Klub bisa eksplorasi dana penjualan merchandise

Selasa, 27 November 2012 - 15:38 WIB
Klub bisa eksplorasi...
Klub bisa eksplorasi dana penjualan merchandise
A A A
Sindonews.com - Sebuah klub sepak bola modern menggali finansial dari tiga aspek, yakni tiket penonton, sponsor dan penjualan merchandise. Klub-klub Indonesia menghadapi berbagai persoalan dalam penggalian dana dari tiga aspek itu, dan yang paling sulit adalah penjualan merchandise klub.

Mungkin untuk aspek receipt gate atau pendapatan tiket dan sponsor masih bisa dijalankan walau kurang maksimal. Pekerjaan rumah (PR) yang belum tergarap adalah penggalian dana dari merchandise. Baru Arema FC yang pernah menemukan solusi eksplorasi merchandise.

Sedangkan klub-klub lain di Jawa Timur belum memiliki keberanian sekaligus niat untuk mulai menggerap aspek ini. Jika ditelisik lebih jauh, penjualan merchandise memang tidak sederhana. Butuh persiapan rumit sekaligus tidak menjanjikan dana dalam jumlah besar.

Pengalaman Arema FC pada musim 2010-2011 membuktikan, klub harus bekerja keras untuk mendapatkan bagian dari penjualan merchandise. Ada tiga pihak yang harus bergerak secara bersamaan untuk urusan merchandise, yakni klub, produsen, sekaligus supporter atau konsumen.

Tanpa keterlibatan secara aktif dari ketiga pihak tersebut, mustahil bisa mengekplorasi potensi dari merchandise. Hanya menjual merchandise asli klub di gerai khusus tidak banyak memberikan profit untuk klub. Solusi terbaiks ejauh ini memang royalti seperti yang diterapkan Arema FC dua musim lalu.

Masalahnya, hingga sekarang belum ada klub lain yang mengikuti langkah tersebut. Merchandise klub bergerak secara liar di lapak-lapak yang justru tidak memberikan kontribusi apa-apa kepada klub. Ini terkait langsung dengan lemahnya proteksi hak cipta di negeri ini.

''Tidak mungkin memproteksi produsen merchandise dengan hak cipta. Solusi paling efektif ya 'hang tag' seperti yang pernah diterapkan Arema. Tapi itu butuh kerja keras dari semua pihak, dan paling penting adalah kesadaran supporter dalam memberikan kontribusi untuk tim,” ujar Siti Nurzanah, mantan Direktur Marketing Arema FC yang pernah menjalankan strategi hang tag pada merchandise klub.

Penggarapan sektor merchandise yang belum diminati klub, menurutnya juga disebabkan pemasukan yang tidak begitu besar. Sistem royalti yang hanya mengambil sekian persen dari hasil penjualan merchandise, memang tidak menghasilkan duit besar bagi klub.

Seperti yang terjadi di Arema, hasil 'hang tag' hanya cukup untuk menutupi keperluan kantor. ''Mungkin karena hasilnya tidak seberapa dan rumit, klub-klub malas menjalankan itu. Padahal kalau melihat ke depannya, ini bisa menjadi awal yang bagus dan bisa terus dikembangkan,” turur wanita berjilbab ini.

Di Jawa Timur sendiri ada sejumlah klub dengan domain supporter besar yang mempunyai potensi menggali dana dari merchandise. Persebaya Surabaya, Persela Lamongan, Persibo Bojonegoro, Persegres Gresik, merupakan klub-klub yang bisa menjalankan strategi itu.

Sayangnya, hingga kini belum ada yang berpikiran ke sana. Klub lebih senang berkeliaran mencari sponsor yang memang menjanjikan dana lebih besar untuk operasional klub. Intinya marketing klub tidak ada yang serius menggarap merchandise sebagai salah satu penopang klub.

“Kuncinya ada di klub itu sendiri. Jika bisa memberikan sosialisasi kepada supporter serta produsen, saya yakin semua klub bisa melakukannya. Hanya saja harus diakui marketing klub-klub Indonesia sangat rendah. Bahkan saya yakin banyak klub yang tidak sampai berpikir soal merchandise,” ujar Suyitno, pengamat bola asal Malang.

Soal kontribusi suporter, dia yakin tidak akan keberatan membeli produk dengan royalti ke klub. ''Suporter bola sudah paham dan mau melakukan apa saja untuk klubnya. Bahkan produsen merchandise kebanyakan suporter juga. Jadi kunci ada pada kemauan klub,” cetusnya.
(aww)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1549 seconds (0.1#10.140)