Lagu Kebangsaan dan Nasionalisme dalam Sepak Bola (1-Bersambung)

Selasa, 17 Juni 2014 - 20:50 WIB
Lagu Kebangsaan dan...
Lagu Kebangsaan dan Nasionalisme dalam Sepak Bola (1-Bersambung)
A A A
Pergelaran Piala Dunia Brazil 2014 telah dimulai sepekan terakhir. Pesta sepak bola terakbar sejagat ini menyita perhatian massa di segala penjuru dunia. Para pecinta sepak bola menyambut Piala Dunia dengan suka cita.

Bagi para pekerja kereta api dan aktivis buruh, mereka menyambutnya dengan bentuk protes demonstrasi terhadap pemerintah Brazil yang dianggap menghamburkan uang demi sepak bola daripada mendahulukan pembangunan infrastruktur, pendidikan serta kesejahteraan rakyatnya.

Banyak kalangan memprediksi pergelaran Piala Dunia Brazil kali ini memiliki kekurangan dalam segi persiapannya. Amburadulnya persiapan itu, barangkali terwakili oleh insiden tidak dikumandangkannya national anthem (lagu kebangsaan) saat pertandingan pertama penyisihan grup D antara Prancis dan Honduras (16/06/2014).

Lagu kebangsaan selama ini memang menjadi kewajiban untuk diperdengarkan dan dikumandangkan sebelum kick off pertandingan dimulai. Sebenarnya, para pemain dari kedua kesebelasan beserta wasit dan perangkat pertandingan telah berada dalam kondisi siap.

Namun, setelah menunggu beberapa saat, wasit melihat gelagat keanehan tersebut dan langsung meminta kedua kesebelasan langsung berjabat tangan dan melakukan kick off tanda dimulainya pertandingan.

Insiden memalukan ini tidak langsung mendapatkan tanggapan dari FIFA dan panitia penyelenggara. Keesokan harinya baru terdengar pernyataan resmi penyesalan dari FIFA bahwa insiden ini hanyalah kendala teknis akibat sound system yang tidak berfungsi dengan baik dan akan mengevaluasi sumber penyebabnya.

Namun demikian, tidak diperdengarkannya lagu kebangsaan menimbulkan kekecewaan mendalam bagi kedua kesebelasan dan juga suporter yang sudah memadati stadion maupun suporter layar kaca yang menyaksikannya melalui televisi. Tidak diperdengarkannya sebuah lagu kebangsaan dalam pertandingan sepak bola antarnegara tidak bisa dianggap sepele karena berkaitan dengan wujud artikulasi nasionalisme.

Simbol-Simbol Perawat Nasionalisme

Hans Kohn pernah menyatakan bahwa nasionalisme adalah suatu faham yang menempatkan kesetiaan tertinggi individu maupun sebuah komunitas terhadap bangsa dan negara. Nasionalisme semakin lama semakin memiliki peranan penting dalam membentuk segi-segi sendi kehidupan baik yang bersifat umum kolektif maupun yang bersifat pribadi.

Kesadaran nasionalisme suatu bangsa tebangun secara bersama-sama untuk mencapai, mempertahankan dan mengabadikan identitas, integritas serta kemakmuran bangsa. Loyalitas dan kesadaran itu kemudian mewujud dalam sebuah simbol-simbol kenegaraan.

Simbol itu berupa lagu kebangsaan, lambang negara, bendera dan peringatan peristiwa-peristiwa bersejarah bagi bangsa dan negara yang bersangkutan sebagai bentuk upaya untuk merawat semangat nasionalismenya, rasa kecintaan terhadap tanah air.

Simbol-simbol wujud nasionalisme itu pun kemudian berubah menjadi gengsi untuk meraih prestasi yang diperlukan sebagai sumber inspirasi dan kebanggaan bagi warga negara bangsa dalam bentuk kejuaraan olahraga seperti pertandingan sepak bola.

Kapten Timnas Prancis, Hugo Lloris mengekspresikan kekecewaan atas insiden memalukan ini. Para pemain Prancis sangat sedih karena tidak bisa menyanyikan Le Marseillaise. Hal itu memengaruhi suasana batin pemain dan seluruh perangkat tim. Lagu kebangsaan menurut Lloris adalah sesuatu hal yang sangat penting.

Timnas sepak bola Prancis bermain di Piala Dunia Brasil mewakili negara Prancis dan bukan kepentingan kelompok. Setiap laga antar bangsa dan negara, baik dalam laga kompetisi kejuaraan dan uji coba harus didahului dengan lagu kebangsaan.Ekspresi kekecewaan Lloris nampaknya mewakili realitas multikultur dan pluralnya masyarakat Prancis.

Simbol lagu kebangsaan Le Marseillaise merupakan alat pemersatu pertemuan bangsa-bangsa dari penjuru Afrika, Asia terutama Timur Tengah dan Eropa yang mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari bangsa yang mendiami seluruh penjuru sudut tanah air Prancis. Pluralitas dan perbedaan yang multikultur tersebut berhasil direkatkan atas dasar kesamaan visi dan tujuan untuk hidup bersama (l’desir d’etre ensamble) seperti kata Ernest Renant.

(*) Dosen Luar Biasa PPKn Unair dan Universitas Ciputra Surabaya
(aww)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0813 seconds (0.1#10.140)