Kisah Membanggakan Remaja 18 Tahun

Kamis, 16 Agustus 2018 - 13:45 WIB
Kisah Membanggakan Remaja 18 Tahun
Kisah Membanggakan Remaja 18 Tahun
A A A
Siapa yang tidak kenal Lalu Muhammad Zohri? Pelari muda berbakat Indonesia itu membuat bangga bangsa berkat prestasinya dengan mencuri medali emas di Kejuaraan Dunia Atletik U-20 pada nomor 100 meter putra di Tampere, Finlandia, Juli lalu.

Zohri merupakan putra asal Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang hidup bersama kakaknya, Baiq Fazilah, 29. Pelari muda berusia 18 tahun itu adalah contoh bagaimana karier dan prestasi harus diperjuangkan dengan kerja keras dan pengorbanan. Dia lahir dari keluarga biasa saja dan tinggal di rumah yang dinilai jauh dari kata layak huni.

Tapi, semangat dan kerja kerasnya untuk berkarier sebagai pelari membuahkan hasil yang membanggakan. Padahal, namanya sempat tidak diperhitungkan, terutama saat laga final di Kejuaraan Dunia Atletik U-20. Tapi, catatan waktu 10,18 detik yang ditorehkannya saat menyentuh garis finis di Ratina Stadium mengubah nasibnya.

Semua dunia membicarakannya. Sebab, Zohri berhasil mengalahkan dua atlet unggulan asal Amerika Serikat Anthony Schwartz dan Eric Harrison yang berada di posisi kedua dan ketiga dengan catatan waktu yang sama, 10,22 detik. Bukan hanya itu, 10,18 detik sekaligus memecahkan rekor nasional junior atas namanya sendiri dengan 10,25 detik.

Meski catatannya itu masih kalah dengan seniornya, Suryo Agung Wibowo, 10,17 detik, pencapaian Zohri dinilai luar biasa. Karena, dia melakukannya di kelas junior. “Sangat bangga sekali terhadap apa yang saya dapatkan. Ini sangat luar biasa bagi saya,” ucap Zohri.

Keberhasilan Zohri bukan datang tiba-tiba. Selain kerja keras, ada proses yang menyertainya. Jauh-jauh hari Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) sudah membuat skema bagaimana memaksimalkan potensinya. Setelah mengenyam pendidikan di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Nusa Tenggara Barat yang dikelola Kemenpora bersama Dispora NTB, dia mulai masuk pemusatan latihan nasional (pelatnas) atletik pada Januari lalu.

Kehadiran di pelatnas itu setelah mencatatkan prestasi yang ditorehkan seperti Kejuaraan Nasional (Kejurnas) U-18 dan U-20 yang berlangsung di Stadion Atletik Rawamangun, Jakarta, tahun lalu. Bahkan, prestasinya semakin ber ki - lap setelah berhasil mendapatkan emas pada test event Asian Games 2018 pada Februari lalu.

Dia sukses menembus 10,32 detik pada finis nomor 100 meter. S etelah itu, Zohri kembali dikirim uji tanding ke Amerika Serikat pada April lalu. Pelari kelahiran 1 Juli 2000 itu sukses menyumbang medali perak untuk nomor 100 meter dengan waktu 10,33 detik. Sebulan sebelum berlaga di Kejuaraan Dunia Atletik U-20, dia juga kembali menunjukkan peningkatan performa di nomor lari cepat.

Dalam ajang Kejuaraan Asia Atletik Junior 2018 di Jepang pada Juni lalu, Zohri menyumbang emas dengan catatan waktu 10,27 detik. Pencapaiannya di ajang kompetisi junior selama 2018 sudah mem buk ti - kan dirinya memang talenta muda Indo nesia yang harus dipertahankan.

Apalagi, dia melampaui rekor mantan pelari nasional yang cukup terkenal pada masanya, Mardi Lestari, untuk nomor pertandingan yang sama. Waktu terbaik Mardi di tingkat junior adalah 10,48 detik, ketika membukukannya pada 4 Desember 1987. Dengan pencapaian itu, Zohri mendapatkan beragam pujian dari berbagai pihak, mulai dari Presiden Indonesia hingga masyarakat Indonesia.

Bahkan, dia mendapatkan beberapa penghargaan dan hadiah. Zohri yang tadinya hidup di tengah keluarga sederhana di kampung halamannya, kini memiliki kehidupan yang jauh lebih baik karena prestasinya.

Berbagai penghargaan dan hadiah yang diberikan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun perorangan membuktikan bahwa kepedulian atlet berprestasi masih sangat besar di Indonesia.

Namun, reaksi itu dinilai terkesan berlebihan karena dilakukan secara serentak. Apalagi, hal itu terjadi setelah kemenangannya di kejuaraan dunia viral di media sosial. Padahal, kesuksesan Zohri memang sudah sangat pantas didapatkannya karena sudah mengharumkan nama Indonesia di level internasional.

Jelas, penghargaan atau hadiah dalam bentuk uang, rumah, pekerjaan sebagai PNS, TNI, Polri, atau lainnya itu memang perlu diberikan kepada atlet berprestasi.

Penghargaan seperti itu bertujuan memotivasi atlet bersangkutan dan atlet lain untuk terus berprestasi. Terlepas dari masalah penghargaan, prestasi membanggakan Zohri selayaknya menjadi momentum bagi pemerintah dan semua pihak untuk lebih peduli pada pembinaan atlet muda. Negara ini memiliki talenta yang baik yang sesungguhnya tidak kalah dengan negara-negara lain.

Kesuksesan Zohri sudah menjadi bukti bahwa Indonesia sesungguhnya bisa melahirkan talenta yang sangat baik. Jadi, tinggal dibutuhkan pembinaan dan kompetisi yang baik agar bakat alam tersebut bisa terasah. Jika Indonesia bisa memadukan dua hal tersebut, olahraga kita seharusnya bisa lebih banyak berbicara, tidak hanya di level Asia Tenggara atau Asia, tapi juga di tingkat dunia.

Meski sudah berlimpah pujian, penghargaan, dan hadiah, PB PASI mulai menjaga Zohri dengan baik. Zohri dipastikan tidak akan turun pada nomor 100 meter putra di Asian Games 2018. Namun, dia tetap akan berlaga di multievent terbesar di Asia itu dengan turun di nomor estafet 4X100 meter putra bersama Fadlin, Eko Rimbawan, dan Yaspi Boby.

Bukan hanya PB PASI, Zohri mengakui peluangnya untuk bisa meraih medali emas di nomor 100 meter sangat berat. Dia harus bersaing dengan pelari Qatar kelahiran Nigeria yang merupakan peraih medali emas Asian Games 2014 Femi Ogunade serta sprinter China Su Bingtian dan Xie Zhenye yang semuanya telah mencapai catatan di bawah 10 detik.

“Saya pikir (Asian Games) akan sulit karena kompetisi ketat dan saya akan melawan senior yang lebih berpengalaman dan dapat menyelesaikan lari di bawah 10 detik,” ucap Zohri.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8842 seconds (0.1#10.140)