Dana Hibah PBVSI Diselewengkan ke Yuso dan PSIM
A
A
A
YOGYAKARTA - Dana hibah KONI Kota Yogyakarta yang dialokasikan untuk Pengurus Kota Persatuan Bola Voli Seluruh Indonesia (Pengkot PBVSI) tahun 2012 sebesar Rp537,49 juta mengalir ke klub bola voli Yuso dan klub sepak bola PSIM. Hal itu terungkap pada sidang perdana perkara dugaan korupsi dana hibah PBVSI yang digelar di Pengadilan Tipikor Yogyakarta dengan terdakwa Ketua Harian PBVSI Yogyakarta, Wahyono Haryadi.
"Uang hibah yang diperuntukkan untuk kegiatan dan pembinaan PBVSI justru dialihkan untuk pembiayaan klub Yuso dan PSIM," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Diliana, saat membacakan surat dakwaan pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Sri Mumpuni, Selasa (17/2/2015).
Terungkap melalui dakwaan JPU, pengalihan dana hibah ini melibatkan Plt Ketua KONI Kota Yogyakarta saat itu, Iriantoko Cahyo Dumadi, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini dan saat ini masih diproses di Kejaksaan Negeri Yogyakarta. Berawal pada April 2012, PBVSI menerima dana hibah dari KONI tahap I sebesar Rp604,2 juta dari total pengajuan Rp999,9 juta.
Sesuai draft pengajuan, dana hibah itu akan diperuntukkan untuk peningkatan performa PBVSI. Tapi pada praktiknya, hanya uang Rp66,7 juta yang benar-benar dipergunakan oleh PBVSI dan disertai bukti-bukti yang sah. Sisanya, uang Rp287,4 juta dialihkan untuk biaya Yuso mengikuti kompetisi Pro Liga tahun 2012 dan untuk pembiayaan PSIM sebesar Rp250 juta.
Selain pengalihan dana hibah di luar peruntukannya, pengalihan itu juga melanggar Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 yang menyatakan klub olah raga profesional dilarang menerima bantuan dana hibah yang bersumber dari APBD. Klub Yuso termasuk sebagai klub olah raga profesional.
Berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK), atas penyimpangan penggunaan dana hibah PBVSI itu mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp537,49 juta. Peran terdakwa Haryadi dalam perkara ini adalah selaku Ketua Harian PBVSI, dia menyetujui saran dari Iriantoko selaku Plt Ketua KONI bahwa dana hibah PBVSI bisa dialihkan kepada Yuso. Haryadi juga diketahui rangkap jabatan, selain sebagai Ketua Harian PBVSI dia juga menjabat bendahara Yuso. "Dengan rangkap jabatan itu memudahkan terdakwa mengalihkan dana hibah PBVSI ke Yuso," jelas JPU.
Pengalihan dana hibah ke PSIM juga atas peran Haryadi dan Iriantoko. Iriantoko memberi saran ke Haryadi agar dana hibah PBVSI dialihkan untuk pembiayaan PSIM. Dan Haryadi melaksanakannya. Pengalihan dana hibah tersebut juga sengaja ditutup-tutupi karena dibuat laporan pertanggungjawban (LPj) fiktif berisi dana hibah yang diterima oleh PBVSI Rp604,2 juta dinyatakan seluruhnya dipergunakan untuk kegiatan pembinaan internal organisasi PBVSI. Atas perbuatannya itu Haryadi didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan Pasal 9 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menanggapi dakwaan dari JPU, pengacara Haryadi, Diana Eko Widyastuti menyatakan akan mengajukan eksepsi atau nota pembelaan. Saat ditemui seusai persidangan, Diana mengatakan kapasitas Haryadi hanya selaku ketua harian, bukan ketua umum. Sehingga memiliki kewenagan yang berbeda. Selain itu Haryadi juga tidak menikmati uang hibah untuk kepentiingan pribadi sepeserpun. "Klien saya lebih banyak di lapangan, karena dia juga berprofesi sebagai pelatih. Bukan di administrasi, bukan juga selaku ketua umum," tegasnya.
"Uang hibah yang diperuntukkan untuk kegiatan dan pembinaan PBVSI justru dialihkan untuk pembiayaan klub Yuso dan PSIM," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU), Diliana, saat membacakan surat dakwaan pada sidang yang dipimpin Hakim Ketua Sri Mumpuni, Selasa (17/2/2015).
Terungkap melalui dakwaan JPU, pengalihan dana hibah ini melibatkan Plt Ketua KONI Kota Yogyakarta saat itu, Iriantoko Cahyo Dumadi, yang juga menjadi tersangka dalam kasus ini dan saat ini masih diproses di Kejaksaan Negeri Yogyakarta. Berawal pada April 2012, PBVSI menerima dana hibah dari KONI tahap I sebesar Rp604,2 juta dari total pengajuan Rp999,9 juta.
Sesuai draft pengajuan, dana hibah itu akan diperuntukkan untuk peningkatan performa PBVSI. Tapi pada praktiknya, hanya uang Rp66,7 juta yang benar-benar dipergunakan oleh PBVSI dan disertai bukti-bukti yang sah. Sisanya, uang Rp287,4 juta dialihkan untuk biaya Yuso mengikuti kompetisi Pro Liga tahun 2012 dan untuk pembiayaan PSIM sebesar Rp250 juta.
Selain pengalihan dana hibah di luar peruntukannya, pengalihan itu juga melanggar Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 yang menyatakan klub olah raga profesional dilarang menerima bantuan dana hibah yang bersumber dari APBD. Klub Yuso termasuk sebagai klub olah raga profesional.
Berdasar Laporan Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (LHP BPK), atas penyimpangan penggunaan dana hibah PBVSI itu mengakibatkan kerugian keuangan negara Rp537,49 juta. Peran terdakwa Haryadi dalam perkara ini adalah selaku Ketua Harian PBVSI, dia menyetujui saran dari Iriantoko selaku Plt Ketua KONI bahwa dana hibah PBVSI bisa dialihkan kepada Yuso. Haryadi juga diketahui rangkap jabatan, selain sebagai Ketua Harian PBVSI dia juga menjabat bendahara Yuso. "Dengan rangkap jabatan itu memudahkan terdakwa mengalihkan dana hibah PBVSI ke Yuso," jelas JPU.
Pengalihan dana hibah ke PSIM juga atas peran Haryadi dan Iriantoko. Iriantoko memberi saran ke Haryadi agar dana hibah PBVSI dialihkan untuk pembiayaan PSIM. Dan Haryadi melaksanakannya. Pengalihan dana hibah tersebut juga sengaja ditutup-tutupi karena dibuat laporan pertanggungjawban (LPj) fiktif berisi dana hibah yang diterima oleh PBVSI Rp604,2 juta dinyatakan seluruhnya dipergunakan untuk kegiatan pembinaan internal organisasi PBVSI. Atas perbuatannya itu Haryadi didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 dan Pasal 9 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menanggapi dakwaan dari JPU, pengacara Haryadi, Diana Eko Widyastuti menyatakan akan mengajukan eksepsi atau nota pembelaan. Saat ditemui seusai persidangan, Diana mengatakan kapasitas Haryadi hanya selaku ketua harian, bukan ketua umum. Sehingga memiliki kewenagan yang berbeda. Selain itu Haryadi juga tidak menikmati uang hibah untuk kepentiingan pribadi sepeserpun. "Klien saya lebih banyak di lapangan, karena dia juga berprofesi sebagai pelatih. Bukan di administrasi, bukan juga selaku ketua umum," tegasnya.
(bbk)