Derby klasik tak terselamatkan
A
A
A
Sindonews.com —Terhapusnya Persema Malang dari sepakbola profesional musim depan, bakal mengakhiri derby klasik di Malang. Di sepakbola Indonesia, Malang pernah menjadi satu-satunya kota yang menyajikan pertandingan antara dua klub dalam kurun waktu paling lama.
Sejak kompetisi Galatama dan perserikatan digabung, perseteruan antara Persema Malang dan Arema Malang selalu ditunggu publik Kota Apel. Apalagi dulunya mereka sama-sama bermarkas di Stadion Gajayana, Kota Malang. Aroma derby tak surut walau Arema bergeser ke Stadion Kanjuruhan pada 2007.
Walau pertandingan derby sempat terganggu degradasinya Persema pada 2003-2005 serta munculnya Liga Primer Indonesia (LPI), namun hingga 2013 pertandingan derby tersebut tetap ada. Itu setelah Arema IPL berlaga di kompetisi yang sama dengan Persema.
Kendati derby di kompetisi Indonesian Premier League (IPL) kurang gereget, tapi paling tidak masih ada pertemuan klub sekota di Malang. Sayang kondisi akan jauh berbeda pada musim-musim mendatang, yakni setelah Persema Malang dipastikan menjadi klub amatir.
Derby klasik pun tak terselamatkan karena Arema bakal menjadi satu-satunya wakil Malang di liga unifikasi 2014. Persema yang harus merangkak dari Divisi III, tentunya harus menempuh perjalanan panjang untuk bisa kembali bersanding dengan saudara mudanya itu.
Laga derby Malang mungkin bisa terwujud jika klub Divisi Utama Persekam Metro FC, dulunya klub milik Pemerintah Kabupaten Malang, promosi ke kompetisi level satu. Namun tetap tidak akan bisa menyaingi sejarah panjang derby antara Persema dengan Arema.
“Saya selalu menonton pertandingan derby antara Arema dan Persema sejak akhir 90-an. Bagi saya itu pertandingan paling menarik karena selalu melibatkan emosi dan gengsi. Dulu tak jarang pemain tawuran di lapangan. Jelas saya akan merindukan pertandingan Arema lawan Persema,” kata Nur Wachid, 52, seorang penikmat bola di Malang.
Dia masih bisa mengingat pemain-pemain dari Persema dan Arema yang gemar beradu jotos di lapangan pada akhir 90-an, seperti Kuncoro, Putu Gede, M Iksan, Mohamad Ansori. Mereka tak jarang sebagai otak permainan keras di Stadion Gajayana.
Wachid sendiri sebenarnya bukanlah supporter yang fanatik pada klub tertentu, baik Persema maupun Arema. Pria asal Sukun, Malang, ini sekadar pecinta bola yang selalu hadir di stadion. “Saya senang melihat saja. Saya mencintai sepakbola Malang dan semua klub Malang saya dukung,” ujarnya sambil tersenyum.
Gusnul Yakin, mantan pelatih Arema Malang, mengatakan Malang kurang gereget tanpa adanya pertandingan derby. Walau dalam sejarahnya Arema lebih mendominasi, namun sebagai kompetitor terdekat, Persema adalah lawan yang paling ditunggu Aremania, supporter Arema.
“Kalau Arema saja yang bermain di kompetisi, jelas kurang semarak. Saya sendiri sangat menikmati saat menonton pertandingan derby antara Arema dan Persema. Malang jelas sangat merindukan adanya pertandingan derby lagi. Tapi tentu harus menunggu lama jika Persema main di kompetisi amatir,” urainya.
Sejak kompetisi Galatama dan perserikatan digabung, perseteruan antara Persema Malang dan Arema Malang selalu ditunggu publik Kota Apel. Apalagi dulunya mereka sama-sama bermarkas di Stadion Gajayana, Kota Malang. Aroma derby tak surut walau Arema bergeser ke Stadion Kanjuruhan pada 2007.
Walau pertandingan derby sempat terganggu degradasinya Persema pada 2003-2005 serta munculnya Liga Primer Indonesia (LPI), namun hingga 2013 pertandingan derby tersebut tetap ada. Itu setelah Arema IPL berlaga di kompetisi yang sama dengan Persema.
Kendati derby di kompetisi Indonesian Premier League (IPL) kurang gereget, tapi paling tidak masih ada pertemuan klub sekota di Malang. Sayang kondisi akan jauh berbeda pada musim-musim mendatang, yakni setelah Persema Malang dipastikan menjadi klub amatir.
Derby klasik pun tak terselamatkan karena Arema bakal menjadi satu-satunya wakil Malang di liga unifikasi 2014. Persema yang harus merangkak dari Divisi III, tentunya harus menempuh perjalanan panjang untuk bisa kembali bersanding dengan saudara mudanya itu.
Laga derby Malang mungkin bisa terwujud jika klub Divisi Utama Persekam Metro FC, dulunya klub milik Pemerintah Kabupaten Malang, promosi ke kompetisi level satu. Namun tetap tidak akan bisa menyaingi sejarah panjang derby antara Persema dengan Arema.
“Saya selalu menonton pertandingan derby antara Arema dan Persema sejak akhir 90-an. Bagi saya itu pertandingan paling menarik karena selalu melibatkan emosi dan gengsi. Dulu tak jarang pemain tawuran di lapangan. Jelas saya akan merindukan pertandingan Arema lawan Persema,” kata Nur Wachid, 52, seorang penikmat bola di Malang.
Dia masih bisa mengingat pemain-pemain dari Persema dan Arema yang gemar beradu jotos di lapangan pada akhir 90-an, seperti Kuncoro, Putu Gede, M Iksan, Mohamad Ansori. Mereka tak jarang sebagai otak permainan keras di Stadion Gajayana.
Wachid sendiri sebenarnya bukanlah supporter yang fanatik pada klub tertentu, baik Persema maupun Arema. Pria asal Sukun, Malang, ini sekadar pecinta bola yang selalu hadir di stadion. “Saya senang melihat saja. Saya mencintai sepakbola Malang dan semua klub Malang saya dukung,” ujarnya sambil tersenyum.
Gusnul Yakin, mantan pelatih Arema Malang, mengatakan Malang kurang gereget tanpa adanya pertandingan derby. Walau dalam sejarahnya Arema lebih mendominasi, namun sebagai kompetitor terdekat, Persema adalah lawan yang paling ditunggu Aremania, supporter Arema.
“Kalau Arema saja yang bermain di kompetisi, jelas kurang semarak. Saya sendiri sangat menikmati saat menonton pertandingan derby antara Arema dan Persema. Malang jelas sangat merindukan adanya pertandingan derby lagi. Tapi tentu harus menunggu lama jika Persema main di kompetisi amatir,” urainya.
(wbs)