Saatnya Kita Bersatu!
loading...
A
A
A
JAKARTA - Shin Tae-Yong (STY), manajer-coach tim nasional Indonesia ke Piala Dunia U20 , Mei-Juni 2021, tiba kembali di tanah air. Mantan pelatih tim nasional Korea Selatan di Piala Dunia senior, 2018 di Rusia, Rabu (22/7) malam, tiba dari Seoul, Korsel dengan seluruh asistennya.
Tibanya STY di Jakarta, diharapkan untuk sementara waktu dapat meredam isu-isu yang selama ini beredar. Sekedar mengingatkan, STY beberapa kali batal datang meski sebelumnya sudah dijadwalkan. Selain itu, polemik sempat terjadi terkait pernyataan mantan pelatih yang mempermalukan Jerman di Piala Dunia, 2018 , di media Korsel.
Hadirnya STY di sini hendaknya dapat menjadi momen untuk kita bersatu dan menyatu. Bahwa ada perbedaan, ada ketidak cocokan pandangan, itu adalah hal yang lumrah. Tetapi untuk menghadapi gelaran Piala Dunia U20 tahun depan, kita membutuhkan kebersamaan. Kita membutuhkan suasana yang kondusif.
Bung Tomo, 10 November 1945, telah memberikan pelajaran tentang nasionalisme, tentang kebersamaan, tentang keberanian, dan tentang keyakinan. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo menggelorakan perlawanan yang hasilnya bisa kita nikmati bersama hingga hari ini.
Apa pun agama, suku, latar belakang, semua bahu-membahu. Melihat tekad dan kesungguhan itu, Allah memberikan pertolongan. Allah membuat yang tak mungkin menjadi mungkin. (Baca Juga: Waspada Berolahraga di Tengah Wabah )
Selain itu, saya ingin mengajak kita semua untuk mundur ke tahun 1980an menjelang pertengahan. Saya dan rekan-rekan wartawan peliput sepakbola seangkatan, sebut saja: Yesayas Oktovianus (Kompas), Eddy Lahengko (Suara Pembaruan), Bambang Seokendro (Berita Buana), Salamun Nurdin (Pelita), Mardi (Merdeka), Alfon Suhadi (Suara Karya) menjadi saksi sejarah. Saat itu, beberapa personil dari JFA (Japan Football Assotiation), dan KFA (Korean Football Assotiation)datang ke Indonesia. Mereka berguru tentang kompetisi non-amatir di sini.
Indonesia adalah negara Asia pertama yang memiliki kompetisi non-amatir bernama Galatama (Liga Sepakbola Utama). Kompetisi itu juga dilahirkan oleh para wartawan senior: Ardi Syarif (Pos Kota), Tabrin Tahar (Majalah Olympic), Valens Doy, Sumohadi Marsis, Kadir Yusuf (Kompas), Zuhri Husein (Merdeka), Herry Komar (Tempo).
Selain Galatama, kita juga punya Perserikatan dan Galakarya. Jepang dan Korsel mengkombinasi dua unsur itu menjadi Liga J dan Liga Korsel.
Posisinya menggunakan Galatama dan pendanaannya meniru Galakarya.
Sekedar mengingatkan, Galakarya ada liga yang seluruh biayanya didukung oleh BUMN-BUMN dan BUMD-BUMD. Galakarya sendiri dibentuk untuk memberi penghormatan pada para pemain yang usianya sudah di atas 32. Tidak mungkin bersaing secara fisik dengan anak-anak muda, tapi potensinta masih ada.
Jepang dan Korsel
Nah, di kedua negara itu sistem pendanaan memakai cara galakarya dan usianya mengacu ke galatama. Maka lahirlah klub-klub Matsushita, klub Hyundai dan sejenisnya.
Saat itu, menurut salah satu tokoh sepakbola nasional, Nabon Noor, seluruh lapisan bersatu: "Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan pers. Mereka duduk bersama dan berikrar untuk kemajuan sepakbola. Bahkan partai-partai politik juga berkomitmen untuk mendukung. Hasilnya jangan ditanya, J League dan K League saat ini sudah berada jauh di atas Liga kita.
Untuk itu, saya ingin mengajak kita semua untuk bersatu. Saya ingin kita semua, sebentar saja mengesampingkan kepentingan individu atau kelompok. Tujuannya agar perhelatan Piala Dunia U20, bisa sukses. Ya, sukses penyelenggaraan dan sukses prestasi.
PSSI pun jangan lagi ekslusif. Mereka harus mau membuka diri. Jangan kuping tipis. Piala Dunia U20 bukan untuk para pengurus, tapi untuk bangsa dan negara. Jadikanlah momen ini untuk menyatukan bangsa ini yang diakui atau tidak, disengaja atau tidak, telah terpecah akibat banyak hal.
Jadikanlah semangat Bung Tomo sebagai semangat bangsa.
Semoga bermanfaat..
Oleh: M. Nigara
Wartawan OlahragaSenior
Lihat Juga: Catat! Jadwal Lengkap Timnas Indonesia di Sisa Laga Babak 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia
Tibanya STY di Jakarta, diharapkan untuk sementara waktu dapat meredam isu-isu yang selama ini beredar. Sekedar mengingatkan, STY beberapa kali batal datang meski sebelumnya sudah dijadwalkan. Selain itu, polemik sempat terjadi terkait pernyataan mantan pelatih yang mempermalukan Jerman di Piala Dunia, 2018 , di media Korsel.
Hadirnya STY di sini hendaknya dapat menjadi momen untuk kita bersatu dan menyatu. Bahwa ada perbedaan, ada ketidak cocokan pandangan, itu adalah hal yang lumrah. Tetapi untuk menghadapi gelaran Piala Dunia U20 tahun depan, kita membutuhkan kebersamaan. Kita membutuhkan suasana yang kondusif.
Bung Tomo, 10 November 1945, telah memberikan pelajaran tentang nasionalisme, tentang kebersamaan, tentang keberanian, dan tentang keyakinan. Dengan pekik Allahu Akbar, Bung Tomo menggelorakan perlawanan yang hasilnya bisa kita nikmati bersama hingga hari ini.
Apa pun agama, suku, latar belakang, semua bahu-membahu. Melihat tekad dan kesungguhan itu, Allah memberikan pertolongan. Allah membuat yang tak mungkin menjadi mungkin. (Baca Juga: Waspada Berolahraga di Tengah Wabah )
Selain itu, saya ingin mengajak kita semua untuk mundur ke tahun 1980an menjelang pertengahan. Saya dan rekan-rekan wartawan peliput sepakbola seangkatan, sebut saja: Yesayas Oktovianus (Kompas), Eddy Lahengko (Suara Pembaruan), Bambang Seokendro (Berita Buana), Salamun Nurdin (Pelita), Mardi (Merdeka), Alfon Suhadi (Suara Karya) menjadi saksi sejarah. Saat itu, beberapa personil dari JFA (Japan Football Assotiation), dan KFA (Korean Football Assotiation)datang ke Indonesia. Mereka berguru tentang kompetisi non-amatir di sini.
Indonesia adalah negara Asia pertama yang memiliki kompetisi non-amatir bernama Galatama (Liga Sepakbola Utama). Kompetisi itu juga dilahirkan oleh para wartawan senior: Ardi Syarif (Pos Kota), Tabrin Tahar (Majalah Olympic), Valens Doy, Sumohadi Marsis, Kadir Yusuf (Kompas), Zuhri Husein (Merdeka), Herry Komar (Tempo).
Selain Galatama, kita juga punya Perserikatan dan Galakarya. Jepang dan Korsel mengkombinasi dua unsur itu menjadi Liga J dan Liga Korsel.
Posisinya menggunakan Galatama dan pendanaannya meniru Galakarya.
Sekedar mengingatkan, Galakarya ada liga yang seluruh biayanya didukung oleh BUMN-BUMN dan BUMD-BUMD. Galakarya sendiri dibentuk untuk memberi penghormatan pada para pemain yang usianya sudah di atas 32. Tidak mungkin bersaing secara fisik dengan anak-anak muda, tapi potensinta masih ada.
Jepang dan Korsel
Nah, di kedua negara itu sistem pendanaan memakai cara galakarya dan usianya mengacu ke galatama. Maka lahirlah klub-klub Matsushita, klub Hyundai dan sejenisnya.
Saat itu, menurut salah satu tokoh sepakbola nasional, Nabon Noor, seluruh lapisan bersatu: "Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan pers. Mereka duduk bersama dan berikrar untuk kemajuan sepakbola. Bahkan partai-partai politik juga berkomitmen untuk mendukung. Hasilnya jangan ditanya, J League dan K League saat ini sudah berada jauh di atas Liga kita.
Untuk itu, saya ingin mengajak kita semua untuk bersatu. Saya ingin kita semua, sebentar saja mengesampingkan kepentingan individu atau kelompok. Tujuannya agar perhelatan Piala Dunia U20, bisa sukses. Ya, sukses penyelenggaraan dan sukses prestasi.
PSSI pun jangan lagi ekslusif. Mereka harus mau membuka diri. Jangan kuping tipis. Piala Dunia U20 bukan untuk para pengurus, tapi untuk bangsa dan negara. Jadikanlah momen ini untuk menyatukan bangsa ini yang diakui atau tidak, disengaja atau tidak, telah terpecah akibat banyak hal.
Jadikanlah semangat Bung Tomo sebagai semangat bangsa.
Semoga bermanfaat..
Oleh: M. Nigara
Wartawan OlahragaSenior
Lihat Juga: Catat! Jadwal Lengkap Timnas Indonesia di Sisa Laga Babak 3 Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia
(bbk)