Bos ONE Champhionship Tantang Dana White Bertarung di Octagon
loading...
A
A
A
SINGAPURA - CEO dan Chairman ONE Championship Chatri Sityodong menantang bos dari Ultimate Fighting Champhionship (UFC) Dana White bertarung di Octagon. Keinginannya itu terlihat dari unggahan akun ONE Championship di Instagram dan Twitter.
Pada video yang dibagikannya itu, Caption berisi pertanyaan. “Siapa yang ingin menyaksikan Chatri vs. Dana?”. Unggahan ini pun mengundang berbagai reaksi baik dari fan maupun atlet profesional.
Banyak komentar menyatakan jika laga ini akan menjadi kontes yang tak seimbang karena Chatri Sityodtong adalah pemilik sabuk cokelat Brazilian Jiu-Jitsu (BJJ) dan telah berlatih Muay Thai selama lebih dari 35 tahun. Sedangkan Dana White lebih dikenal sebagai pebisnis.
Namun, bukan berarti Dana White tak punya pengalaman sama sekali. Diketahui, dia aktif berlatih tinju sejak usia remaja. Saat berusia 17 tahun, dia mendalami olahraga yang juga dikenal dengan nama “sweet science” tersebut.
Bahkan, Dana White juga mulai aktif melatih dalam boxercise – konsep yang menitikberatkan tinju sebagai metode berlatih dibandingkan berkompetisi. Melihat fakta tersebut, maka pertukaran serangan dalam duel atas bisa sangat menarik.
Muay Thai bisa dibilang lebih agresif karena bisa memanfaatkan delapan anggota tubuh mulai dari kaki hingga sikut. Oleh karenanya, disiplin ini disebut juga sebagai “seni delapan tungkai”.
Namun, praktisi tinju jelas memiliki pukulan baja yang tak kalah mengerikan karena itu memang senjata utama mereka. Selain itu, pergerakan kaki (footwork) serta kepala (head movement) dalam menghindari serangan lawan juga jadi salah satu nilai lebih dari seorang petinju.
Dalam area ini, menarik ditunggu aksi saling tukar serangan dan siapa yang bisa mendaratkan serangan lebih agresif. Jika tidak, pemenangnya bisa saja ditentukan lewat satu pukulan keberuntungan (one lucky punch) yang bisa mengakhiri laga dalam sekejap.
Tapi jika pertarungan berlangsung di bawah, maka jalannya laga mungkin akan lebih mudah ditebak. Dengan berbekal ribuan jam berlatih di atas matras, Chatri Sityodtong tentu memiliki peluang besar mengakhiri laga lewat kuncian.
Bagaimanapun, dia adalah pemilik sabuk cokelat BJJ di bawah asukah Renzo Gracie, praktisi legendaris yang berasal dari klan grappling termasyhur.
Secara teori, para pemilik sabuk cokelat BJJ bisa mematahkan anggota tubuh lawan hanya dalam hitungan detik. Namun, logika matematika tidak selalu berlaku di arena laga.
Contohnya dalam ajang ONE: WINTER WARRIORS pada Desember lalu. Stamp Fairtex, yang memiliki latar belakang dalam Muay Thai, bisa mengalahkan Ritu Phogat lewat kuncian armbar.
Hal ini sedikit sulit diterima logika karena area bawah seharunya mutlak milik Ritu – peraih medali emas dalam Olimpiade gulat. Namun, seperti yang banyak atlet bilang, apa pun bisa terjadi dalam laga.
Itu juga berlaku dalam duel Chatri Sityodtong vs. Dana White. Terlebih, sang bos UFC memiliki bobot badan yang lebih berat yang bisa jadi salah satu keuntungan.
Dengan pengalaman selama lebih dari dua dekade dalam mempromosikan laga MMA, Dana White tentu bukan sosok sembarangan. Dia pasti sudah banyak belajar dari para petarung top yang berlaga di UFC.
Pada video yang dibagikannya itu, Caption berisi pertanyaan. “Siapa yang ingin menyaksikan Chatri vs. Dana?”. Unggahan ini pun mengundang berbagai reaksi baik dari fan maupun atlet profesional.
Banyak komentar menyatakan jika laga ini akan menjadi kontes yang tak seimbang karena Chatri Sityodtong adalah pemilik sabuk cokelat Brazilian Jiu-Jitsu (BJJ) dan telah berlatih Muay Thai selama lebih dari 35 tahun. Sedangkan Dana White lebih dikenal sebagai pebisnis.
Namun, bukan berarti Dana White tak punya pengalaman sama sekali. Diketahui, dia aktif berlatih tinju sejak usia remaja. Saat berusia 17 tahun, dia mendalami olahraga yang juga dikenal dengan nama “sweet science” tersebut.
Bahkan, Dana White juga mulai aktif melatih dalam boxercise – konsep yang menitikberatkan tinju sebagai metode berlatih dibandingkan berkompetisi. Melihat fakta tersebut, maka pertukaran serangan dalam duel atas bisa sangat menarik.
Muay Thai bisa dibilang lebih agresif karena bisa memanfaatkan delapan anggota tubuh mulai dari kaki hingga sikut. Oleh karenanya, disiplin ini disebut juga sebagai “seni delapan tungkai”.
Namun, praktisi tinju jelas memiliki pukulan baja yang tak kalah mengerikan karena itu memang senjata utama mereka. Selain itu, pergerakan kaki (footwork) serta kepala (head movement) dalam menghindari serangan lawan juga jadi salah satu nilai lebih dari seorang petinju.
Dalam area ini, menarik ditunggu aksi saling tukar serangan dan siapa yang bisa mendaratkan serangan lebih agresif. Jika tidak, pemenangnya bisa saja ditentukan lewat satu pukulan keberuntungan (one lucky punch) yang bisa mengakhiri laga dalam sekejap.
Tapi jika pertarungan berlangsung di bawah, maka jalannya laga mungkin akan lebih mudah ditebak. Dengan berbekal ribuan jam berlatih di atas matras, Chatri Sityodtong tentu memiliki peluang besar mengakhiri laga lewat kuncian.
Bagaimanapun, dia adalah pemilik sabuk cokelat BJJ di bawah asukah Renzo Gracie, praktisi legendaris yang berasal dari klan grappling termasyhur.
Secara teori, para pemilik sabuk cokelat BJJ bisa mematahkan anggota tubuh lawan hanya dalam hitungan detik. Namun, logika matematika tidak selalu berlaku di arena laga.
Contohnya dalam ajang ONE: WINTER WARRIORS pada Desember lalu. Stamp Fairtex, yang memiliki latar belakang dalam Muay Thai, bisa mengalahkan Ritu Phogat lewat kuncian armbar.
Hal ini sedikit sulit diterima logika karena area bawah seharunya mutlak milik Ritu – peraih medali emas dalam Olimpiade gulat. Namun, seperti yang banyak atlet bilang, apa pun bisa terjadi dalam laga.
Itu juga berlaku dalam duel Chatri Sityodtong vs. Dana White. Terlebih, sang bos UFC memiliki bobot badan yang lebih berat yang bisa jadi salah satu keuntungan.
Dengan pengalaman selama lebih dari dua dekade dalam mempromosikan laga MMA, Dana White tentu bukan sosok sembarangan. Dia pasti sudah banyak belajar dari para petarung top yang berlaga di UFC.
(sto)