Dualisme KOI-KONI Penyebab Kegagalan SEAG 2015
A
A
A
JAKARTA - Menpora Imam Nahrawi mengumpulkan stakeholder olahraga untuk membahas sekaligus mengevaluasi hasil SEA Games 2015 Singapura, di Aula Wisma Menpora, Jakarta, Kamis (25/6/2015) kemarin. Dalam pertemuan itu ada hal menarik yang disampaikan Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Suwarno.
Suwarno menyoroti kegagalan kontingen Merah Putih di ajang dua tahunan tersebut karena kurangnya pendekatan yang dilakukan oleh Komite Olimpiade Indonesia (KOI) terhadap cabang olahraga yang berpotensi merebut medali emas. Selain itu, proses pengadaan perlengkapan masih ada yang belum dapat dan tidak memenuhi standar.
"Lalu, sampai dengan saat ini, proses pengadaan perlengkapan masih ada yang belum dapat. Sampai 2014, kita tidak mampu membeli alat perlengkapan ASIAN Games. Peralatan juga beberapa tidak standar," kata Suwarno seperti dikutip situs resmi Kemenpora, Jumat (26/6/2015).
Suwarno menambahkan dualisme KONI-KOI juga dinilai menjadi salah satu penyebab lemahnya prestasi Indonesia dalam ajang SEA Games 2015. Akibatnya, dualisme beberapa cabor, seperti tenis meja, menyebabkan masalah seleksi atlet bertambah rumit.
"Rekomendasi kami, dualisme KONI dan KOI harus diselesaikan, karena itu menimbulkan dualisme kepengurusan di cabor," tuturnya.
Tanggapan juga datang dari mantan perenang Indonesia Richard Sambera. Ia menyatakan pembinaan atlet bukan terletak pada KONI, tapi pada PB/PP cabor secara langsung. "Harus kita tanya diri kita masing-masing, masih perlukah kita harus menjadi juara SEA Games?" tanya Richard.
Dalam pesta olahraga kawasan Asia Tenggara yang digelar di Singapura awal bulan ini, Indonesia hanya mengumpulkan 182 medali dengan perincian 47 medali emas, 61 perak, dan 74 perunggu. (Baca juga: Menpora Panggil Stakeholder Olahraga Bahas Kegagalan SEAG 2015)
Suwarno menyoroti kegagalan kontingen Merah Putih di ajang dua tahunan tersebut karena kurangnya pendekatan yang dilakukan oleh Komite Olimpiade Indonesia (KOI) terhadap cabang olahraga yang berpotensi merebut medali emas. Selain itu, proses pengadaan perlengkapan masih ada yang belum dapat dan tidak memenuhi standar.
"Lalu, sampai dengan saat ini, proses pengadaan perlengkapan masih ada yang belum dapat. Sampai 2014, kita tidak mampu membeli alat perlengkapan ASIAN Games. Peralatan juga beberapa tidak standar," kata Suwarno seperti dikutip situs resmi Kemenpora, Jumat (26/6/2015).
Suwarno menambahkan dualisme KONI-KOI juga dinilai menjadi salah satu penyebab lemahnya prestasi Indonesia dalam ajang SEA Games 2015. Akibatnya, dualisme beberapa cabor, seperti tenis meja, menyebabkan masalah seleksi atlet bertambah rumit.
"Rekomendasi kami, dualisme KONI dan KOI harus diselesaikan, karena itu menimbulkan dualisme kepengurusan di cabor," tuturnya.
Tanggapan juga datang dari mantan perenang Indonesia Richard Sambera. Ia menyatakan pembinaan atlet bukan terletak pada KONI, tapi pada PB/PP cabor secara langsung. "Harus kita tanya diri kita masing-masing, masih perlukah kita harus menjadi juara SEA Games?" tanya Richard.
Dalam pesta olahraga kawasan Asia Tenggara yang digelar di Singapura awal bulan ini, Indonesia hanya mengumpulkan 182 medali dengan perincian 47 medali emas, 61 perak, dan 74 perunggu. (Baca juga: Menpora Panggil Stakeholder Olahraga Bahas Kegagalan SEAG 2015)
(bbk)