Korban kekerasan antarsuporter Persiba meninggal
A
A
A
Sindonews.com - Kompetisi sepak bola di Indonesia kembali memakan tumbal. Korban kerusuhan antarsuporter Persiba Bantul, Jupita, 33, warga Cegokan, Wonolelo, Pleret, Bantul, Yogyakarta, akhirnya meninggal pada Rabu (12/2) pagi tadi. Peristiwa yang memakan korban ini diharap menjadi pelajaran dan agar pendukung sepak bola bisa lebih dewasa.
Manajer Persiba Bantul, Hanung Raharja mengatakan, Jupita merupakan sosok teman yang terus mendampingi timnya hingga sampai ke kompetisi tertinggi di Liga Indonesia. Atas kejadian ini, diharap seluruh suporter bisa semakin dewasa dalam memberikan dukungan kepada timnya. "Jangan sampai hal ini terulang lagi. Karena sepak bola, ada yang sakit dan menjadi korban," tuturnya.
Ketua Umum Persiba Bantul, Idham Samawi yang datang melayat mengatakan, sangat menghormati atas kerelaan keluarga yang tidak menuntut apa-apa. "Kita akan tanggung biaya pendidikan anaknya hingga sampai ke perguruan tinggi," tuturnya.
Atas kejadian ini, nasib Persiba Bantul apakah akan mundur dari kompetisi Indonesia Super League (ISL) atau tidak, masih belum diputuskan. Nantinya, akan melakukan konsolidasi internal terlebih dahulu.
Dwi Budi Santoso, 20, salah satu teman korban, dirinya mengenal Jupita adalah sosok pribadi yang mempunyai rasa sosial tinggi. Baik kepada tetangga, maupun teman sesama suporter baik yang masih muda. "Dia orangnya baik, rasa sosialnya tinggi," katanya.
Dia juga merasa kehilangan sosok Jupita yang juga sebagai salah satu pengurus di Pasukan Suporter Bantul Militan (Paserbumi). Jenazah dikebumikan pada sore tadi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) setempat.
Jupita menjadi korban kekerasan antarsuporter yang terjadi saat Persiba Bantul menjamu Persiram Raja Ampat pada Sabtu (8/2) lalu. Tawuran tersebut antara kelompok Paserbumi dengan Curva Nord Famiglia (CNF). Dirinya terkena pukulan helm di kepala bagian belakangnya saat masih di dalam stadion, usai laga.
Jupita sempat dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yohyakarta dan koma selama lima hari. Namun, kondisinya yang semakin kritis pada dini hari kemarin, sekitar pukul 05.30 WIB. Korban masih meninggalkan satu anak yang masih berumur tiga tahun dan satu istrinya. "Mas Jupita, sehari-hari kerja di tempat jagal (sate)," lanjut Dwi.
Anom Suroto, Lurah Paserbumi pun mengatakan hal yang sama. Atas kejadian ini diharapkan selanjutnya ada perubahan. Dari kedua kelompok suporter juga ada suatu mediasi. "Kerusuhan sampai ada korban baru sekali ini," paparnya.
Manajer Persiba Bantul, Hanung Raharja mengatakan, Jupita merupakan sosok teman yang terus mendampingi timnya hingga sampai ke kompetisi tertinggi di Liga Indonesia. Atas kejadian ini, diharap seluruh suporter bisa semakin dewasa dalam memberikan dukungan kepada timnya. "Jangan sampai hal ini terulang lagi. Karena sepak bola, ada yang sakit dan menjadi korban," tuturnya.
Ketua Umum Persiba Bantul, Idham Samawi yang datang melayat mengatakan, sangat menghormati atas kerelaan keluarga yang tidak menuntut apa-apa. "Kita akan tanggung biaya pendidikan anaknya hingga sampai ke perguruan tinggi," tuturnya.
Atas kejadian ini, nasib Persiba Bantul apakah akan mundur dari kompetisi Indonesia Super League (ISL) atau tidak, masih belum diputuskan. Nantinya, akan melakukan konsolidasi internal terlebih dahulu.
Dwi Budi Santoso, 20, salah satu teman korban, dirinya mengenal Jupita adalah sosok pribadi yang mempunyai rasa sosial tinggi. Baik kepada tetangga, maupun teman sesama suporter baik yang masih muda. "Dia orangnya baik, rasa sosialnya tinggi," katanya.
Dia juga merasa kehilangan sosok Jupita yang juga sebagai salah satu pengurus di Pasukan Suporter Bantul Militan (Paserbumi). Jenazah dikebumikan pada sore tadi di Tempat Pemakaman Umum (TPU) setempat.
Jupita menjadi korban kekerasan antarsuporter yang terjadi saat Persiba Bantul menjamu Persiram Raja Ampat pada Sabtu (8/2) lalu. Tawuran tersebut antara kelompok Paserbumi dengan Curva Nord Famiglia (CNF). Dirinya terkena pukulan helm di kepala bagian belakangnya saat masih di dalam stadion, usai laga.
Jupita sempat dirawat di Rumah Sakit Panti Rapih Yohyakarta dan koma selama lima hari. Namun, kondisinya yang semakin kritis pada dini hari kemarin, sekitar pukul 05.30 WIB. Korban masih meninggalkan satu anak yang masih berumur tiga tahun dan satu istrinya. "Mas Jupita, sehari-hari kerja di tempat jagal (sate)," lanjut Dwi.
Anom Suroto, Lurah Paserbumi pun mengatakan hal yang sama. Atas kejadian ini diharapkan selanjutnya ada perubahan. Dari kedua kelompok suporter juga ada suatu mediasi. "Kerusuhan sampai ada korban baru sekali ini," paparnya.
(aww)