Lewat Prestasi, Tiga Atlet Asian Games 2018 Hapus Stigma Anak Mantan TKI

Senin, 03 September 2018 - 23:23 WIB
Lewat Prestasi, Tiga Atlet Asian Games 2018 Hapus Stigma Anak Mantan TKI
Lewat Prestasi, Tiga Atlet Asian Games 2018 Hapus Stigma Anak Mantan TKI
A A A
DEPOK - Perhelatan Asian Games 2018 masih membawa euforia di tengah masyarakat. Prestasi para atlet yang berhasil mempersembahkan medali emas seakan menyingkirkan perbedaan sebab kita merasa sebagai satu kesatuan bangsa yang merasa bangga.

Para atlet yang mengharumkan nama bangsa tidak hanya telah bekerja keras menguras keringat, menahan peluh dan keringat di tengah laga namun mereka telah berjuang untuk hidup ditengah kehidupan mereka yang sangat keras di dunia nyata.

Rindi Sufriyanto, atlet panjat tebing, Aris Susanti Rahayu, atlet panjat tebing dan Aji Bangkit Pamungkas, atlet pencak silat. Kesamaan mereka tak hanya berhasil mengibarkan bendera Merah Putih karena meraih emas namun juga mereka bertiga adalah anak mantan tenaga kerja Indonesia (TKI).

Prestasi mereka seakan menghapus stigma rendah masyarakat bahwa anak TKI yang berasal dari kalangan papa tidak akan bisa mampu berprestasi. Ketiganya bisa menjadi katalis bahwa anak mantan TKI, bisa menjadi atlet, anak TKI bisa menjadi menteri seperti Menaker M Hanif Dhakiri bahkan anak TKI pun bisa menjadi Presiden suatu saat nanti.

Rindi dengan kelincahan dan kekuatan tangan dan kakinya bak Spiderman mengaku sejak kelas 4 sekolah dasar telah ditinggal orangtuanya yang bekerja ke Malaysia. Ayahnya Agus Hari Supomo dan Ibu Djuartin selama 14 tahun meninggalkan Rindi kecil ke neneknya.

Djuartin mengungkapkan, sejak usia dua tahun Rindi memang suka sekali memanjat apa saja yang dia lihat di rumahnya. Entah itu pohon mangga, pipa air bahkan tangga tidak boleh ditinggal sembarangan karena Rindi akan dengan cepat memanjat.

"Saya tak mengira hobi anak saya itu bisa memberinya rezeki. Syukur Alhamdulillah Rindi bisa membanggakan bangsa Indonesia," tuturnya setengah tersedu usai anaknya menerima penghargaan oleh Menaker.

Rindi memang mengaku sempat sedih sebab masa kecilnya kekurangan kasih sayang orang tua. Beda dengan anak pada umumnya Rindi harus diasuh oleh neneknya dan dilanjutkan oleh kakaknya saat neneknya wafat. Tapi Rindi tak pernah mengeluh. Rindi kerap naik gunung karena alam dianggapnya memberikan ketenangan.

Ketika dia menginjak SMK Rindi pun mulai fokus di panjat tebing. Kesukannya memanjat pohon mangga lalu diaplikasikan di tebing buatan untuk mendulang prestasi. Sebelum memanjat Rindi selalu berdoa agar dia menang karena dia ingin membuat bangga orang tuanya. Rindi ingin kini giliran dia yang berjuang demi hidup orang tuanya yang telah hidup di negeri orang selama 14 tahun agar Rindi bisa menjadi atlet seperti saat ini.

"Kami bisa membuktikan meski kami ditinggal orangtua tapi kami bisa menbahagiakan mereka," ucapnya.

Begitupun Aries Susanti Rahayu yang mengaku sejak usia tiga tahun telah ditinggal ibundanya bekerja di Timur Tengah. Wanita kelahiran Grobogan, 21 Mei 1995 itu mengaku memang suka olahraga sejak kecil.

Kata dia, Ibunya Maryanti pernah menemaninya latihan saat dia menjadi atlet lari ketika dia SD. Namun ketika dia beralih ke panjat tebing ibunya tak lagi bisa mendampingi karena harus menjadi pekerja di Timteng.

"Saya ingin membahagaikan ibu melalui prestasi. Dengan prestasi tidak akan ada lagi yang memandang rendah anak pekerja migran," katanya.

Sementara peraih emas di cabang pencak silat Aji Bangkit Pamungkas juga ditinggal ibundanya Anis Nurul Laili pergi mencari uang di Taiwan selama dua periode. Yakni pada tahun 2000-2003 lalu kembali lagi ke Indonesia dan melanjutkan kontraknya di Taiwan pada 2010-2013.

Lelaki kelahiran Ponorogo 20 Mei 1999 ini mengungkapkan, meski terlahir dari keluarga TKI namun tidak boleh minder. Sebab dengan tekad dan perjuangan yang keras pasti akan membuahkan hasil indah. Bahwa anak-anak mantan pekerja migran ini, katanya, harus membalas perjuangan para orangtia bekerja jauh dari rumah dengan prestaai yang membanggakan.

Menaker M Hanif Dhakiri mengatakan, menjadi PMI jangan dianggap remeh sebagai pekerjaan hina. Sebab ini adalah mata pencaharian halal. Bahkan PMI, katanya, adalah penyumbanh devisa nomor enam terbesar di Indonesia.

"Semangat ini yang ingin saya bagi kepada semua. Bahwa semua orang boleh mempunyai harapan. Tidak peduli seberapa miskin, seberapa terbata kehidupan kita namun harus selalu memiliki harapan," kata dia.

Hanif berpesan kepada ketiga atlet agar terus berlatih agar bisa mengharumkan nama bangsa di kancah internasional lainnya. Namu disisi lain dia ingin kepada keriganya agar terus bersekolah setinggi-tingginya.

Kepada ketiga atlet tersebut Kemenaker bekerjasma dengan dua bank pemerintah kemarin memberikan hadiah berupa uang masing-masing senilai Rp50 juta. Selain itu juga ada perlindungan program jaminan sosial dari BPJS Ketenagakerjaan.
(bbk)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7631 seconds (0.1#10.140)