Bahasa ganjalan utama wasit
A
A
A
Sindonews.com - Kendala bahasa dianggap sebagai masalah utama dalam program pengembangan referee (wasit) di Indonesia. Hal itu yang terlontar dari pernyataan Kepala Bidang Pengembangan PP PBSI, Basri Yusuf.
Saat ini PBSI terus melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan bulutangkis sebagai salah satu olahraga andalan dan kebanggaan negeri ini. Tak hanya gencar dalam meningkatkan prestasi atlet, pengembangan technical official juga dilakukan PP PBSI. Salah satunya adalah dengan mengadakan ujian referee nasional 2014 di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur, 26-29 Januari.
Bukan perkara mudah menjalankan program pengembangan referee di Indonesia. Berbagai kendala mewarnai aplikasi program ini seperti kemampuan berbahasa Inggris. Seperti dituturkan Basri, terdapat dua wakil Indonesia yang dinyatakan tidak lolos ujian pada tahun 2013 di Kudus, Jawa Tengah, karena kurangnya kemampuan berbahasa Inggris.
"Kami tak mau hal ini terulang lagi, oleh karenanya, PP PBSI akan memberikan support terkait dengan kendala bahasa," ucap Basri dilaman Badmintonindonesia.org, Minggu (26/1).
Sementara itu, menurut Edy Rufianto, salah satu wasit tingkat internasional asal Indonesia yang juga mengikuti ujian referee mengatakan, bukan cuma bahasa yang menjadi masalah. Tetapi tingkat intelejensi juga menentukan kualitas seorang referee.
"Kendala bahasa memang masalah yang umum dalam mencari referee di Indonesia. Tetapi selain itu, mencari referee dengan tingkat intelejensi yang cukup juga tak mudah. Referee tidak boleh salah menginterpretasikan masalah, bisa berbahaya," timpal Edy.
Saat ini PBSI terus melakukan berbagai upaya dalam mengembangkan bulutangkis sebagai salah satu olahraga andalan dan kebanggaan negeri ini. Tak hanya gencar dalam meningkatkan prestasi atlet, pengembangan technical official juga dilakukan PP PBSI. Salah satunya adalah dengan mengadakan ujian referee nasional 2014 di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur, 26-29 Januari.
Bukan perkara mudah menjalankan program pengembangan referee di Indonesia. Berbagai kendala mewarnai aplikasi program ini seperti kemampuan berbahasa Inggris. Seperti dituturkan Basri, terdapat dua wakil Indonesia yang dinyatakan tidak lolos ujian pada tahun 2013 di Kudus, Jawa Tengah, karena kurangnya kemampuan berbahasa Inggris.
"Kami tak mau hal ini terulang lagi, oleh karenanya, PP PBSI akan memberikan support terkait dengan kendala bahasa," ucap Basri dilaman Badmintonindonesia.org, Minggu (26/1).
Sementara itu, menurut Edy Rufianto, salah satu wasit tingkat internasional asal Indonesia yang juga mengikuti ujian referee mengatakan, bukan cuma bahasa yang menjadi masalah. Tetapi tingkat intelejensi juga menentukan kualitas seorang referee.
"Kendala bahasa memang masalah yang umum dalam mencari referee di Indonesia. Tetapi selain itu, mencari referee dengan tingkat intelejensi yang cukup juga tak mudah. Referee tidak boleh salah menginterpretasikan masalah, bisa berbahaya," timpal Edy.
(wbs)