Terry dicerca, Di Matteo membela

Kamis, 26 April 2012 - 07:31 WIB
Terry dicerca, Di Matteo...
Terry dicerca, Di Matteo membela
A A A
Sindonews.com - Insiden menit ke-37 di Camp Nou, Selasa (24/4), membuat pelatih kelas dunia Fabio Capello menjadi seperti amatir. John Terry melakukan kebodohan yang hampir menggagalkan Chelsea masuk final.

Capello pasti tidak habis pikir menyaksikan mantan anak asuhnya itu sengaja menendang striker Barcelona Alexis Sanchez. Sebab, aksinya membela Terry dengan mengundurkan diri dari jabatan nakhoda tim nasional Inggris setelah jabatan kapten suami Toni Poole itu dicopot Football Association akibat kasus rasisme, terlihat salah besar.

Terry berulah negatif di Camp Nou tanpa ada yang bisa mengerti. Insiden jelang akhir babak pertama ini dilewatkan wasit Cuneyt Cakir. Namun, pengadil berkebangsaan Turki itu akhirnya mengeluarkan Terry setelah mendapat informasi salah satu asistennya.

Terry kini harus menerima konsekuensi melewatkan laga final melawan Real Madrid atau Bayern Muenchen di Allianz Arena,19 Mei mendatang. Kesempatannya mengakhiri duka 2008 ikut hilang. Pada final Liga Champions musim itu, Terry adalah salah satu algojo yang gagal melaksanakan tugas pada adu penalti melawan Manchester United.

Hilangnya peluang Terry tersebut sama sekali tidak mendapat simpati media Inggris. Terry justru dihujat. Kapasitasnya sebagai pemimpin tim dipertanyakan. Sebab, dia berbuat saat The Blues––julukan Chelsea––sudah tertinggal 0-1 dan kehilangan seorang bek tengahnya, Gary Cahill, yang cedera.

Memalukannya Terry makin terpapar selepas pertandingan.Dia menggugat keputusan Cakir dan merasa Sanchez berlebihan. Pemain berusia 31 tahun itu merujuk bagusnya rekor disiplin di Liga Champions sepanjang musim ini, untuk membuktikan maksudnya.
''Saya belum pernah menerima kartu kuning di kompetisi ini. Tidak mungkin saya berniat melukai lawan. Itu gila,” kata Terry, dikutip Telegraph.

Namun,Terry akhirnya tidak bisa mengelak seusai diperlihatkan rekaman insiden tersebut. Pemilik 72 caps bersama Inggris ini langsung meminta maaf kepada rekan setim dan fans Chelsea karena mengecewakan mereka. Terry mengaku mengangkat lutut sebab berusaha melindungi tubuhnya dari Sanchez.

''Pemain juga manusia. Terry kehilangan emosi akibat besarnya tekanan yang kami hadapi.Keletihan turut berperan. Tadi merupakan laga keempat kami dalam sembilan hari. Semua dapat melakukan kesalahan,” ungkap Pelatih Chelsea Roberto Di Matteo.

''Yang terpenting,kami melangkah ke final. Ini capaian yang akan kami nikmati. Saya turut senang bagi anak-anak. Mereka pantas merasakannya atas perjuangan yang diberikan,” ujar nakhoda asal Italia tersebut.

Usaha Di Matteo melindungi Terry tidak ada gunanya.Media Inggris ramai-ramai menyerang sosok yang sempat terjerat skandal perselingkuhan itu. Eurosport contohnya. Mereka menulis artikel dengan judul ''10 Brave Blues,1 Silly Boy”.

Berita ini merujuk kasus serupa yang pernah dialami Inggris di Piala Dunia 1998. Ketika itu mereka disingkirkan Argentina di perempat final melalui adu penalti. Namun, sosok yang disalahkan adalah David Beckham yang menerima kartu merah.

Pers Inggris menyebut Chelsea beruntung tidak mengalami nasib serupa. Wajar saja, misi Frank Lampard dkk menjaga peluang melangkah ke final menipis akibat kekurangan pemain.

Apalagi, mereka bermain di kandang lawan dan menghadapi tim sekelas Barcelona. Namun, kondisi sulit itu dijalani Chelsea dengan berani. Beberapa tidak sungkan mengorbankan diri bagi tim. Ramires, Raul Meireles, dan Branislav Ivanovic rela menerima kartu kuning,meski sadar bakal absen di final agar The Blues dapat menyisihkan Barcelona.

Dedikasi mereka benarbenar terlihat,terutama pada Meireles. Dia sempat memelas ke Cakir supaya tidak mencatat namanya pada buku peringatan pada menit ke-89. Masalahnya, tekel itu memang berbahaya. Meireles akhirnya menerima keputusan wasit dan kemudian menjalankan tugas di lini tengah.

Ramires dan Ivanovic juga demikian. Perbedaan bagaimana Terry dan tiga pemain Chelsea lain melewatkan final ini kembali memunculkan perdebatan tentang akumulasi kartu. Banyak kalangan meminta otoritas sepak bola menghapus sistem hukuman di semifinal. Maksudnya agar pemain-pemain terbaik tidak absen pada partai penentu gelar.

Namun,ada pula yang menentang perubahan kebijakan tersebut.Sebab,pembatalan vonis disiplin akan mengabaikan proses perjalanan seorang pemain pada sebuah turnamen. Sejak babak penyisihan sampai final, pemain dituntut berkembang dan membuktikan dirinya pantas membawa pulang trofi.

Salah satu syarat yang diukur itu kemampuan mereka menjaga disiplin. Jika pemain kemudian melewatkan final karena sanksi tersebut,dia tidak dapat mengeluh.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0607 seconds (0.1#10.140)