Persik terjerat utang Rp 2 miliar
A
A
A
Sindonews.com - Juara Divisi Utama dua kali Persik Kediri ibaratnya sudah jatuh tertimpa tangga. Gagal promosi ke Indonesian Premier League (IPL) musim ini sekaligus mengalami krisis keuangan, klub kebanggaan Kota Tahu masih harus berutang sekira Rp2 miliar.
Utang tersebut akibat seretnya aliran dana dari Konsorsium PT Mitra Bola Indonesia (MBI) sebagai pemegang saham Persik. Musim lalu, konsorsium hanya mentransfer Rp2 miliar untuk kebutuhan semusim. Padahal kebutuhan Persik Kediri tak kurang dari Rp5 miliar untuk biaya kompetisi Divisi Utama.
Terpaksa untuk menutup kekurangan itu manajemen meminjam dari pihak lain, termasuk uang pribadi Manajer Persik Sunardi. Sebelum mengawali kompetisi Divisi Utama musim 2012-2013, kalkulasi yang dilakukan manajemen memunculkan fakta bahwa klub masih defisit Rp2 miliar.
Belum ada kepastian apakah konsorsium bersedia mengganti tunggakan utang Rp2 miliar tersebut. Asisten Manajer Persik Arya Wishnu mengungkapkan, konsorsium bakal memerika terlebih dahulu atau mengaudit keuangan Persik sebelum memutuskan mengganti atau tidak.
''Kami berpikir positif saja bahwa konsorsium bakal mengganti karena semua bukti keuangan masih ada. Uang Rp2 miliar itu benar-benar untuk kebutuhan tim dan kami harus mengembalikannya. Kami menunjukkan kondisi Persik yang sebenarnya, terutama aspek keuangan,” ungkap Arya, Rabu (17/10).
Hutang itu menjadi kabar buruk bagi Persikmania, supporter Persik, yang semakin frustrasi dengan nasib klubnya. Gagal promosi selama tiga musim berturut-turut, Macan Putih mengalami penurunan drastis dari jumlah penonton yang datang ke Stadion Brawijaya.
Sebagai klub yang seret keuangan dan miskin sponsor, nominal Rp2 miliar jelas bukan angka yang sedikit. Apalagi Persik dalam semusim terakhir mengandalkan pendanaan dari konsorsium sepenuhnya, tanpa ada tambahan berarti dari pihak lain alias sponsor sepertu beberapa tahun silam.
''Hingga sekarang kami belum mempunyai perencanaan apa-apa terkait musim depan. Bagaimana bisa konsentrasi musim depan, sedangkan musim lalu saja masih menyisakan persoalan. Keputusan sepenuhnya ada di konsorsium, termasuk kapan tim bakal memulai aktivitas,” tambahnya.
Pemain Persik yang masih bertahan di Kediri kini masih terkatung-katung pascaterminasi kontrak bulan lalu. Mereka tidak mempunyai status atau ikatan apa-apa dengan klub dan hanya bisa menunggu dimulainya program tim. Sedangkan jadwal kompetisi Divisi Utama sendiri juga belum jelas.
Finansial Persik Kediri terus melemah dalam tiga musim terakhir, tepatnya setelah degradasi ke Divisi Utama. Seiring berkurangnya gengsi, daya jual klub yang pernah merajai sepakbola nasional ini juga sangat buruk, itu terbukti dari hilangnya minat sponsor yang berinvestasi di Stadion Brawijaya.
Klimaksnya adalah ketika pemerintah melarang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk klub profesional sejak semusim lalu. Persik yang kehilangan akal kemudian menjual saham ke konsorsium, sekaligus merger dengan Minangkabau FC. Penjualan saham ini juga belum menjamin kesehatan keuangan Persik.
Utang tersebut akibat seretnya aliran dana dari Konsorsium PT Mitra Bola Indonesia (MBI) sebagai pemegang saham Persik. Musim lalu, konsorsium hanya mentransfer Rp2 miliar untuk kebutuhan semusim. Padahal kebutuhan Persik Kediri tak kurang dari Rp5 miliar untuk biaya kompetisi Divisi Utama.
Terpaksa untuk menutup kekurangan itu manajemen meminjam dari pihak lain, termasuk uang pribadi Manajer Persik Sunardi. Sebelum mengawali kompetisi Divisi Utama musim 2012-2013, kalkulasi yang dilakukan manajemen memunculkan fakta bahwa klub masih defisit Rp2 miliar.
Belum ada kepastian apakah konsorsium bersedia mengganti tunggakan utang Rp2 miliar tersebut. Asisten Manajer Persik Arya Wishnu mengungkapkan, konsorsium bakal memerika terlebih dahulu atau mengaudit keuangan Persik sebelum memutuskan mengganti atau tidak.
''Kami berpikir positif saja bahwa konsorsium bakal mengganti karena semua bukti keuangan masih ada. Uang Rp2 miliar itu benar-benar untuk kebutuhan tim dan kami harus mengembalikannya. Kami menunjukkan kondisi Persik yang sebenarnya, terutama aspek keuangan,” ungkap Arya, Rabu (17/10).
Hutang itu menjadi kabar buruk bagi Persikmania, supporter Persik, yang semakin frustrasi dengan nasib klubnya. Gagal promosi selama tiga musim berturut-turut, Macan Putih mengalami penurunan drastis dari jumlah penonton yang datang ke Stadion Brawijaya.
Sebagai klub yang seret keuangan dan miskin sponsor, nominal Rp2 miliar jelas bukan angka yang sedikit. Apalagi Persik dalam semusim terakhir mengandalkan pendanaan dari konsorsium sepenuhnya, tanpa ada tambahan berarti dari pihak lain alias sponsor sepertu beberapa tahun silam.
''Hingga sekarang kami belum mempunyai perencanaan apa-apa terkait musim depan. Bagaimana bisa konsentrasi musim depan, sedangkan musim lalu saja masih menyisakan persoalan. Keputusan sepenuhnya ada di konsorsium, termasuk kapan tim bakal memulai aktivitas,” tambahnya.
Pemain Persik yang masih bertahan di Kediri kini masih terkatung-katung pascaterminasi kontrak bulan lalu. Mereka tidak mempunyai status atau ikatan apa-apa dengan klub dan hanya bisa menunggu dimulainya program tim. Sedangkan jadwal kompetisi Divisi Utama sendiri juga belum jelas.
Finansial Persik Kediri terus melemah dalam tiga musim terakhir, tepatnya setelah degradasi ke Divisi Utama. Seiring berkurangnya gengsi, daya jual klub yang pernah merajai sepakbola nasional ini juga sangat buruk, itu terbukti dari hilangnya minat sponsor yang berinvestasi di Stadion Brawijaya.
Klimaksnya adalah ketika pemerintah melarang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk klub profesional sejak semusim lalu. Persik yang kehilangan akal kemudian menjual saham ke konsorsium, sekaligus merger dengan Minangkabau FC. Penjualan saham ini juga belum menjamin kesehatan keuangan Persik.
(aww)