Kerukunan Indonesia Tak Boleh Dinodai Kepentingan Sesaat

Sabtu, 06 Januari 2024 - 13:04 WIB
loading...
Kerukunan Indonesia Tak Boleh Dinodai Kepentingan Sesaat
Konsultan dan Peneliti di Wahid Foundation, Libasut Taqwa. FOTO/IST
A A A
JAKARTA - Upaya mewujudkan dan memelihara kerukunan masyarakat Indonesia yang beragam merupakan perjuangan yang belum usai. Apalagi tahun ini Indonesia akan digelar Pemilu yang rentan penggunaan politik identitas yang bisa memecah-belah masyarakat.

Konsultan dan Peneliti di Wahid Foundation, Libasut Taqwa menilai Indonesia berhasil dalam menjaga kerukunan umat beragama. Hal ini ditunjukkan dengan semakin menurunnya jumlah konflik yang terjadi dengan latar belakang perbedaan etnis atau agama pascareformasi.

"Kita harus akui bahwa selama ini pemerintah serta masyarakat telah berhasil dalam menjaga kerukunan umat beragama. Sejauh ini, temuan konflik sosial yang terjadi seperti pada masa-masa awal reformasi semakin berkurang. Ini merupakan suatu kemajuan yang harus kita syukuri dan akui berkat kerja sama yang baik antara pemerintah dan masyarakat," kata Libasut Taqwa dalam keterangannya dikutip, Sabtu (6/1/2024).



Menurutnya, pemerintah telah mendorong berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya kerukunan antarumat beragama, ras, etnis, dan latar belakang lainnya. Namun di masyarakat masih ditemukan beberapa tantangan yang tidak bisa diremehkan, seperti kebijakan yang masih memfavoritkan kelompok tertentu dan kurangnya ruang perjumpaan antar agama, suku, dan golongan.

Penyebaran literasi yang moderat untuk menjembatani berbagai golongan dengan bermacam latar belakang juga masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Minimnya pengetahuan masyarakat akan eksistensi agama, kelompok, dan golongan yang berbeda dengannya terkadang membuat narasi moderat kalah populer dibandingkan dengan yang justru menyebarkan intoleransi.

Untuk itu, Libasut Taqwa berharap agar kemajuan Indonesia dalam memelihara kerukunan masyarakat antargolongan tidak dirusak oleh kepentingan sesaat seperti dengan politik identitas dan politisasi agama. Pada 2024 yang juga bertepatan dengan ajang Pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden serta wakil rakyat di DPR penting dirayakan dengan sukacita dan riang gembira.

Ia berpendapat penggunaan politik identitas sebenarnya sudah menjadi penyakit lama, dan tidak hanya terjadi di Indonesia. Isu identitas ini sayangnya masih memiliki pangsa pasar cukup besar, apalagi di negara Indonesia yang semangat kesamaan antarmasyarakatnya masih tinggi. Menyuarakan kesamaan latar belakang antara yang akan dipilih dengan basis pemilihnya sebenarnya tidak mengapa selama dilakukan secara sehat.

"Menjelang Pemilu, kita berharap destabilisasi nasional akibat penggunaan isu SARA tidak terjadi. Penggunaan isu identitas untuk kepentingan elektoral bisa menjadi baik selama tidak mendiskreditkan pihak tertentu karena perbedaan latar belakangnya. Strategi politik pemenangan calon tertentu yang menggunakan isu identitas secara diskriminatif inilah yang harus kita tolak," kata pria yang akrab dipanggil Libas ini.

Tidak dipungkiri kampanye negatif akan tetap ada Pemilu 2025, karena sebelumnya pernah terjadi di Indonesia. Namun diharapkan tidak terjadi lagi karena akan berdampak buruk pada perkembangan demokrasi di Indonesia. Selain itu, residu pertikaian pascapemilu berpotensi menyisakan kerenggangan hubungan sosial di masyarakat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1374 seconds (0.1#10.140)