Sepak Bola Bisa Buktikan Uang Bukan Segalanya

Rabu, 26 Agustus 2020 - 11:36 WIB
loading...
Sepak Bola Bisa Buktikan Uang Bukan Segalanya
Foto/dok
A A A
PARIS - Kegagalan Paris Saint-Germain (PSG) mendapatkan gelar Liga Champions seperti membantah anggapan jika uang bisa membeli semua gelar yang diinginkan. PSG yang nilai skuadnya di atas Bayern Muenchen menyerah 0-1 di partai final.

Sebelum final Liga Champions digulirkan, beberapa media membandingkan skuad yang dimiliki Bayern dengan PSG dari sisi nilai pasarnya. Referensi yang digunakan adalah starting line up saat Bayern berhadapan dengan PSG di partai semifinal.

Perbandingkan itu kemudian memunculkan angka jika 11 pemain pertama Bayern pada laga melawan Olympique Lyon, Kamis (20/8), hanya senilai 90.135 juta poundsterling. Saat dibuat perbandingan, jumlah tersebut ternyata jauh di bawah Neymar Jr yang memiliki nilai pasar 199,8 juta poundsterling. Angka tersebut juga lebih rendah dibandingkan Kylian Mbappe yang bernilai 131 juta poundsterling. (Baca: Bayern Muenchen Juara Liga Champions, Liverpool Tak Dapat Apa-apa)

Bahkan, jika seluruh anggota skuad Die Roten (23 pemain) nilainya digabungkan, masih berada di bawah kombinasi Neymar dan Mbappe. Total skuad Bayern hanya di angka 330 juta poundsterling, sedangkan akumulasi transfer Neymar dan Mbappe sebesar 331 juta poundsterling.

Nah, kalau kemudian dibandingkan antara nilai seluruh skuad Bayern dengan PSG, perbandingannya mendekati 2 berbanding 1. Les Parisiens memiliki skuad bernilai 703,6 juta poundsterling, sedangkan Bayern berada di angka 330 juta poundsterling. "Kami melakukan semua yang kami bisa," kata Presiden PSG Nasser Al-Khelaifi, setelah final, dikutip Marca.

Sejak diambil alih Qatar Sports Investments, banyak uang dikeluarkan untuk membuat PSG menjadi kekuatan baru di Eropa. Sayang, kekuatan finansial yang mereka gunakan untuk mendatangkan beberapa pemain termahal dan terbaik di Eropa baru memperlihatkan hasil di kompetisi domestik.

PSG sukses menaklukkan sepak bola Prancis dengan mendapatkan semua gelar domestik yang diinginkan, tapi tidak untuk Liga Champions. Pertandingan final melawan Bayern bahkan baru pertama kali mereka rasakan sejak uang lebih dari 1,2 miliar euro digelontorkan. “Itu final pertama kami, sedangkan Bayern telah memainkan 11 pertandingan (final). Kami hanya perlu memperbaiki beberapa detail. Kami mencapai final dan memenangkan empat trofi (domestik), itu tidak buruk," kata Nasser. (Baca juga: Amien Rais Kritik Nadiem: Dunia Pendidikan Beda dengan Pergojekan)

Bukan hanya PSG yang gagal menaklukkan Eropa dengan gelontoran dana besar. Dari Liga Primer, tim seperti Manchester City juga masih belum pernah merasakan laga semifinal. Kehadiran petrodolar yang digelontorkan Abu Dhabi United Group, kendaraan investasi milik Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan, belum membuahkan hasil di Eropa.

Mereka memang sudah mengumpulkan 13 gelar dari kompetisi domestik dengan rincian 4 trofi Liga Primer, 2 Piala FA, 5 Piala Liga, ditambah bonus 2 Community Shield, tapi selalu gagal di Liga Champions. Demi menaklukkan Eropa, mereka mendatangkan Pep Guardiola yang memiliki pengalaman banyak gelar bersama Barcelona dan Bayern. (Baca juga: Rusia Rilis Ledakan Tsar Bomba, Bom Nuklir Terkuat Sejagad)

Sayang, sampai musim 2019/2020, The Citizens tetap gagal bahkan untuk sekadar mencapai partai final. “Itulah kompetisi ini (Liga Champions), Anda harus sempurna. Kami menciptakan lebih banyak peluang, melakukan lebih banyak tembakan, kami melakukan segalanya, tapi sayangnya kami tersingkir lagi," kata Guardiola.

Menaklukkan Eropa selalu membutuhkan waktu dan tradisi. Boleh saja Liga Champions mendatangkan kejutan seperti saat Porto atau Chelsea juara, tapi semua tidak akan hadir dalam setiap musim. Lihat saja bagaimana distribusi trofi Liga Champions berkutat pada tim tradisional seperti Real Madrid, Barcelona, Bayern, Liverpool, atau AC Milan.

Mereka adalah tim yang membangun reputasi sejak lama. Madrid bahkan bisa menjadi juara saat mereka tidak dalam penampilan terbaik di domestik dan tidak mengeluarkan banyak uang. Liverpool boleh saja berulang kali gagal mendapatkan trofi domestik, tapi mereka memiliki koleksi gelar Liga Champions lebih banyak dibandingkan Manchester United, Chelsea, atau Man City sejak era Liga Primer. (Lihat videonya: Antrean Mengular, Pengadilan Agama Soreang Dibanjiri Pasutri Sidang Cerai)

Karena itu, Presiden UEFA Aleksander Ceferin merasa tidak khawatir dengan besarnya perputaran uang yang digelontoran oleh investor di beberapa klub. Bahkan, jika uang tersebut berasal dari pendanaan sebuah negara. "Jika itu dalam peraturan, saya tidak khawatir,” kata Ceferin, dikutip Reuters.

Menurut dia, UEFA mendistribusikan hampir 90% dari semua uang kembali ke asosiasi dan klub. Justru, UEFA ingin mendapatkan lebih banyak pendapatan karena itu bagus perkembangan sepak bola. Menurut dia, sangat penting mengizinkan investasi datang, selama dalam regulasi (dan) mengikuti financial fair play dan keseimbangan kompetitif. “Mengapa keseimbangan kompetitif sangat penting? Karena, kalau tidak persaingan sudah tidak menarik lagi sehingga membosankan dan kita tidak ingin itu terjadi,” tandasnya. (Maruf)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0914 seconds (0.1#10.140)