Budaya petasan harus dihilangkan
A
A
A
Sindonews.com - Ketua Umum (Ketum) The Jakmania, Larico Ranggamone, mengecam keras adanya petasan dan flare di sebuah pertandingan sepak bola. Apalagi hal itu, sampai berimbas pada tidak bisanya suporter menyaksikan tim kesayangan bertanding secara langsung.
Seperti diketahui bersama, sepak bola Indonesia akhirnya dijatuhi sanksi oleh Komisi Disiplin (Komdis) AFC terkait kasus petasan dan flare yang dilakukan suporter Indonesia. Di mana hal tersebut, akhirnya berimbas dilarangnya suporter Indonesia menyaksikan secara langsung dua laga kandang tim nasional (timnas) Indonesia di laga lanjutan Pra Piala Asia (PPA) 2015 Grup C.
Sepak bola Indonesia disanksi, setelah adanya petasan dan flare dalam babak Kualifikasi Pra Piala Asia (PPA) U-22 di Riau 2012. Namun tidak hanya sampai disitu kejadian tersebut terjadi. Akan tetapi juga terjadi dalam laga kedua timnas Indonesia di PPA 2015 Grup C kontra Arab Saudi. Padahal di laga tersebut, Indonesia dalam masa percobaan setelah kejadian di Raiu.
Kerugian besar pun dialami suporter Indonesia, karena tidak bisa menyaksikan dua laga kandang tim Garuda. Dimana dua laga yang dimaksud adalah, saat Boaz Solossa dkk menjamu timnas China di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, 15 Oktober. Dan satu lain yang juga dimainkan di SUGBK adalah, saat tim besutan Jacksen F Tiago menjamu timnas Irak, 19 November mendatang.
"Sangat menyesalkan hal itu terjadi ke timnas, akibat ulah dari suporter. Kreatifitas itu bukan hanya dari petasan atau flare atau apapun yang pada akhirnya akan membahayakan banyak orang terutama pemain," ungkap Larico, di Sekretariat PSSI Pers, Jakarta, Selasa (1/10).
Larico pun menambahkan, jika kelakuan suporter yang seperti itu biasanya bersifat individual. Dan kenapa petasan atau flare pada akhirnya bisa masuk ke dalam stadion, pria yang sudah dua periode menjabat sebagai Ketum Jakmania ini menyoroti kinerja pihak keamanan.
"Sebenarnya kalau menjagaan ketat, hal tersebut tidak akan terjadi. Tapi lagi-lagi jika pihak keamanaan kerap kecolongan. Kami akui, jika adanya flare akan membuat isi stadion menjadi menari. Apalagi bisa didapat dengan harga yang murah, kira-kira dengan harga Rp. 50 ribu sudah bisa didapat. Tapi ingat hal itu merugikan," tutup Larico.
Seperti diketahui bersama, sepak bola Indonesia akhirnya dijatuhi sanksi oleh Komisi Disiplin (Komdis) AFC terkait kasus petasan dan flare yang dilakukan suporter Indonesia. Di mana hal tersebut, akhirnya berimbas dilarangnya suporter Indonesia menyaksikan secara langsung dua laga kandang tim nasional (timnas) Indonesia di laga lanjutan Pra Piala Asia (PPA) 2015 Grup C.
Sepak bola Indonesia disanksi, setelah adanya petasan dan flare dalam babak Kualifikasi Pra Piala Asia (PPA) U-22 di Riau 2012. Namun tidak hanya sampai disitu kejadian tersebut terjadi. Akan tetapi juga terjadi dalam laga kedua timnas Indonesia di PPA 2015 Grup C kontra Arab Saudi. Padahal di laga tersebut, Indonesia dalam masa percobaan setelah kejadian di Raiu.
Kerugian besar pun dialami suporter Indonesia, karena tidak bisa menyaksikan dua laga kandang tim Garuda. Dimana dua laga yang dimaksud adalah, saat Boaz Solossa dkk menjamu timnas China di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Jakarta, 15 Oktober. Dan satu lain yang juga dimainkan di SUGBK adalah, saat tim besutan Jacksen F Tiago menjamu timnas Irak, 19 November mendatang.
"Sangat menyesalkan hal itu terjadi ke timnas, akibat ulah dari suporter. Kreatifitas itu bukan hanya dari petasan atau flare atau apapun yang pada akhirnya akan membahayakan banyak orang terutama pemain," ungkap Larico, di Sekretariat PSSI Pers, Jakarta, Selasa (1/10).
Larico pun menambahkan, jika kelakuan suporter yang seperti itu biasanya bersifat individual. Dan kenapa petasan atau flare pada akhirnya bisa masuk ke dalam stadion, pria yang sudah dua periode menjabat sebagai Ketum Jakmania ini menyoroti kinerja pihak keamanan.
"Sebenarnya kalau menjagaan ketat, hal tersebut tidak akan terjadi. Tapi lagi-lagi jika pihak keamanaan kerap kecolongan. Kami akui, jika adanya flare akan membuat isi stadion menjadi menari. Apalagi bisa didapat dengan harga yang murah, kira-kira dengan harga Rp. 50 ribu sudah bisa didapat. Tapi ingat hal itu merugikan," tutup Larico.
(nug)