Gagal di Liga Champions, Dominasi Juve di Seri A Dianggap Biasa

Senin, 22 April 2019 - 09:24 WIB
Gagal di Liga Champions, Dominasi Juve di Seri A Dianggap Biasa
Gagal di Liga Champions, Dominasi Juve di Seri A Dianggap Biasa
A A A
TORINO - Penggemar film sudah dibuat tak sabar menunggu rilis serial terakhir Avengers, Endgame. Cerita di film yang akan tayang di Indonesia pada 24 April itu disebut sebagai kesimpulan atas 22 film yang telah dibuat Marvel. Artinya, Endgame adalah film final dari 11 tahun perjalanan mereka. Tentu semua penasaran bagaimana ending dari para pahlawan mereka.

Apalagi setelah pada serial sebelumnya, Infinity War, banyak karakter berhasil dibunuh Thanos. “Pembantaian yang dilakukan Thanos, menghapus setengah jagat raya dan mematahkan barisan Avengers, memaksa mereka yang tersisa berjuang terakhir kalinya," tulis media Inggris, Independent dalam artikelnya tentang film yang dikabarkan menelan biaya tak kurang dari Rp5 triliun tersebut.

Namun di Italia, tepatnya Seri A, Endgame sudah terjadi. “Thanos” sudah berhasil menghancurkan para Avangers yang kini hanya berjuang untuk memperebutkan asa agar bisa melaju ke Eropa. Thanos Seri A itu menjelma dalam bentuk Juventus. Football-italia.net kali pertama menyebut Juve sebagai Thanos Seri A. Semua usaha dari para Avengers, seperti Napoli, AS Roma, Inter Milan, AC Milan, dan Lazio gagal total.

Napoli yang melakukan penyegaran kursi pelatih harus mengakui keunggulan 20 poin dari La Vecchia Signora. Sepanjang musim berlangsung, tim besutan Carlo Ancelotti tak pernah bisa menyentuh Juve di puncak klasemen. Sedangkan AC Milan yang sudah mengeluarkan dana superbesar, Inter Milan, AS Roma, dan Lazio hanya bertarung bagaimana caranya bisa masuk ke zona Eropa; entah itu Liga Champions atau sekadar tiket Liga Europa.

“Dengan empat gelar Coppa Italia, delapan gelar liga berturut-turut, empat kali double winner berturut-turut, membuat Juve layaknya Thanos di film Avengers,” tulis football-italia. Dominasi Juve tak selalu bicara uang, tapi bagaimana mereka melakukan perencanaan skuad dengan baik.

Struktur dan kekuatan modal tim Nyonya Tua tidak dibangun dari petrodolar Timur Tengah, seperti Manchester City, oligarki Rusia layaknya Chelsea, guyuran dolar konglomerat Amerika di Manchester United, Arsenal, Livepool, atau gelontoran yuan dari konsorsium China (AC Milan dan Inter Milan).

Kekuatan mereka dibangun atas perencanaan manajemen matang dari puncak hierarki mulai dari level presiden sampai dengan pelatih. Semua memainkan ritme sama dalam menyusun anggaran keuangan dan mengidentifikasi target transfer pada akhir musim.

“Ini adalah sebuah dinasti yang belum pernah disaksikan di sepak bola Italia. Dalam hal statistik melebihi semua yang pernah terjadi: Il Grande Torino yang mistis, skuad AC Milan milik Arrigo Sacchi, era Maradona di Napoli, Inter Milan bersama Roberto Mancini dan Jose Mourinho, bahkan tim Juve era Giovanni Trapattoni dan Marcello Lippi semua tenggelam,” kata football-italia dalam tulisannya.

Sepanjang sejarah memang belum pernah ada tim Seri A yang mengunci delapan gelar berurutan. Pencapaian Juve ini menjadi yang pertama di lima kompetisi elite Eropa. Juve menggeser pencapaian Lyon (Ligue 1 Prancis) saat mendapatkan tujuh gelar beruntun, lebih baik dari Bayern Muenchen (6), Real Madrid (5), dan Manchester United (4).

Allegri tercatat sebagai pelatih tersukses kedua setelah Trapattoni dengan enam Scudetto. “Saya sangat senang, ini pencapaian besar. Memenangkan Scudetto kedelapan kami dengan lima pertandingan tersisa menunjukkan pentingnya apa yang telah kami lakukan,” kata Allegri.

Mantan pelatih AC Milan itu menjelaskan, musim-musim sebelumnya Juve mengalami beberapa penurunan, tetapi tahun ini timnya benar-benar harus menekan pedal gas sejak awal. “Pertandingan yang menentukan adalah melawan Bologna menyusul kekalahan di Madrid, saat kami bertanding tandang, pertama di Bologna dan kemudian di Napoli,” katanya.

Sayangnya, pencapaian Juve terbilang biasa saja. Apalagi mereka juga sudah kehilangan Coppa Italia dan Liga Champions yang menjadi mimpi terbesarnya. Bahkan, demi mendapatkan trofi kuping lebar, La Vecchia Signora mendatangkan Cristiano Ronaldo ke Turin.

Sayang, meski Ronaldo mencetak dua gol pada partai perempat final melawan Ajax Amsterdam, Juve tetap gagal melangkah ke semifinal. Namun, pemain yang biasa dipanggil CR7 tujuh itu tetap membuat sejarah dengan mendapatkan gelar di tiga kompetisi elite Eropa, yakni Liga Primer bersama Manchester United, Primera Liga saat membela Real Madrid, dan Seri A bersama Juve.

“Saya sangat senang telah menang di Inggris, Spanyol, dan sekarang gelar liga di Italia. Itu sangat berarti bagi saya dan itu sangat berarti bagi kami sebagai sebuah tim. Kami akan mencoba lagi di Liga Champions tahun depan,” tutur CR7 yang menegaskan tetap akan di Juve musim depan.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6259 seconds (0.1#10.140)