3 Kehebatan George Foreman, Sang Juara Dunia Tinju Kelas Berat Tertua
loading...

3 Kehebatan George Foreman, Sang Juara Dunia Tinju Kelas Berat Tertua. Foto: IST
A
A
A
Dunia tinju berduka atas kepergian George Foreman , salah satu petinju legendaris yang namanya abadi dalam sejarah olahraga. Foreman tidak hanya dikenal sebagai petinju tangguh dengan pukulan dahsyat, tetapi juga sebagai juara dunia kelas berat tertua yang pernah ada. Pada usia 45 tahun, ia mencetak sejarah dengan mengalahkan Michael Moorer pada 1994 dan merebut kembali gelar juara dunia, membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang bagi seorang juara sejati.
George Foreman pertama kali menjadi juara dunia pada 1973 setelah mengalahkan Joe Frazier dengan cara yang luar biasa. Namun, setelah mengalami kekalahan mengejutkan dari Muhammad Ali dalam pertarungan legendaris "The Rumble in the Jungle" tahun 1974, Foreman sempat pensiun pada 1977.
Namun, semangat bertarungnya tak pernah padam. Pada 1987, Foreman kembali ke ring dengan misi besar: merebut kembali kejayaan. Meski banyak pihak meragukan kemampuannya karena faktor usia, Foreman membuktikan bahwa ia masih memiliki kekuatan, strategi, dan mentalitas seorang juara.
Puncak comeback luar biasanya terjadi pada 5 November 1994, ketika ia menghadapi juara bertahan Michael Moorer. Foreman tertinggal di poin selama sembilan ronde, tetapi ia tetap tenang dan menunggu momen yang tepat. Di ronde ke-10, pukulan straight kanan kerasnya menghantam Moorer dan membuatnya terkapar di atas kanvas. Moorer tak mampu bangkit, dan Foreman pun kembali menjadi juara dunia kelas berat di usia 45 tahun, rekor yang hingga kini masih bertahan.
Foreman dikenal memiliki kekuatan pukulan luar biasa. Bahkan di usia 40-an, kekuatan pukulannya masih menjadi ancaman bagi lawan-lawannya. Kemenangan atas Moorer adalah bukti nyata bahwa pukulannya tetap efektif dan mematikan.
Setelah kekalahannya dari Muhammad Ali, Foreman tidak menyerah. Ia justru kembali ke dunia tinju dengan tekad baja dan membuktikan bahwa dirinya masih layak berada di puncak. Mentalitas ini menjadi inspirasi bagi banyak petinju muda.
Dengan dua periode kejayaan di era 1970-an dan 1990-an, Foreman menjadi contoh bahwa dedikasi dan kerja keras dapat memperpanjang umur karier seorang atlet. Ia mengakhiri kariernya pada 1997 dengan rekor mengesankan: 76 kemenangan (68 KO) dan hanya lima kekalahan.
Kepergian George Foreman meninggalkan duka mendalam bagi dunia tinju. Namun, warisannya akan terus hidup sebagai inspirasi bagi generasi mendatang. Rekornya sebagai juara dunia kelas berat tertua masih belum terpecahkan hingga kini.
Big George bukan sekadar petinju, ia adalah simbol ketahanan, semangat, dan kejayaan yang tak mengenal batas usia. Dunia mungkin kehilangan sosoknya, tetapi namanya akan selalu dikenang dalam sejarah olahraga.
George Foreman pertama kali menjadi juara dunia pada 1973 setelah mengalahkan Joe Frazier dengan cara yang luar biasa. Namun, setelah mengalami kekalahan mengejutkan dari Muhammad Ali dalam pertarungan legendaris "The Rumble in the Jungle" tahun 1974, Foreman sempat pensiun pada 1977.
Namun, semangat bertarungnya tak pernah padam. Pada 1987, Foreman kembali ke ring dengan misi besar: merebut kembali kejayaan. Meski banyak pihak meragukan kemampuannya karena faktor usia, Foreman membuktikan bahwa ia masih memiliki kekuatan, strategi, dan mentalitas seorang juara.
Puncak comeback luar biasanya terjadi pada 5 November 1994, ketika ia menghadapi juara bertahan Michael Moorer. Foreman tertinggal di poin selama sembilan ronde, tetapi ia tetap tenang dan menunggu momen yang tepat. Di ronde ke-10, pukulan straight kanan kerasnya menghantam Moorer dan membuatnya terkapar di atas kanvas. Moorer tak mampu bangkit, dan Foreman pun kembali menjadi juara dunia kelas berat di usia 45 tahun, rekor yang hingga kini masih bertahan.
Tiga Kehebatan George Foreman yang Mewarnai Kariernya
1. Pukulan Mematikan
Foreman dikenal memiliki kekuatan pukulan luar biasa. Bahkan di usia 40-an, kekuatan pukulannya masih menjadi ancaman bagi lawan-lawannya. Kemenangan atas Moorer adalah bukti nyata bahwa pukulannya tetap efektif dan mematikan.
2. Mental Juara dan Pantang Menyerah
Setelah kekalahannya dari Muhammad Ali, Foreman tidak menyerah. Ia justru kembali ke dunia tinju dengan tekad baja dan membuktikan bahwa dirinya masih layak berada di puncak. Mentalitas ini menjadi inspirasi bagi banyak petinju muda.
3. Karier Panjang dan Konsisten
Dengan dua periode kejayaan di era 1970-an dan 1990-an, Foreman menjadi contoh bahwa dedikasi dan kerja keras dapat memperpanjang umur karier seorang atlet. Ia mengakhiri kariernya pada 1997 dengan rekor mengesankan: 76 kemenangan (68 KO) dan hanya lima kekalahan.
Kepergian George Foreman meninggalkan duka mendalam bagi dunia tinju. Namun, warisannya akan terus hidup sebagai inspirasi bagi generasi mendatang. Rekornya sebagai juara dunia kelas berat tertua masih belum terpecahkan hingga kini.
Big George bukan sekadar petinju, ia adalah simbol ketahanan, semangat, dan kejayaan yang tak mengenal batas usia. Dunia mungkin kehilangan sosoknya, tetapi namanya akan selalu dikenang dalam sejarah olahraga.
(sto)
Lihat Juga :