30 Putusan Terkait Kasus PSS-PSIS
A
A
A
JAKARTA - Komisi Disiplin (Komdis) PSSI menyatakan ada 30 putusan tekait kasus “sepakbola gajah” yang melibatkan PSS Sleman kontra PSIS Semarang. Tapi seperti apa putusan badan peradilan sepakbola Indonesia yang diketuai Hinca Panjaitan tersebut, Komdis belum bisa menyampaikan hasil dari putusan tersebut secara langsung kepada publik saat ini.
Seperti diketahui bersama, PSS dan PSIS telah dijatuhi hukuman diskualifikasi dari kompetisi Divisi Utama 2014. Namun, Komdis tidak berhenti sampai disitu dalam melakukan penyelidikan. Dalam sidang ketiga di Kantor PSSI, Jakarta, kemarin, Komdis memanggil perangkat pertandingan dan pelatih kedua tim.
“Sekurangnya ada 30 salinan putusan terkait PSS dan PSIS. Jadi kasus ini menjadi sangat serius, oleh karena itu yang sudah selesai kita selesaikan, salinan putusan nanti tinggal kita umumkan. Yang belum masih dilanjutkan,” ungkap Hinca, setelah kurang lebih lima jam bersidang.
Lebih lanjut Hinca menyampaikan, jika saat ini situasinya bukan hanya semata-mata soal kasus PSS dan PSIS. Akan tetapi menurutnya, ada hal lebih besar yang harus dia jelaskan ke FIFA dan AFC. Bahkan tanpa keraguan Hinca menjelaskan jika kasus yang terjadi di Yogyakarta itu hanyalah kasus kecil. Dia berjanji, akan ada hal lebih besar yang nantinya segera dirinya buka.
Meski enggan menyebutkan kapan kepastian akan di rilis, tapi dia mengakui bahwa kejadian PSS dan PSIS masuk dalam jerat pengaturan pertandingan (match fixing) global. Bukan hanya sebatas di laga PSS konttra PSIS di delapan besar Divisi Utama, karena persoalannya juga sampai menyentuh kejahatan mafia pertandingan hingga di kompetisi Indonesia Super League (ISL).
“Dalam surat FIFA yang tadi saya perlihatkan, jelas bahwa kejadian di PSS dan PSIS bukan hanya melukai sepakbola Indonesia. Tapi juga melukai FIFA. Peraturan dibuat sedemikian rupa agar semangat sepakbola untuk menang terjaga. Tapi apa yang diperlihatkan di PSS dengan PSIS. Kita diminta menjelaskan ke FIFA sebelum tanggal 17 ini,” jelas Hinca.
“Sejak awal sudah kami sampaikan, match fixing itu ada, mafia itu ada, soal hasil tunggu saja. Mungkin akan mengejutkan, jika nanti sudah saya umumkan. Ini bukan sekedar menang kalah, karena bagi Komdis kasus PSS dan PSIS hanya ecek-ecek saja. Kami sudah ke Medan, Balikpapan, beberapa daerah lain untuk mencari tahu semua,” sambung Hinca.
Sementara itu, di kubu PSIS yang dipanggil adalah Manajer, Wahyu 'Liluk' Winarto, dan pelatih Eko Riyadi. Mereka dipanggil satu persatu oleh Komdis. Sedangkan GM PSIS, Kairul Anwar menunggu di ruangan berbeda. Kairul sendiri menyatakan, bahwa sidang kali ini berbeda dengan sidang pertama. Menurut dia, pihaknya dimintai keterangan soal dugaan adanya match fixing atau pengaturan pertandingan.
"Kalau sidang pertama dulu, materinya terkait kenapa terjadi seperti itu. Kalau panggilan kedua ini, konteks soal dugaan match fixing atau tidak. Tadi, kami minta kepada pelatih dan manajer untuk menyampaikan seadanya dan jangan ditutup-tutupi," kata Kairul.
Terkait dugaan match fixing, dia memastikan tak pernah menemui adanya skenario seperti itu. Walau begitu, Kairul mengaku siap menerima putusan apapun yang ditetapkan Komdis. Dan dia yakin, Komdis akan mengeluarkan keputusan yang obyektif terkait kasus yang sedang dialami klubnya tersebut.
"Saya menilai dari perjalanan perkara munculnya sepakbola gajah, saya tak menemui satu rupiah pun terkait match fixing. Kami sudah mengklarifikasi semua kepada Komdis. Hasil seperti apa, silakan konfirmasi ke Komdis. Kami akan hormati keputusan Komdis. Pasti sudah dipertimbangkan dengan matang dan obyektif. Apalagi, Pak Hinca adalah seorang lawyer," tutupnya.
Seperti diketahui bersama, PSS dan PSIS telah dijatuhi hukuman diskualifikasi dari kompetisi Divisi Utama 2014. Namun, Komdis tidak berhenti sampai disitu dalam melakukan penyelidikan. Dalam sidang ketiga di Kantor PSSI, Jakarta, kemarin, Komdis memanggil perangkat pertandingan dan pelatih kedua tim.
“Sekurangnya ada 30 salinan putusan terkait PSS dan PSIS. Jadi kasus ini menjadi sangat serius, oleh karena itu yang sudah selesai kita selesaikan, salinan putusan nanti tinggal kita umumkan. Yang belum masih dilanjutkan,” ungkap Hinca, setelah kurang lebih lima jam bersidang.
Lebih lanjut Hinca menyampaikan, jika saat ini situasinya bukan hanya semata-mata soal kasus PSS dan PSIS. Akan tetapi menurutnya, ada hal lebih besar yang harus dia jelaskan ke FIFA dan AFC. Bahkan tanpa keraguan Hinca menjelaskan jika kasus yang terjadi di Yogyakarta itu hanyalah kasus kecil. Dia berjanji, akan ada hal lebih besar yang nantinya segera dirinya buka.
Meski enggan menyebutkan kapan kepastian akan di rilis, tapi dia mengakui bahwa kejadian PSS dan PSIS masuk dalam jerat pengaturan pertandingan (match fixing) global. Bukan hanya sebatas di laga PSS konttra PSIS di delapan besar Divisi Utama, karena persoalannya juga sampai menyentuh kejahatan mafia pertandingan hingga di kompetisi Indonesia Super League (ISL).
“Dalam surat FIFA yang tadi saya perlihatkan, jelas bahwa kejadian di PSS dan PSIS bukan hanya melukai sepakbola Indonesia. Tapi juga melukai FIFA. Peraturan dibuat sedemikian rupa agar semangat sepakbola untuk menang terjaga. Tapi apa yang diperlihatkan di PSS dengan PSIS. Kita diminta menjelaskan ke FIFA sebelum tanggal 17 ini,” jelas Hinca.
“Sejak awal sudah kami sampaikan, match fixing itu ada, mafia itu ada, soal hasil tunggu saja. Mungkin akan mengejutkan, jika nanti sudah saya umumkan. Ini bukan sekedar menang kalah, karena bagi Komdis kasus PSS dan PSIS hanya ecek-ecek saja. Kami sudah ke Medan, Balikpapan, beberapa daerah lain untuk mencari tahu semua,” sambung Hinca.
Sementara itu, di kubu PSIS yang dipanggil adalah Manajer, Wahyu 'Liluk' Winarto, dan pelatih Eko Riyadi. Mereka dipanggil satu persatu oleh Komdis. Sedangkan GM PSIS, Kairul Anwar menunggu di ruangan berbeda. Kairul sendiri menyatakan, bahwa sidang kali ini berbeda dengan sidang pertama. Menurut dia, pihaknya dimintai keterangan soal dugaan adanya match fixing atau pengaturan pertandingan.
"Kalau sidang pertama dulu, materinya terkait kenapa terjadi seperti itu. Kalau panggilan kedua ini, konteks soal dugaan match fixing atau tidak. Tadi, kami minta kepada pelatih dan manajer untuk menyampaikan seadanya dan jangan ditutup-tutupi," kata Kairul.
Terkait dugaan match fixing, dia memastikan tak pernah menemui adanya skenario seperti itu. Walau begitu, Kairul mengaku siap menerima putusan apapun yang ditetapkan Komdis. Dan dia yakin, Komdis akan mengeluarkan keputusan yang obyektif terkait kasus yang sedang dialami klubnya tersebut.
"Saya menilai dari perjalanan perkara munculnya sepakbola gajah, saya tak menemui satu rupiah pun terkait match fixing. Kami sudah mengklarifikasi semua kepada Komdis. Hasil seperti apa, silakan konfirmasi ke Komdis. Kami akan hormati keputusan Komdis. Pasti sudah dipertimbangkan dengan matang dan obyektif. Apalagi, Pak Hinca adalah seorang lawyer," tutupnya.
(wbs)