Liga Indonesia, Kapan Keluar dari Lingkaran Setan?
A
A
A
JAKARTA - Liga Indonesia telah berusia lebih dari dua dekade sejak pertama kali digelar pada 1994. Namun masalah tampaknya belum mau pergi dari liga yang hanya satu tahun lebih muda dari Liga Jepang (J-League) dan Liga Amerika Serikat (MLS).
Puncak kekisruhan sepak bola nasional bisa dibilang terjadi saat kompetisi sepak bola Indonesia terpecah menjadi dua liga: Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia pada 2011.
Saat itu, dampak masalah ini bermuara ke tim nasional Indonesia yang tidak bisa memanggil para pemain yang berlaga di Liga Super. Pasalnya, Komite Penyelamat Sepak bola Indonesia (KPSI) yang menaungi Liga Super enggan melepas para pemain itu.
Tahun 2012, Liga Indonesia memasuki babak baru. Pihak yang berseteru: Liga Primer dan Liga Super Indonesia, sepakat untuk bersatu. Pun begitu dengan KPSI yang akhirnya memutuskan untuk melebur dengan PSSI.
Masyarakat berharap dengan bersatunya PSSI-KPSI dan juga Liga Primer serta Liga Super, kondisi sepak bola nasional bisa lebih baik. Namun, seperti kata pepatah, jauh panggang dari api.
Masalah masih menghiasi kompetisi sepak bola tertinggi di Indonesia. Bahkan ketika sponsor bertitel internasional, Qatar National Bank (QNB) masuk ke Indonesia di musim ini.
Dimulai dari penundaan sepak mula kompetisi, verifikasi tim-tim peserta, isu penyuapan, dan yang terbaru penundan jadwal kompetisi menghiasi kompetisi yang kini bernama QNB League. Setidaknya ada 23 jadwal pertandingan yang akhirnya harus ditunda.
Melihat fakta-fakta di atas, pertanyaan yang muncul di masyarakat akhirnya adalah sampai kapan, kompetisi sepak bola Indonesia akan sepi dari hal-hal negatif alias berjalan dengan lancar?
Memang melahirkan kompetisi yang sempurna tanpa cela itu hampir mustahil tetapi haruskah kompetisi sepak bola Indonesia selamanya berada dalam lingkaran setan?
Puncak kekisruhan sepak bola nasional bisa dibilang terjadi saat kompetisi sepak bola Indonesia terpecah menjadi dua liga: Liga Super Indonesia dan Liga Primer Indonesia pada 2011.
Saat itu, dampak masalah ini bermuara ke tim nasional Indonesia yang tidak bisa memanggil para pemain yang berlaga di Liga Super. Pasalnya, Komite Penyelamat Sepak bola Indonesia (KPSI) yang menaungi Liga Super enggan melepas para pemain itu.
Tahun 2012, Liga Indonesia memasuki babak baru. Pihak yang berseteru: Liga Primer dan Liga Super Indonesia, sepakat untuk bersatu. Pun begitu dengan KPSI yang akhirnya memutuskan untuk melebur dengan PSSI.
Masyarakat berharap dengan bersatunya PSSI-KPSI dan juga Liga Primer serta Liga Super, kondisi sepak bola nasional bisa lebih baik. Namun, seperti kata pepatah, jauh panggang dari api.
Masalah masih menghiasi kompetisi sepak bola tertinggi di Indonesia. Bahkan ketika sponsor bertitel internasional, Qatar National Bank (QNB) masuk ke Indonesia di musim ini.
Dimulai dari penundaan sepak mula kompetisi, verifikasi tim-tim peserta, isu penyuapan, dan yang terbaru penundan jadwal kompetisi menghiasi kompetisi yang kini bernama QNB League. Setidaknya ada 23 jadwal pertandingan yang akhirnya harus ditunda.
Melihat fakta-fakta di atas, pertanyaan yang muncul di masyarakat akhirnya adalah sampai kapan, kompetisi sepak bola Indonesia akan sepi dari hal-hal negatif alias berjalan dengan lancar?
Memang melahirkan kompetisi yang sempurna tanpa cela itu hampir mustahil tetapi haruskah kompetisi sepak bola Indonesia selamanya berada dalam lingkaran setan?
(bbk)