Indonesia Kaya Bibit Pesepakbola, Miskin Prestasi
A
A
A
YOGYAKARTA - Banyak pihak yang mempertanyakan kondisi persepakbolaan di Indonesia. Memiliki potensi yang sangat berlebih, namun dari sisi prestasi posisi Indonesia dalam hal ini keberadaan Tim Nasional tidak bisa berbicara banyak di kancah internasional.
Kondisi tersebut tidak hanya menjadi pertanyaan khalayak secara umum. Mereka yang berkecimpung di dunia sepak bola temasuk yang berada di luar negeri sana pun juga mengaku heran dengan kondisi yang ada. "Ada ribuan SSB (Sekolah Sepak Bola), tapi capaian dari output atau outcome yang tidak sesuai," tandas Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI DIY dr Hadianto Ismangoen saat menggelar dialog dengan Direktur Teknis PSSI Peter Hustra di Monumen PSSI.
DIY sebagai salah satu provinsi di Indonesia saat ini tercatat memiliki sumber daya yang cukup berlimpah untuk dunia sepak bola. Di level profesional, DIY memiliki tiga klub profesional yang mendapatkan dukungan klub amatir cukup banyak. Di Kota Yogyakarta sendiri tercatat ada puluhan perkumpulan, namun dari sisi prestasi tiga klub profesional yang ada hanya berbicara di tataran kasta kedua kompetisi nasional.
Dengan potensi yang ada tersebut PSSI saat ini menjadikan DIY salah satu dari empat daerah yang ditunjuk untuk menjadi pilot project pembinaan. DIY ditunjuk untuk pilot project Sentra Pelatihan, sementara Sumatera Utara untuk potensi kompetisi, DKI Jakarta untuk pengembangan Sumberdaya Manusia di bidang Administrasi dan IT dan Papua sebagai pilot project untuk pembinaan pemain usia muda.
Dari agenda yang dimiliki tersebut, PSSI saat ini berharap banyak pada keberadaan sosok mantan Pemain Timnas Belanda Peter Hustra untuk bisa memaksimalkan agenda pembinaan tersebut. "Penunjukan Peter ini karena apa yang dipaparkan memiliki kesamaan dengan keinginan dari PSSI. Salah satu yang diharapkan bisa didapatkan adalah keberadaan kurikulum untuk agenda pembinaan tersebut," tandas perwakilkan Badan Tim Nasional (BTN) PSSI Demis Djamaoeddin.
Dari sisi teknis pembinaan Peter Hustra yang tercatat juga pernah menjadi asisten pelatih Ajax Amsterdam menilai, Indonesia memiliki agenda kompetisi yang cukup banyak. Hanya saja dari pencermatan yang dilakukan, penyelenggaraan kompetisi usia muda tersebut tidak berlangsung secara berjenjang. Kompetisi yang digelar cenderung bersifat terpotongh-terpotong sehingga talenta muda tidak bisa terolah secara maksimal untuk meraih prestasi.
"Kompetisi hanya berlangsung sepekan. Pelatihan hanya berlangsung secara intensif menjelang kompetisi. Kemudian setelah kompetisi selesai jeda yang cukup panjang. Akibatnya latihan menjadi terhenti. Hal tersebut sangat berbeda dengan apa yang dilakukan di negara-negara lain," tandas Peter saat memaparkan hasil kunjungannya ke sejumlah Asprov PSSI.
Jika sistem kompetisi pemain muda bisa diselenggarakan secara berkelanjutan diharapkan pengasahan talenta muda bisa dilakukan secara berjenjang pula. Dan hal tersebut diharapkan bisa membantu mewujudkan mimpi PSSI dan Peter yakni memperbaiki peringkat Indonesia di FIFA.
Kondisi tersebut tidak hanya menjadi pertanyaan khalayak secara umum. Mereka yang berkecimpung di dunia sepak bola temasuk yang berada di luar negeri sana pun juga mengaku heran dengan kondisi yang ada. "Ada ribuan SSB (Sekolah Sepak Bola), tapi capaian dari output atau outcome yang tidak sesuai," tandas Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI DIY dr Hadianto Ismangoen saat menggelar dialog dengan Direktur Teknis PSSI Peter Hustra di Monumen PSSI.
DIY sebagai salah satu provinsi di Indonesia saat ini tercatat memiliki sumber daya yang cukup berlimpah untuk dunia sepak bola. Di level profesional, DIY memiliki tiga klub profesional yang mendapatkan dukungan klub amatir cukup banyak. Di Kota Yogyakarta sendiri tercatat ada puluhan perkumpulan, namun dari sisi prestasi tiga klub profesional yang ada hanya berbicara di tataran kasta kedua kompetisi nasional.
Dengan potensi yang ada tersebut PSSI saat ini menjadikan DIY salah satu dari empat daerah yang ditunjuk untuk menjadi pilot project pembinaan. DIY ditunjuk untuk pilot project Sentra Pelatihan, sementara Sumatera Utara untuk potensi kompetisi, DKI Jakarta untuk pengembangan Sumberdaya Manusia di bidang Administrasi dan IT dan Papua sebagai pilot project untuk pembinaan pemain usia muda.
Dari agenda yang dimiliki tersebut, PSSI saat ini berharap banyak pada keberadaan sosok mantan Pemain Timnas Belanda Peter Hustra untuk bisa memaksimalkan agenda pembinaan tersebut. "Penunjukan Peter ini karena apa yang dipaparkan memiliki kesamaan dengan keinginan dari PSSI. Salah satu yang diharapkan bisa didapatkan adalah keberadaan kurikulum untuk agenda pembinaan tersebut," tandas perwakilkan Badan Tim Nasional (BTN) PSSI Demis Djamaoeddin.
Dari sisi teknis pembinaan Peter Hustra yang tercatat juga pernah menjadi asisten pelatih Ajax Amsterdam menilai, Indonesia memiliki agenda kompetisi yang cukup banyak. Hanya saja dari pencermatan yang dilakukan, penyelenggaraan kompetisi usia muda tersebut tidak berlangsung secara berjenjang. Kompetisi yang digelar cenderung bersifat terpotongh-terpotong sehingga talenta muda tidak bisa terolah secara maksimal untuk meraih prestasi.
"Kompetisi hanya berlangsung sepekan. Pelatihan hanya berlangsung secara intensif menjelang kompetisi. Kemudian setelah kompetisi selesai jeda yang cukup panjang. Akibatnya latihan menjadi terhenti. Hal tersebut sangat berbeda dengan apa yang dilakukan di negara-negara lain," tandas Peter saat memaparkan hasil kunjungannya ke sejumlah Asprov PSSI.
Jika sistem kompetisi pemain muda bisa diselenggarakan secara berkelanjutan diharapkan pengasahan talenta muda bisa dilakukan secara berjenjang pula. Dan hal tersebut diharapkan bisa membantu mewujudkan mimpi PSSI dan Peter yakni memperbaiki peringkat Indonesia di FIFA.
(bbk)