Program jangka panjang Persib tidak jelas
A
A
A
Sindonews.com - Tidak jelasnya program pembentukan tim dianggap sebagai salah satu kelemahan mendasar Persib Bandung hingga selalu puasa gelar juara sejak terakhir kali mencicipinya pada musim 1994/1995.
Kebijakan klub yang cenderung mengarah pada metode instan dengan mengumpulkan sejumlah pemain berpengalaman dianggap kurang tepat karena hal itu terbukti selalu berujung pada kegagalan prestasi tim. Hal itu bisa dibuktikan dari musim 2007.
''Sejak dulu saya selalu bicara mengenai pentingnya program yang bersifat jangka panjang. Yang diperlukan memang kesabaran. Membentuk tim yang benar-benar mendekati ideal itu butuh waktu,” cetus mantan pemain Persib, Boyke Adam.
Hal senada juga diungkapkan mantan pemain Persib lainnya, Adeng Hudaya. Menurut pemegang rekor ban kapten selama 12 tahun itu, Persib tidak harus selalu mengejar prestasi tapi juga membuat prestasi. ''Membeli pemain jadi tidak menjamin prestasi bakal didapat Persib. Karena sepak bola itu, bicara semua faktor termasuk faktor hati,” tegas Adeng.
Pengurus teras PT. PBB pun belum berani mempertegas jika sisa pertandingan di putaran II akan menjadi milik para pemain muda. Meski fakta menunjukan Persib sebenarnya mampu memetik efek positif saat berani memberikan kesempatan kepada M. Agung Pribadi dan Jajang Sukmara.
''Untuk pemain muda ini, langkah tepatnya mungkin akan kita maksimalkan di akhir musim. Saya pribadi sebenarnya menginginkan mereka mendapatkan lebih banyak kesempatan. Namun ketika dimainkan mereka juga harus sesuai harapan. Sejauh ini sebenarnya ada beberapa pemain muda yang memperlihatkan kemajuan seperti Jajang dan Agung,” jelas Umuh.
Bicara masalah kebijakan atau program jangka panjang tim. Persib harus diakui tidak memiliki program yang jelas. Hal itu bisa dilihat dari struktur organisasi di tubuh PT. PBB sendiri. Tak ada bidang yang dikhususkan untuk mengurus masalah pembinaan pemain di tingkat usia dini.
Musim lalu Jovo Cuckovic yang digeser dari posisi Pelatih Kepala menjadi Direktur Teknik Persib lebih banyak memakan gaji buta karena tidak ada output pemain hasil pantauan dirinya. Pos Direktur Teknik yang dijabat Jovo bisa dikatakan hanya sekadar pemanis.
Kondisi serupa juga terjadi di era saat Persib masih dikelola Pemkot Bandung. Tepatnya pada musim 2006 dan 2007 tidak ada sinkronisasi kinerja antara Direktur Teknik yang kala itu dijabat Risnandar dengan Pelatih Arcan Iurie Anatolievici.
Karena muncul pertanyaan sejauhmana keseriusan rencana PT. PBB untuk memunculkan jabatan Asisten Bidang Teknik di tubuh Maung Bandung, sebab kenyataannya wacana yang pernah digelontorkan seusai pertemuan pengurus PT. PBB dengan sejumlah elemen baik itu mantan pemain, mantan klub anggota maupun bobotoh hilang terlupakan begitu saja.
Kondisi serupa juga terjadi ketika Direktur Umum PT. PBB, Risha Adiwijaya menyampaikan keinginan Persib membentuk Akademi Sepak Bola. Entah serius atau tidak yang jelas semua program yang bersifat jangka panjang, sejauh ini hanya mentok sebatas wacana dan rencana.
Kebijakan klub yang cenderung mengarah pada metode instan dengan mengumpulkan sejumlah pemain berpengalaman dianggap kurang tepat karena hal itu terbukti selalu berujung pada kegagalan prestasi tim. Hal itu bisa dibuktikan dari musim 2007.
''Sejak dulu saya selalu bicara mengenai pentingnya program yang bersifat jangka panjang. Yang diperlukan memang kesabaran. Membentuk tim yang benar-benar mendekati ideal itu butuh waktu,” cetus mantan pemain Persib, Boyke Adam.
Hal senada juga diungkapkan mantan pemain Persib lainnya, Adeng Hudaya. Menurut pemegang rekor ban kapten selama 12 tahun itu, Persib tidak harus selalu mengejar prestasi tapi juga membuat prestasi. ''Membeli pemain jadi tidak menjamin prestasi bakal didapat Persib. Karena sepak bola itu, bicara semua faktor termasuk faktor hati,” tegas Adeng.
Pengurus teras PT. PBB pun belum berani mempertegas jika sisa pertandingan di putaran II akan menjadi milik para pemain muda. Meski fakta menunjukan Persib sebenarnya mampu memetik efek positif saat berani memberikan kesempatan kepada M. Agung Pribadi dan Jajang Sukmara.
''Untuk pemain muda ini, langkah tepatnya mungkin akan kita maksimalkan di akhir musim. Saya pribadi sebenarnya menginginkan mereka mendapatkan lebih banyak kesempatan. Namun ketika dimainkan mereka juga harus sesuai harapan. Sejauh ini sebenarnya ada beberapa pemain muda yang memperlihatkan kemajuan seperti Jajang dan Agung,” jelas Umuh.
Bicara masalah kebijakan atau program jangka panjang tim. Persib harus diakui tidak memiliki program yang jelas. Hal itu bisa dilihat dari struktur organisasi di tubuh PT. PBB sendiri. Tak ada bidang yang dikhususkan untuk mengurus masalah pembinaan pemain di tingkat usia dini.
Musim lalu Jovo Cuckovic yang digeser dari posisi Pelatih Kepala menjadi Direktur Teknik Persib lebih banyak memakan gaji buta karena tidak ada output pemain hasil pantauan dirinya. Pos Direktur Teknik yang dijabat Jovo bisa dikatakan hanya sekadar pemanis.
Kondisi serupa juga terjadi di era saat Persib masih dikelola Pemkot Bandung. Tepatnya pada musim 2006 dan 2007 tidak ada sinkronisasi kinerja antara Direktur Teknik yang kala itu dijabat Risnandar dengan Pelatih Arcan Iurie Anatolievici.
Karena muncul pertanyaan sejauhmana keseriusan rencana PT. PBB untuk memunculkan jabatan Asisten Bidang Teknik di tubuh Maung Bandung, sebab kenyataannya wacana yang pernah digelontorkan seusai pertemuan pengurus PT. PBB dengan sejumlah elemen baik itu mantan pemain, mantan klub anggota maupun bobotoh hilang terlupakan begitu saja.
Kondisi serupa juga terjadi ketika Direktur Umum PT. PBB, Risha Adiwijaya menyampaikan keinginan Persib membentuk Akademi Sepak Bola. Entah serius atau tidak yang jelas semua program yang bersifat jangka panjang, sejauh ini hanya mentok sebatas wacana dan rencana.
()