PSS dan PSIS Diminta Kompak Guna Ajukan Pengampunan Sanksi
A
A
A
YOGYAKARTA - Masyarakat olah raga di sekitar PSS Sleman dan PSIS Semarang diharapkan ikut memperkuat upaya pengajuan pengampunan para pemain akibat kasus sepakbola gajah. Hal tersebut mempertimbangkan pinjauan kembali (PK) yang merupakan upaya hukum luar biasa saat ini menjadi satu-satunya upaya yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan para pemain tersebut.
Anggota Komite Keuangan PSSI, Johar Lin Eng menyebutkan, PK menjadi hak prerogratif dari ketua umum. Upaya pengajuannya, bisa dilakukan secara kolektif ataupun perorangan oleh para penerima sanksi kepada Ketua Umum PSSI. "Bisa diajukan kepada pengurus saat ini atau yang nanti setelah konggres (pengurus PSSI yang baru)," ujar Johar yang mewakili Exco PSSI untuk mengikuti Konggres Tahunan Asosiasi PSSI Provinsi DIY, Kamis (29/1/2015).
Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jateng itu juga mengatakan, karena menjadi hak prerogratif dari ketua umum, maka proses keluarnya jawaban dari pengajuan tersebut tidak dapat diketahui secara pasti. Namun dengan adanya penguatan dari masyarakat olahraga seperti KONI ataupun Asosiasi Provinsi, diharapkan upaya pengampunan bisa keluar sehingga sanksi yang telah keluar bisa dicabut atau diputihkan.
Mantan manajer PSS Sleman Supardjiono mengklaim, upaya PK dari PSS Sleman ke Ketua Umum PSSI Djohar Arifin sudah dikirimkan beberapa waktu lalu. Pengajuan dilakukan secara perorangan melalui surat resmi."Difasilitasi manajemen secara kolektif. Tapi pengajuan dilakukan orang perorang," tandas mantan manajer yang terbebas dari sanksi kasus sepak bola gajah tersebut.
Mengenai target kapan jawaban dari PK dapat keluar, Pardji mengaku tidak bisa memprediksikannya. Hal itu dikarenakan PK menjadi hak sepenuhnya dari ketua umum. Kendati demikian mempertimbangkan upaya yang sama pernah terjadi dan hukuman bisa diputihkan, Pardji berharap pengajuan yang dilakukan bisa membuahkan hasil maksimal.
Sementara itu Ketua KONI DIY GBPH Prabukusumo berharap, pemberian sanksi hukuman kepada atlet berupa hukuman seumur hidup tidak bisa beraktifitas di olahraga seperti yang dialami pemain PSS Sleman kedepan tidak lagi keluar. Secara teknis sepakbola gajah diakui merusak asas fair play.
Namuan demikian, sanksi yang diberikan seharusnya juga mempertimbangkan aspek lain utamanya adalah pembinaan. "Aspek kemanusiaan harusnya tetap dipertimbangkan. Mereka ini paling berprestasi lima tahun, tapi hukumannya seumur hidup," tandas lelaki yang akrab di sapa Gusti Prabu tersebut.
Adik dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X tersebut mengatakan, kedepan perlu dibuat regulasi yang tegas dan jelas. Hal tersebut dibutuhkan agar kedepan kejadian sepakbola gajah tidak lagi terjadi.
Sementara itu, kemarin dalam konggres tahunan PSSI DIY kemarin dilakukan pengesahan terhadap lima anggota exco PSSI DIY. Kelima orang tersebut adalah dr Hadianto Ismangoen yang juga merupakan Ketua Asprov PSSI DIY sebagai ketua merangkap anggota. Triyandi Mulkan wakil ketua merangkap anggota. Dan tiga anggota yakni Supadjiono, Sumiharto dan R Goetoyo.
Anggota Komite Keuangan PSSI, Johar Lin Eng menyebutkan, PK menjadi hak prerogratif dari ketua umum. Upaya pengajuannya, bisa dilakukan secara kolektif ataupun perorangan oleh para penerima sanksi kepada Ketua Umum PSSI. "Bisa diajukan kepada pengurus saat ini atau yang nanti setelah konggres (pengurus PSSI yang baru)," ujar Johar yang mewakili Exco PSSI untuk mengikuti Konggres Tahunan Asosiasi PSSI Provinsi DIY, Kamis (29/1/2015).
Ketua Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Jateng itu juga mengatakan, karena menjadi hak prerogratif dari ketua umum, maka proses keluarnya jawaban dari pengajuan tersebut tidak dapat diketahui secara pasti. Namun dengan adanya penguatan dari masyarakat olahraga seperti KONI ataupun Asosiasi Provinsi, diharapkan upaya pengampunan bisa keluar sehingga sanksi yang telah keluar bisa dicabut atau diputihkan.
Mantan manajer PSS Sleman Supardjiono mengklaim, upaya PK dari PSS Sleman ke Ketua Umum PSSI Djohar Arifin sudah dikirimkan beberapa waktu lalu. Pengajuan dilakukan secara perorangan melalui surat resmi."Difasilitasi manajemen secara kolektif. Tapi pengajuan dilakukan orang perorang," tandas mantan manajer yang terbebas dari sanksi kasus sepak bola gajah tersebut.
Mengenai target kapan jawaban dari PK dapat keluar, Pardji mengaku tidak bisa memprediksikannya. Hal itu dikarenakan PK menjadi hak sepenuhnya dari ketua umum. Kendati demikian mempertimbangkan upaya yang sama pernah terjadi dan hukuman bisa diputihkan, Pardji berharap pengajuan yang dilakukan bisa membuahkan hasil maksimal.
Sementara itu Ketua KONI DIY GBPH Prabukusumo berharap, pemberian sanksi hukuman kepada atlet berupa hukuman seumur hidup tidak bisa beraktifitas di olahraga seperti yang dialami pemain PSS Sleman kedepan tidak lagi keluar. Secara teknis sepakbola gajah diakui merusak asas fair play.
Namuan demikian, sanksi yang diberikan seharusnya juga mempertimbangkan aspek lain utamanya adalah pembinaan. "Aspek kemanusiaan harusnya tetap dipertimbangkan. Mereka ini paling berprestasi lima tahun, tapi hukumannya seumur hidup," tandas lelaki yang akrab di sapa Gusti Prabu tersebut.
Adik dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X tersebut mengatakan, kedepan perlu dibuat regulasi yang tegas dan jelas. Hal tersebut dibutuhkan agar kedepan kejadian sepakbola gajah tidak lagi terjadi.
Sementara itu, kemarin dalam konggres tahunan PSSI DIY kemarin dilakukan pengesahan terhadap lima anggota exco PSSI DIY. Kelima orang tersebut adalah dr Hadianto Ismangoen yang juga merupakan Ketua Asprov PSSI DIY sebagai ketua merangkap anggota. Triyandi Mulkan wakil ketua merangkap anggota. Dan tiga anggota yakni Supadjiono, Sumiharto dan R Goetoyo.
(bbk)