Akibat Sanksi FIFA, Gelandang Persib Gagal Ikuti Kursus Kepelatihan
A
A
A
BANDUNG - Sudah menjadi hal yang lumrah bagi para pemain sepak bola melanjutkan karir masa depannya ke dunia kepelatihan. Hal itu pula yang ingin dilakukan Firman Utina. Apalagi saat ini usianya sudah menginjak 33 tahun.
Pemain kelahiran Manado, 15 Desember 1981 itu bercita-cita untuk banting setir menjadi pelatih ketika kariernya sebagai pemain sudah usai. Namun apa daya, keinginannya harus tertunda. Sebab kursus kepelatihan berlisensi C dari AFC yang digelar di National Youth Training Centre (NYTC), Sawangan, Depok pada 1 hingga 13 Juni mendatang batal terlaksana.
"1 Juni 2015 jadwal pengambilan kepelatihan lisensi C AFC. Semangat peserta untuk mengambil kursus ini sangat diharapkan, agar suatu saat melatih kelak bisa menciptakan pemain-pemain muda yang berbakat dari daerahnya masing-masing. Tapi begitu masuk ruangan kelas, tiba-tiba instruktur dari Singapura yang diutus AFC mengatakan kepelatihan ditunda akibat belum dicabutnya ijin (pembekuan PSSI) dari Pak Menpora," ungkap Firman.
Pembekuan terhadap PSSI memang belum dicabut oleh Kemenpora RI. Meski Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah meminta agar pembekuan itu ditangguhkan, Kemenpora nyatanya masih tetap pada keputusannya. Akhirnya sepak bola Indonesia melalui PSSI tidak dianggap sebagai bagian dari keanggotaan FIFA.
"Disaat kami main, kami banting tulang, bawa nama bangsa ini pun kami iklas dan tidak pernah buka tangan minta upah dari Bapak (pemerintah). Sepak bola ini hoby dan sudah termasuk mata pencaharian keluarga kami. Dalam sepak bola itu 11 lawan 11. Dilapangan tapi kami tidak merasa sulit memainkannya. Sekarang konflik bapak berdua (Menpora dan PSSI) sudah merusak cita-cita kami, hoby kami, termasuk mata pencaharian kami, nuranimu mana?," keluh Firman.
Rencananya Menpora akan menggelar kompetisi baru seusai hari raya Idul Fitri. Namun kemungkinan besar kompetisi itu akan sepi peminat sebab klub-klub profesional telah menyatakan diri sebagai bagian dari PSSI. Jadi mereka enggan untuk tampil dalam kompetisi di luar PSSI.
Pemain kelahiran Manado, 15 Desember 1981 itu bercita-cita untuk banting setir menjadi pelatih ketika kariernya sebagai pemain sudah usai. Namun apa daya, keinginannya harus tertunda. Sebab kursus kepelatihan berlisensi C dari AFC yang digelar di National Youth Training Centre (NYTC), Sawangan, Depok pada 1 hingga 13 Juni mendatang batal terlaksana.
"1 Juni 2015 jadwal pengambilan kepelatihan lisensi C AFC. Semangat peserta untuk mengambil kursus ini sangat diharapkan, agar suatu saat melatih kelak bisa menciptakan pemain-pemain muda yang berbakat dari daerahnya masing-masing. Tapi begitu masuk ruangan kelas, tiba-tiba instruktur dari Singapura yang diutus AFC mengatakan kepelatihan ditunda akibat belum dicabutnya ijin (pembekuan PSSI) dari Pak Menpora," ungkap Firman.
Pembekuan terhadap PSSI memang belum dicabut oleh Kemenpora RI. Meski Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah meminta agar pembekuan itu ditangguhkan, Kemenpora nyatanya masih tetap pada keputusannya. Akhirnya sepak bola Indonesia melalui PSSI tidak dianggap sebagai bagian dari keanggotaan FIFA.
"Disaat kami main, kami banting tulang, bawa nama bangsa ini pun kami iklas dan tidak pernah buka tangan minta upah dari Bapak (pemerintah). Sepak bola ini hoby dan sudah termasuk mata pencaharian keluarga kami. Dalam sepak bola itu 11 lawan 11. Dilapangan tapi kami tidak merasa sulit memainkannya. Sekarang konflik bapak berdua (Menpora dan PSSI) sudah merusak cita-cita kami, hoby kami, termasuk mata pencaharian kami, nuranimu mana?," keluh Firman.
Rencananya Menpora akan menggelar kompetisi baru seusai hari raya Idul Fitri. Namun kemungkinan besar kompetisi itu akan sepi peminat sebab klub-klub profesional telah menyatakan diri sebagai bagian dari PSSI. Jadi mereka enggan untuk tampil dalam kompetisi di luar PSSI.
(bep)