PSG dan Atalanta Ibarat Proletar vs Borjuis Sepak Bola
loading...
A
A
A
LISBOA - Sebenarnya akanlah sangat sia-sia membandingkan Paris Saint-Germain (PSG) dengan Atalanta dalam banyak hal. Semua yang terlihat hanyalah jurang lebar di antaranya keduanya. PSG dan Atalanta sejak lahir sudah berbeda. Inilah gambaran antara tim proletar vs borjuis dalam sepak bola.
Atalanta hanyalah sebuah tim dari daerah bernama Bergamo, kota yang berjarak sekitar 40 km dari Milan. Bergamo hanya dihuni 120.000 orang, menurut sensus terakhir pada 2004. Jadi, wajar jika Gewiss Stadium yang menjadi kandang Atalanta hanya memiliki kapasitas 21 ribuan kursi penonton.
Meski sudah berusia lebih dari 112 tahun, La Dea mengalami pasang surut di sepak bola Italia. Lebih banyak berkutat di Seri B, Atalanta akhirnya promosi pada 2010 ke Seri A. Wajar jika di usianya yang sudah lebih dari 100 tahun, mereka hanya memiliki satu trophy major: Piala Italia pada 1963. Betul, trofi bergengsi itu lebih dari setengah abad yang lalu. (Baca: Pemerintah Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik)
Bandingkan dengan PSG . Mereka adalah raksasa sepak bola Prancis. Mereka lahir di pusat sentral magnet dari Prancis yang menjadi mimpi dan tujuan dari sebagian besar warga dunia. Mereka menghuni Parc des Princes yang memiliki kapasitas 48.000 kursi penonton, dua kali lipat dari kandang Atalanta.
Saat Atalanta baru promosi ke Seri A, PSG sedang senang-senangnya menghamburkan uang demi membangun kekuatan mereka di pentas domestik dan Eropa. Kedatangan Qatar Sport Investment membuat Les Parisiens leluasa mendatangkan pemain-pemain terbaik dan termahal di dunia. Jadi, jangan heran jika gaji Neymar dalam satu musim sama dengan gaji seluruh pemain Atalanta.
Hasilnya, mereka menjadi tim pertama yang bisa mengumpulkan tiga gelar domestik di Prancis, bukan hanya sekali, tapi dua kali. Terakhir di musim ini, mereka berhasil menyegel tiga trofi: Ligue 1, Coupe de France, dan Coupe de la Ligue.
Tapi, dari semua perbedaan itu, bukan berarti keduanya tanpa persamaan: PSG dan Atalanta sama-sama belum pernah merasakan gelar Liga Champions, meski PSG pernah menjadi juara Piala Intertoto dan Piala Winners.
Gelontoran petro dolar Emir Qatar belum bisa membawa Neymar dkk menjadi yang terbaik di Benua Biru. Mereka bahkan tak pernah menginjakkan kaki di semifinal. Begitu juga dengan La Dea, yang tahun ini menjadi kesempatan pertama berada di perempat final setelah menjalani babak penyisihan grup dengan tertatih-tatih.
Dini hari nanti, mereka akan bertemu di Estadio do Sport Lisboa, Portugal, di perempat final. Bermain di tempat netral membuat segala kemungkinan bisa terjadi sehingga inilah kesempatan terbaik kedua tim membuat sejarah baru. Ini juga menjadi kesempatan Atalanta yang menjadi representasi tim proletar unjuk gigi di depan kaum borjuis. (Baca juga: Bisa Muncul Juara Baru di Liga Champion)
Atalanta hanyalah sebuah tim dari daerah bernama Bergamo, kota yang berjarak sekitar 40 km dari Milan. Bergamo hanya dihuni 120.000 orang, menurut sensus terakhir pada 2004. Jadi, wajar jika Gewiss Stadium yang menjadi kandang Atalanta hanya memiliki kapasitas 21 ribuan kursi penonton.
Meski sudah berusia lebih dari 112 tahun, La Dea mengalami pasang surut di sepak bola Italia. Lebih banyak berkutat di Seri B, Atalanta akhirnya promosi pada 2010 ke Seri A. Wajar jika di usianya yang sudah lebih dari 100 tahun, mereka hanya memiliki satu trophy major: Piala Italia pada 1963. Betul, trofi bergengsi itu lebih dari setengah abad yang lalu. (Baca: Pemerintah Lebanon Bubar di Tengah Kemarahan Publik)
Bandingkan dengan PSG . Mereka adalah raksasa sepak bola Prancis. Mereka lahir di pusat sentral magnet dari Prancis yang menjadi mimpi dan tujuan dari sebagian besar warga dunia. Mereka menghuni Parc des Princes yang memiliki kapasitas 48.000 kursi penonton, dua kali lipat dari kandang Atalanta.
Saat Atalanta baru promosi ke Seri A, PSG sedang senang-senangnya menghamburkan uang demi membangun kekuatan mereka di pentas domestik dan Eropa. Kedatangan Qatar Sport Investment membuat Les Parisiens leluasa mendatangkan pemain-pemain terbaik dan termahal di dunia. Jadi, jangan heran jika gaji Neymar dalam satu musim sama dengan gaji seluruh pemain Atalanta.
Hasilnya, mereka menjadi tim pertama yang bisa mengumpulkan tiga gelar domestik di Prancis, bukan hanya sekali, tapi dua kali. Terakhir di musim ini, mereka berhasil menyegel tiga trofi: Ligue 1, Coupe de France, dan Coupe de la Ligue.
Tapi, dari semua perbedaan itu, bukan berarti keduanya tanpa persamaan: PSG dan Atalanta sama-sama belum pernah merasakan gelar Liga Champions, meski PSG pernah menjadi juara Piala Intertoto dan Piala Winners.
Gelontoran petro dolar Emir Qatar belum bisa membawa Neymar dkk menjadi yang terbaik di Benua Biru. Mereka bahkan tak pernah menginjakkan kaki di semifinal. Begitu juga dengan La Dea, yang tahun ini menjadi kesempatan pertama berada di perempat final setelah menjalani babak penyisihan grup dengan tertatih-tatih.
Dini hari nanti, mereka akan bertemu di Estadio do Sport Lisboa, Portugal, di perempat final. Bermain di tempat netral membuat segala kemungkinan bisa terjadi sehingga inilah kesempatan terbaik kedua tim membuat sejarah baru. Ini juga menjadi kesempatan Atalanta yang menjadi representasi tim proletar unjuk gigi di depan kaum borjuis. (Baca juga: Bisa Muncul Juara Baru di Liga Champion)