RI Bisa Dikucilkan jika Tak Ada Aturan Keterbukaan Informasi Pajak

Minggu, 21 Mei 2017 - 12:11 WIB
RI Bisa Dikucilkan jika Tak Ada Aturan Keterbukaan Informasi Pajak
RI Bisa Dikucilkan jika Tak Ada Aturan Keterbukaan Informasi Pajak
A A A
JAKARTA - Pemerintah baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Center Indonesia Taxation Analysis (CITA) memandang Perppu ini sebuah keniscayaan dan Indonesia bisa dikucilkan dunia jika tak terbitkan beleid tersebut.

Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengungkapkan, penerbitan Perppu ini patut diapresiasi sebagai langkah maju dan bentuk komitmen Indonesia berpartisipasi dalam inisiatif global tentang AEOI (Automatic Exchange of Information) yang diprakarsai OECD dan G-20.

Pertukaran ini bersifat resiprokal, sehingga Indonesia harus menyelaraskan beberapa hal, antara lain klausul keterbukaan dalam ketentuan perundang-undangan, yang menjadi prasyarat pertukaran informasi keuangan.

"Dengan demikian kegagalan mengambil langkah cepat dan tepat akan merugikan Indonesia karena rusaknya kredibilitas, ancaman pengucilan, dan kemungkinan dimasukkan dalam daftar hitam yurisdiksi rahasia," katanya di Jakarta, Minggu (21/5/2017).

Dia menuturkan, pemerintah baru saja menjalankan program pengampunan pajak yang berakhir 31 Maret 2017. Selama sembilan bulan wajib pajak dan masyarakat diberi kesempatan untuk mengungkapkan sendiri harta yang selama ini belum diungkap/dilaporkan.

Data pengampunan pajak mengkonfirmasi bahwa jenis harta yang terbanyak dideklarasikan adalah aset keuangan sebesar Rp2.900 triliun atau 56% dari total deklarasi harta, dan sekitar Rp2.100 triliun berada di dalam negeri.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Ditjen Pajak bahkan kesulitan untuk menjangkau data wajib pajak di dalam negeri. Menurutnya, fakta ini tentu saja menjawab problem mendasar stagnasi rasio pajak yaitu terbatasnya akses terhadap data keuangan/perbankan.

Dalam konteks efektivitas pemungutan pajak, kuncinya adalah mengawinkan 'siapa (identitas) melakukan apa (aktivitas)'. "Perppu ini menjadi pintu pembuka, sehingga pekerjaan rumah berikutnya adalah integrasi NPWP ke NIK (Nomor Induk Kependudukan)," tandas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6263 seconds (0.1#10.140)