Kalah Lagi, Capello Sebut Milan Tidak Punya Kepribadian
A
A
A
MILAN - Kekalahan 1-2 saat menjamu Lazio di Serie A membuat AC Milan dihujani kritikan. Salah satunya dari Fabio Capello. Pelatih asal Italia itu menyebut kalau I Rossoneri sekarang tidak punya lagi kepribadian.
Milan meladeni Lazio di San Siro, Senin (4/11) bermodalkan kemenangan 1-0 atas SPAL di stadion yang sama. Tapi, tim asuhan Stefano Pioli itu malah tidak bisa berbuat banyak. Sontekan Ciro Immobile dan Joaquin Correa yang hanya diperkecil gol bunuh diri Bastos, membuat tuan rumah tersungkur.
Hasil itu menyebabkan Milan terlempar dari 10 besar klasemen sementara Serie A, dan sekaligus membuat inkonsistensi yang dialami semakin parah. Faktanya, sepanjang musim ini mereka lebih sering mencatat torehan mengecewakan.
Dari 11 pertandingan yang dijalani disemua kompetisi, Alessio Romagnoli dkk baru meraih empat kemenangan, selebihnya satu imbang dan enam kalah. Itu yang membuat Capello akhirnya angkat bicara. “Milan sedang dalam masalah besar,” ucapnya, dilansir football-italia.
Capello merasa skuad Milan saat ini jauh lebih lemah dibandingkan generasi sebelumnya, khususnya ketika dia bertugas sebagai pelatih pada 1991-1996. Dia menilai pemain yang sekarang tidak lagi memiliki mental baja.
“Para pemain tidak lagi berada di level yang tinggi. Anda bisa melihatnya. Mereka bermain dengan rasa takut. Mereka tidak punya kepribadian. Dan, mereka tidak bertanding sesuai dengan nilai yang ditetapkan,” sambung Capello.
Dari sekian banyak pemain Milan, yang paling menjadi sorotan Capello adalah Lucas Paqueta dan Rafael Leao. Mantan pelatih Inggris itu mengklaim pasangan di lini depan tersebut masih belum bisa memenuhi ekspektasi
“Paqueta punya kualitas. Tapi, dia tidak menunjukkannya. Leao membuat saya gugup ketika melawan Lazio. Dia harus belajar untuk terus bergerak ketika Milan tidak sedang mengusai bola,” lanjut Capello yang kini menganggur setelah berpisah dengan Jiangsu Suning pada 2018.
Menurutnya lagi, permasalahan terbesar Milan adalah tidak memiliki jendral lapangan yang mumpuni. Tidak ada lagi kapten seperti Paolo Maldini. “Saya tidak melihat adanya pemimpin, seorang kapten. Bukan hanya seseorang yang mengenakan ban hitam, tapi pemain yang bisa membantu menerjemahkan ide dari pelatih dan menciptakan kolektivitas,” tandas Capello.
Milan meladeni Lazio di San Siro, Senin (4/11) bermodalkan kemenangan 1-0 atas SPAL di stadion yang sama. Tapi, tim asuhan Stefano Pioli itu malah tidak bisa berbuat banyak. Sontekan Ciro Immobile dan Joaquin Correa yang hanya diperkecil gol bunuh diri Bastos, membuat tuan rumah tersungkur.
Hasil itu menyebabkan Milan terlempar dari 10 besar klasemen sementara Serie A, dan sekaligus membuat inkonsistensi yang dialami semakin parah. Faktanya, sepanjang musim ini mereka lebih sering mencatat torehan mengecewakan.
Dari 11 pertandingan yang dijalani disemua kompetisi, Alessio Romagnoli dkk baru meraih empat kemenangan, selebihnya satu imbang dan enam kalah. Itu yang membuat Capello akhirnya angkat bicara. “Milan sedang dalam masalah besar,” ucapnya, dilansir football-italia.
Capello merasa skuad Milan saat ini jauh lebih lemah dibandingkan generasi sebelumnya, khususnya ketika dia bertugas sebagai pelatih pada 1991-1996. Dia menilai pemain yang sekarang tidak lagi memiliki mental baja.
“Para pemain tidak lagi berada di level yang tinggi. Anda bisa melihatnya. Mereka bermain dengan rasa takut. Mereka tidak punya kepribadian. Dan, mereka tidak bertanding sesuai dengan nilai yang ditetapkan,” sambung Capello.
Dari sekian banyak pemain Milan, yang paling menjadi sorotan Capello adalah Lucas Paqueta dan Rafael Leao. Mantan pelatih Inggris itu mengklaim pasangan di lini depan tersebut masih belum bisa memenuhi ekspektasi
“Paqueta punya kualitas. Tapi, dia tidak menunjukkannya. Leao membuat saya gugup ketika melawan Lazio. Dia harus belajar untuk terus bergerak ketika Milan tidak sedang mengusai bola,” lanjut Capello yang kini menganggur setelah berpisah dengan Jiangsu Suning pada 2018.
Menurutnya lagi, permasalahan terbesar Milan adalah tidak memiliki jendral lapangan yang mumpuni. Tidak ada lagi kapten seperti Paolo Maldini. “Saya tidak melihat adanya pemimpin, seorang kapten. Bukan hanya seseorang yang mengenakan ban hitam, tapi pemain yang bisa membantu menerjemahkan ide dari pelatih dan menciptakan kolektivitas,” tandas Capello.
(mir)