Harga Minyak Naik Terus, Neraca Perdagangan Diramal Defisit

Minggu, 21 Mei 2017 - 22:07 WIB
Harga Minyak Naik Terus, Neraca Perdagangan Diramal Defisit
Harga Minyak Naik Terus, Neraca Perdagangan Diramal Defisit
A A A
JAKARTA - Beberapa bulan lalu harga minyak dunia sempat menyentuh level sangat rendah yakni USD30/barel. Namun, pada penutupan perdagangan Jumat kemarin, harga naik tinggi setelah OPEC dan negara produsen non-OPEC menggelar pertemuan di Wina, Austria.

Mengutip Reuters, harga minyak brent kemarin berakhir naik USD1,10 atau 2,1% ke USD53,61 per barel. Kenaikan ini yang tertinggi sejak 18 April atau naik 5,4% pekan ini. Sementara, harga acuan minyak AS West Texas Intermediate (WTI) naik 98 sen menjadi USD50,33 per barel, kenaikan tertinggi sejak 19 April atau naik 5,2% dalam pekan ini.

Ekonom Institute for Development on Economic and Finance (Indef) Dzulfian Syafrian mengatakan, jika harga minyak terus naik seperti ini, bukan tidak mungkin neraca perdagangan kita akan kembali defisit.

"Jika defisit perdagangan kembali terjadi, akibatnya stabilitas rupiah akan terganggu. Rupiah akan kembali melemah, khususnya terhadap dolar AS (USD)," kata Dzulfian kepada KORAN SINDO, Jakarta, Minggu (21/5/2017).

Menurutnya, instabilitas rupiah ini tidak baik bagi dunia bisnis karena menyebabkan ketidakpastian, khususnya dunia bisnis yang tergantung terhadap nilai kurs, termasuk utang swasta yang bernominal kurs asing, khususnya USD.

Karena itu, penguatan strategi perdagangan harus dilakukan pemerintah agar neraca perdagangan lebih sehat. Salah satu strategi perdagangan yang utama yakni dengan mengundang investasi berkualitas datang ke Indonesia.

"Investasi merupakan mesin perekonomian. Tanpa investasi, mustahil suatu negara dapat bergerak maju (secara cepat)," papar dia.

Dzul menuturkan, investasi dapat meningkatkan produktivitas sehingga dapat memperbesar peluang perusahaan-perusahaan yang berlokasi di Indonesia beroperasi lebih baik dan produktif. Alhasil, neraca perdagangan Indonesia juga akan menguat dan berkualitas.

Sejauh ini, banyak ekspor Indonesia yang tidak berkualitas bahkan masih banyak yang tergolong barang mentah atau rendah nilai tambahnya (low value-added).

Namun, ketidakstabilan politik Tanah Air belakangan ini, khususnya pasca pilgub DKI justru semakin membuat para investor (asing) enggan untuk menanamkan uangnya serta berbisnis di Indonesia.

Hal ini terkonfirmasi dari berbagai media internasional yang banyak menyorot konflik yang terjadi baik selama maupun pasca pilgub DKI. Padahal, stabilitas baik ekonomi dan politik menjadi prasyarat utama jika hendak mengundang investor sebanyak-banyaknya.

"Karena itu, di sinilah peran penting pemerintah guna menjamin stabilitas ekonomi dan politik nasional dan membuat Indonesia menjadi lebih nyaman dan menarik bagi para investor," ungkap Dzul.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.7529 seconds (0.1#10.140)