Gemerlap Liga Primer Tak Merata di Penjuru Inggris
A
A
A
BURY - Liga Primer boleh saja menjadi kebanggaan Inggris. Perputaran uang fantastis membuat kompetisi tersebut begitu gemerlap dan kosmopolitan. Sayangnya hal tersebut tak dirasakan klub sepak bola di Negeri Ratu Elizabeth seperti yang dialami Bury.
Cerita menyedihkan itu tengah dialami tim berjuluk The Shakers setelah dikeluarkan dari EFL League One lantaran bangkrut. Mereka tidak mendapatkan pembeli yang cocok. Bury telah diberikan waktu hingga pukul 5 sore pada hari Selasa waktu setempat (27/8) untuk menunjukkan bahwa di bawah pemilik Steve Dale, mereka memiliki dana untuk melunasi kreditor dan mendanai sisa musim ini atau menyelesaikan penjualan ke C&N Sporting Risk Group.
Kesepakatan yang diusulkan gagal 90 menit sebelum batas waktu dan setelah rapat dewan yang panjang. Meskipun ada banyak tawaran yang datang, itu sudah terlambat. Bury tetap dikeluarkan dari EFL League One. Akibat permasalahan keuangan, Bury bahkan belum memainkan pertandingan musim ini.
Meski mengaku berat dan prihatin, Ketua Eksekutif EFL Debbie Jevans CBE mengatakan pihaknya tidak dapat membuat skorsing lebih lanjut ke jadwal pertandingan. Mereka menganggap integritas kompetisi adalah faktor penting dalam pengambilan keputusan.
Dampak dari dikeluarkannya Bury, League One akan terdiri atas 23 klub untuk sisa kompetisi dengan tiga tim terdegradasi, bukan empat. “Hari ini tidak diragukan lagi adalah salah satu hari tergelap dalam sejarah Liga baru-baru ini. EFL telah bekerja dengan tekad dan tanpa lelah untuk menghindari hasil ini dan dengan berat hati situasi ini telah dipaksakan kepada kami. EFL harus menempatkan integritas kom petisi kami di jantung setiap keputusan yang kami buat dan kami tidak bisa membiarkan situasi yang tidak dapat diterima ini berlanjut atau menyetujui prospek untuk menunda pertandingan selanjutnya,” ungkap Jevans dilansir dailymail .
Keputusan EFL jelas menjadi kesedihan bagi elemen klub Bury yang baru saja promosi dari League Two berstatus sebagai runner-up musim lalu. Mereka adalah tim pertama yang keluar dari EFL sejak likuidasi Maidstone pada tahun 1992.
The Shakers merupakan salah satu klub tertua di Inggris yang berdiri pada 1885 atau 134 tahun silam. Mereka pernah memenangkan gelar Piala FA dua kali (1900, 1903). Bukan hanya Bury, Bolton Wanderers juga mengalami nasib serupa.
Tim berjuluk The Trotters tersebut telah diberikan waktu 14 hari untuk menghindari pengusiran dari EFL, dengan calon investor baru oleh Foot ball Ventures (Whites) Limited masih belum mencapai kata sepakat. Namun, dapat dipahami setelah gagalnya kesepakatan selama akhir pekan lalu, manajemen Bolton terus bekerja keras.
Mereka optimistis dapat menyelesaikan kesepakatan sebelum batas waktu yang ditetapkan EFL. Jevans berharap Bolton kem bali sehat sehingga tetap berkompetisi. “Saya kembali mendesak semua pihak di Bolton untuk menyelesaikan pengambilalihan yang diusulkan.
Realitas dari aksi ini bahwa sekarang ada 14 hari untuk mengamankan masa depan klub jangka panjang. Saya sangat ber - harap kami dapat menemukan jalan melalui keadaan yang menantang ini untuk kepentingan semua orang yang memiliki hubungan dengan klub,” tuturnya. Permasalahan keuangan Bury dan Bolton seolah memperjelas jurang pemisah yang begitu dalam antara kompetisi papan bawah Inggris dengan Liga Primer.
Media sosial akhir musim lalu diramaikan keluhan karyawan Bolton. Mereka menghubungi wadah pendukung Fans Foodbanks karena bermingguminggu belum mendapatkan bayaran. Mereka bahkan tidak punya makanan dan kelaparan. Memang upaya bantuan telah disiapkan untuk membantu.
Tapi, terasa ironis mengingat pada akhir pekan yang sama Manchester City (Man City) menjadi klub tersukses di Inggris dengan raihan treble domestik. Kesulitan serupa berlaku untuk Morecambe FC, Oldham Athletic, Bury, serta Coventry City dan Southend United.
Sementara Blackburn Rovers telah membukukan rekor kerugian. Ketimpangan yang terjadi di sepak bola Inggris membuat banyak pihak prihatin, salah satunya Mark Palios, mantan Kepala Eksekutif Asosiasi Sepak Bola yang sekarang memiliki Tranmere Rovers.
(Alimansyah)
Cerita menyedihkan itu tengah dialami tim berjuluk The Shakers setelah dikeluarkan dari EFL League One lantaran bangkrut. Mereka tidak mendapatkan pembeli yang cocok. Bury telah diberikan waktu hingga pukul 5 sore pada hari Selasa waktu setempat (27/8) untuk menunjukkan bahwa di bawah pemilik Steve Dale, mereka memiliki dana untuk melunasi kreditor dan mendanai sisa musim ini atau menyelesaikan penjualan ke C&N Sporting Risk Group.
Kesepakatan yang diusulkan gagal 90 menit sebelum batas waktu dan setelah rapat dewan yang panjang. Meskipun ada banyak tawaran yang datang, itu sudah terlambat. Bury tetap dikeluarkan dari EFL League One. Akibat permasalahan keuangan, Bury bahkan belum memainkan pertandingan musim ini.
Meski mengaku berat dan prihatin, Ketua Eksekutif EFL Debbie Jevans CBE mengatakan pihaknya tidak dapat membuat skorsing lebih lanjut ke jadwal pertandingan. Mereka menganggap integritas kompetisi adalah faktor penting dalam pengambilan keputusan.
Dampak dari dikeluarkannya Bury, League One akan terdiri atas 23 klub untuk sisa kompetisi dengan tiga tim terdegradasi, bukan empat. “Hari ini tidak diragukan lagi adalah salah satu hari tergelap dalam sejarah Liga baru-baru ini. EFL telah bekerja dengan tekad dan tanpa lelah untuk menghindari hasil ini dan dengan berat hati situasi ini telah dipaksakan kepada kami. EFL harus menempatkan integritas kom petisi kami di jantung setiap keputusan yang kami buat dan kami tidak bisa membiarkan situasi yang tidak dapat diterima ini berlanjut atau menyetujui prospek untuk menunda pertandingan selanjutnya,” ungkap Jevans dilansir dailymail .
Keputusan EFL jelas menjadi kesedihan bagi elemen klub Bury yang baru saja promosi dari League Two berstatus sebagai runner-up musim lalu. Mereka adalah tim pertama yang keluar dari EFL sejak likuidasi Maidstone pada tahun 1992.
The Shakers merupakan salah satu klub tertua di Inggris yang berdiri pada 1885 atau 134 tahun silam. Mereka pernah memenangkan gelar Piala FA dua kali (1900, 1903). Bukan hanya Bury, Bolton Wanderers juga mengalami nasib serupa.
Tim berjuluk The Trotters tersebut telah diberikan waktu 14 hari untuk menghindari pengusiran dari EFL, dengan calon investor baru oleh Foot ball Ventures (Whites) Limited masih belum mencapai kata sepakat. Namun, dapat dipahami setelah gagalnya kesepakatan selama akhir pekan lalu, manajemen Bolton terus bekerja keras.
Mereka optimistis dapat menyelesaikan kesepakatan sebelum batas waktu yang ditetapkan EFL. Jevans berharap Bolton kem bali sehat sehingga tetap berkompetisi. “Saya kembali mendesak semua pihak di Bolton untuk menyelesaikan pengambilalihan yang diusulkan.
Realitas dari aksi ini bahwa sekarang ada 14 hari untuk mengamankan masa depan klub jangka panjang. Saya sangat ber - harap kami dapat menemukan jalan melalui keadaan yang menantang ini untuk kepentingan semua orang yang memiliki hubungan dengan klub,” tuturnya. Permasalahan keuangan Bury dan Bolton seolah memperjelas jurang pemisah yang begitu dalam antara kompetisi papan bawah Inggris dengan Liga Primer.
Media sosial akhir musim lalu diramaikan keluhan karyawan Bolton. Mereka menghubungi wadah pendukung Fans Foodbanks karena bermingguminggu belum mendapatkan bayaran. Mereka bahkan tidak punya makanan dan kelaparan. Memang upaya bantuan telah disiapkan untuk membantu.
Tapi, terasa ironis mengingat pada akhir pekan yang sama Manchester City (Man City) menjadi klub tersukses di Inggris dengan raihan treble domestik. Kesulitan serupa berlaku untuk Morecambe FC, Oldham Athletic, Bury, serta Coventry City dan Southend United.
Sementara Blackburn Rovers telah membukukan rekor kerugian. Ketimpangan yang terjadi di sepak bola Inggris membuat banyak pihak prihatin, salah satunya Mark Palios, mantan Kepala Eksekutif Asosiasi Sepak Bola yang sekarang memiliki Tranmere Rovers.
(Alimansyah)
(bbk)