Kemenpora Bakal Damaikan Semua Suporter
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) berencana menggelar dialog rutin dengan organisasi suporter masing-masing klub yang berlaga di ISL maupun divisi utama. Hal ini dilakukan agar bisa mencegah berulangnya aksi kekerasan antar suporter klub sepak bola.
Juru bicara Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan, dengan adanya dialog ini, segala keluhan kelompok suporter bisa segera ditampung dan menjadi upaya preventif agar bentrokan antar suporter yang menjadi tren selama satu dekade persepakbolaan Indonesia bisa dihilangkan.
"Kita gak mau setelah ada kejadian bentrokan baru kita berupaya mendamaikan. Tapi kita coba untuk menjaring aspirasi para suporter ini dengan menggelar pertemuan rutin. Mungkin nanti kita akan undang satu per satu agar bisa diakomodasi apa yang menjadi keluhan," kata Gatot dalam Diskusi Kamisan Kemenpora bertajuk "Harmonisasi Suporter" di Kompleks Kemenpora, Jakarta, Kamis (11/12).
Selain menggelar diskusi rutin dengan kelompk suporter, Kemenpora juga akan membentuk tim teknologi informasi (IT) khusus untuk memantau klub-klub sepak bola di Indonesia. Pembentukan tim itu nantinya akan memudahkan Kemenpora untuk melakukan pemantauan terhadap masing-masing klub bila ada insiden yang terjadi.
"Seperti yang ada dalam Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), jadi bila ada insiden, kita tinggal telepon langsung ke klubnya. Ini supaya menjadi semacam reaksi cepat bila ada insiden yang terjadi," ujar Gatot.
Di samping upaya pencegahan yang dilakukan Kemenpora, Gatot juga meminta tindakan tegas aparat kepolisian bila ada indikasi tindakan pidana yang dilakukan oleh kelompok suporter. Hal itu merujuk pada Pasal 51 dan Pasal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Direktur Members & Development Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Budi Setiawan mengatakan, pada 2005 Badan Liga Indonesia (BLI) menerbitkan aturan soal suporter dalam manual liga. Namun aturan tersebut hanya bertahan selama setahun karena dalam Statuta FIFA tidak diatur mengenai suporter. Meski demikian FIFA dan PSSI, punya kewenangan soal keamanan dan keselamatan pertandingan yang menyangkut suporter.
"Yang perlu diwaspadai justru motivasi atau motf antar suporter. Apakah itu didasari pada murni pertandingan sepak bola atau ditunggangi oleh orang-orang yang mencari identitas. Orang-orang ini di Eropa biasa disebut sebagai Hooligan atau suporter garis keras," kata Budi.
Juru bicara Kemenpora Gatot S Dewa Broto mengatakan, dengan adanya dialog ini, segala keluhan kelompok suporter bisa segera ditampung dan menjadi upaya preventif agar bentrokan antar suporter yang menjadi tren selama satu dekade persepakbolaan Indonesia bisa dihilangkan.
"Kita gak mau setelah ada kejadian bentrokan baru kita berupaya mendamaikan. Tapi kita coba untuk menjaring aspirasi para suporter ini dengan menggelar pertemuan rutin. Mungkin nanti kita akan undang satu per satu agar bisa diakomodasi apa yang menjadi keluhan," kata Gatot dalam Diskusi Kamisan Kemenpora bertajuk "Harmonisasi Suporter" di Kompleks Kemenpora, Jakarta, Kamis (11/12).
Selain menggelar diskusi rutin dengan kelompk suporter, Kemenpora juga akan membentuk tim teknologi informasi (IT) khusus untuk memantau klub-klub sepak bola di Indonesia. Pembentukan tim itu nantinya akan memudahkan Kemenpora untuk melakukan pemantauan terhadap masing-masing klub bila ada insiden yang terjadi.
"Seperti yang ada dalam Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), jadi bila ada insiden, kita tinggal telepon langsung ke klubnya. Ini supaya menjadi semacam reaksi cepat bila ada insiden yang terjadi," ujar Gatot.
Di samping upaya pencegahan yang dilakukan Kemenpora, Gatot juga meminta tindakan tegas aparat kepolisian bila ada indikasi tindakan pidana yang dilakukan oleh kelompok suporter. Hal itu merujuk pada Pasal 51 dan Pasal Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Direktur Members & Development Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Budi Setiawan mengatakan, pada 2005 Badan Liga Indonesia (BLI) menerbitkan aturan soal suporter dalam manual liga. Namun aturan tersebut hanya bertahan selama setahun karena dalam Statuta FIFA tidak diatur mengenai suporter. Meski demikian FIFA dan PSSI, punya kewenangan soal keamanan dan keselamatan pertandingan yang menyangkut suporter.
"Yang perlu diwaspadai justru motivasi atau motf antar suporter. Apakah itu didasari pada murni pertandingan sepak bola atau ditunggangi oleh orang-orang yang mencari identitas. Orang-orang ini di Eropa biasa disebut sebagai Hooligan atau suporter garis keras," kata Budi.
(wbs)