nya Praveen bisa lebih halus, lalu jangan nafsu, nggak apa-apa main reli dulu, adu dulu, begitu ada kesempatan, baru serang. Jadi ini, antisipasi dan pancingan serangan ini yang mungkin bisa diterapkan sebagai variasi bagi Praveen/Melati," tutur Susy.
Dalam perjalanan ke final, Praveen/Melati menumbangkan unggulan ketiga yang juga juara All England 2018, Yuta Watanabe/Arisa Higashino dari Jepang. Mereka juga mampu menjungkalkan pasangan peraih perak Olimpiade Rio de Janeiro 2016 asal Malaysia, Chan Peng Soon/Goh Liu Ying.
Secara individu, Susy menilai baik Praveen sama-sama memiliki potensi sebagai pemain ganda campuran top dunia. Praveen/Melati yang kini duduk di peringkat tujuh dunia, beberapa kali mampu menghadang lawan yang memiliki peringkat lebih tinggi.
"Yang menjadi penyakit kan banyak buang poin sendiri, matinya bukan karena dibunuh, tapi mati sendiri. Harus saling mengingatkan, asal masuk dulushuttlecock-nya, jangan buru-buru, jangan terlalu nafsu ingin mematikan lawan, mainsafedulu. Di perempat final, di semifinal bisa, kok di final nggak bisa? Ini terjadi sudah tiga kali di final, harus tahu, kesalahannya di mana? Kami tetap kasih masukan dan mendampingi, tapi tetap semua harus ada kemauan dari atletnya, toh kalau juara kan juga untuk atlet," saran dia.
Praveen/Melati pun sudah memiliki cara tersendiri dalam menghadapi pasangan rangking satu dunia asal China, Zheng Siwei/Huang Yaqiong, yang terkenal sulit dikalahkan lawan-lawan mereka.
"Sebetulnya sayang, progresnya sudah ada, tinggal melewati batas ini, batas mereka bisa juara, rasa percaya diri mereka akan lebih tinggi. Kami tahu ada beberapa lawan yang mainnya kurang pas sama mereka. Misalnya yang mainnya cepat, mungkin agak nggak 'ngikut'. Melati harus bisa melatih diri supaya lebih gesit, lebih lincah, penguasaan lapangan harus diperbanyak. Pemain putri pasti diincar lawan kalau di ganda campuran. Paling tidak, Melati harus siap, jangan lengah, jangan tegang, jangan kaku. Hal ini sangat berpengaruh, kalau dicecar, lama-lama bikin salah terus, jadi nggak bisa keluar dari tekanan," jelas Susy.
(aww)