Berkacalah dari legenda Persebaya

Selasa, 15 Mei 2012 - 04:54 WIB
Berkacalah dari legenda Persebaya
Berkacalah dari legenda Persebaya
A A A
Sindonews.com - Di era 80an, ketika era perserikatan, siapa yang tak kenal duet penyerang Syamsul Arifin-Mustaqim. Setiap pemain belakang lawan pasti dibuat cemas jika sudah berhadapan dengan duet Persebaya itu. Keganasannya di depan mulut gawang, sangat sulit dilupakan hingga sekarang.

Saat itu, Persebaya memang menjadi tim perserikatan paling ditakuti salah satunya karena keberadaan duet lini depan Syamsul Arifin- Mustaqim. Berbagai gelar direbut mulai dari gelar juara 1987/1988, hingga turnamen lokal semacam Piala Tugu Muda, Piala Persija, Piala Hamengkubuwono direbut. Trofi-trofi itu kini terpampang rapi di Mess Eri Irianti di Jalan Karangayam, Surabaya.

Semasa jayanya, Syamsul Arifin dijuluki sebagai "Si Kepala Emas". Ini tak lepas dari kepiawainya mencetak gol dengan cara terbang menyudul bola di udara sambil menjatuhkan diri. Tak terhitung lagi berapa gol melalui sundulan kepala, yang pasti kepalanya juga kerap harus beradu dengak kaki pemain belakang lawan. Gaya nekadnya nyaris tidak ada pernah yang berani mau meniru.

Sebagai pemain, Syamsul yang kini tinggal di kawasan Tenggilis Surabaya itu selalu dituntut menjunjung disiplin tinggi. Baik di lapangan maupun luar lapangan. Sebab, kalau kalau sampai performa menurun banyak sekali striker yang mengambil posisinya.

"Kalau sundulan lemah, saya akan mengasah kemampuan menanduk bola sendirian. Menjadi pemain bola saat itu memang sangat membanggakan, apalagi memakai baju Persebaya, " ujarnya belum lama ini.

Meski merasa tidak lebih baik dari striker lainnya, namun ketika melihat di televisi, banyak penyerang lokal yang kurang punya pengertian dengan tim. ''Lebih sering menonjolkan ndividual saja. Tidak melihat posisi kawannya. Seharusnya bermain bola itu untuk tim, memang tidak semua tapi kebanyakan seperti itu, '' ucap Syamsul yang enggan menyebut nama striker yang dimaksud.

Terpisah, Mustaqim yang pernah lama bertandem dengan Syamsul Arifin mengatakan saling pengertian juga harus dibangun antar pemain di luar lapangan. "Kalau tanding di kandang lawan, Syamsul selalu minta sekamar dengan saya. Nggak tahu kenapa, tapi dari situ secara tidak disadari kita bisa mengetahui karakter masing-masing sehingga bisa saling pengertian di lapangan, " ujarnya.

Penampilan cemerlang Syamsul Arifin dan Mustaqim tak bisa lepas dari peran jenderal lapangan tengah Persebaya Budi Johannis. Dari aliran bolanya, gol-gol Syamsul maupun Mustaqim terlahir.

Saat itu Budi dengan ciri khas mengumpan tanpa melihat kawan atau biasa disebut "Bal Kero". Gaya itu kini seperti dimiliki Rendi Irawan. "Saya melakukan itu agar tidak terbaca lawan, saya sudah mengerti ke mana Taqim atau Syamsul bergerak sehingga tidak perlu melihatnya, " kenang Budi Johannis.

Ketika merebut mahkota juara 1987/1988, Persebaya memang memiliki materi pemain pas untuk menghasilkan kesebelasan produktif. Tumpuan serangan terletak pada duet Syamsul Arifin dan Mustaqim.

Di lapangan tengah, Persebaya diperkuat kuartet Budi Johannis, Yongky Kastanya, Aries Sainyakit, dan Hally Maura. Budi dan Yongky lebih banyak berperan sebagai pengatur serangan. Sedangkan Aries dan Hally menjadi penjelajah.

Sedangkan di lini belakang Persebaya terdiri dari Subangkit, Muharom Rosdiana, Zaenal Suripto / Usman Hadi dan palang pintu yang merangkap kapten Nuryono Haryadi, serta Putu Yasa di bawah mistar. Meski di era itu, Persebaya disebut paling menonjol dalam soal produktifitas gol hingga muncul slogan "Kami Haus Gol Kamu", namun di setiap era Persebaya selalu tidak pernah kehabisan penyerang andal.

Pada era 60-70 an misalnya, siapa yang tidak kenal nama Jacob Sihasale. Penyerang Persebaya dikenal rakus mencetak gol dan ikut andil besar membawa Bleduk Ijo menjadi runner-up Perserikatan tahun 1971 dan 1973.

Puncak prestasinya dicapai antara 1962-1970. Sebagai pemain Timnas Jacob tampil di berbagai turnamen, seperti Piala Raja 1968 dan Piala Raja 1969 di Bangkok; Piala Emas Agha Khan di Pakistan 1968 hingga Turnamen Merdeka 1969 di Kuala Lumpur.

Tahun 1966, Jacob terpilih untuk menjadi kesebelasan Asian All Stars bersama dengan Soetjipto Soentoro, Max Timisela, Iswadi Idris, dan Abdul Kadir. Mereka merupakan kuartet tercepat di Asia pada saat itu.

Dia juga turut membawa Indonesia menjadi juara Turnamen HUT Kota Jakarta 1972 di Jakarta ketika di partai final Indonesia berhasil menundukkan Timnas Korea Selatan dengan skor 5-2. Berdasarkan catatan, 100 gol lebih telah dibuat Jacob Sihasale sebelum undur diri dari persepakbolaan pada 1974.

Jika melihat penampilan Persebaya saat ini, entah kapan bisa terlahir kembali para penyerang haus gol. Bayangkan saja, menghadapi tim papan bawah Bontang FC, Minggu (13/5) lalu, Persebaya hanya mampu menang tipis 1-0. Padahal, Andik Vermansyah dkk tampil di depan ribuan bonek, pendukung setia Persebaya. Slogan pembakar semangat "Aku Haus Gol Kamu" harus diteriakkan lebih keras.
()
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4028 seconds (0.1#10.140)