Hilang Satu Generasi
A
A
A
SURABAYA - Persoalan sepak bola Indonesia berdampak pada segala aspek. Bukan hanya macetnya rutinitas liga dan menganggurnya ribuan pemain-pelatih, tapi juga mengancam proses regenerasi pemain.
Sudah jelas, satu generasi gagal menunjukkan kemampuan di atas rumput tahun ini setelah kompetisi di jenjang usia muda ikut terhapus. Di sini fokus mengarah kepada pemainpemain yang memasuki level U-21. Mengapa U-21? Di level inilah seorang pemain menuju jenjang profesional. Kompetisi U-21 selama ini menjadi jembatan yang menghubungkan seorang pemain amatir dengan karier profesional.
Di level inilah pemain “direbus” secara kualitas dan mental. Kompetisi U-21 sebenarnya belum begitu mapan dan belum digarap secara kontinu. Terbukti, beberapa klub baru membentuk tim di level ini sesaat sebelum Kompetisi U-21 digelar. Ini karena kompetisi level ini juga belum konsisten.
Walau begitu, sejumlah klub sudah mulai menuai beberapa talenta yang sebelumnya berkiprah di tim U-21. Dari Lamongan, Persela memunculkan Fandi Eko Utomo, Danu Rosadhe, Eky Taufik, Radikal Idealis, dan beberapa nama lain. Mereka adalah bagian dari skuad Persela U-21 saat meraih era emas 2010 hingga 2012. Di belahan Jawa Timur lainnya, Arema Cronus sebenarnya siap mengorbitkan jebolan tim U-21.
Sebut saja gelandang bertahan Okky Dery dan kiper Utam Rusdiana. Keduanya sudah tercatat di tim senior Singo Edanuntuk musim 2015. Arema juga masih memiliki Dio Permana yang diboyong dari Persema Malang. Generasi sebelumnya, nama Sunarto, Dendi Santoso, Benny Wahyudi, sampai Johan Alfarizie juga berangkat dari level bawah.
Persegres Gresik United memiliki Muhammad Dimas Drajat yang ikut membawa timnas U-19 menjuarai AFC Youth Championship 2013. Persebaya Surabaya memunculkan Vava Mario Yagalo, Wahyu Subo Seto, dan beberapa nama lain. Dari situ sudah bisa diambil kesimpulan bahwa level U-21 menjadi tahapan krusial bagi pemain.
Pemain mulai belajar dan dipersiapkan secara mental dan teknis untuk kompetisi profesional. Sungguh masa transisi yang tak bisa diabaikan. Sayang, kisruh para petinggi sepak bola nasional membuat generasi di bawah pemain-pemain itu harus kehilangan waktu dan kesempatan musim ini. Belum lagi aspek teknis yang tersendat karena terhentinya kegiatan sepak bola.
“Sebenarnya, kami terus memantau bakat-bakat muda untuk proyeksi tim U-21. Persoalannya, tidak ada yang tahu pasti kapan mereka bisa bermain di kompetisi sesungguhnya. Saya khawatir regenerasi pemain akan terputus,” ucap Didik Ludiyanto, asisten pelatih Persela. Didik adalah sosok yang sangat paham dengan level U-21.
Maklum, dia sebelumnya berkarier di level ini sebagai pelatih dan menjadi bagian kesuksesan Persela U-21 saat menjadi kampiun pada 2011. Dia sepakat regenerasi pemain selayaknya menjadi perhatian. “Banyak pemain yang berharap bisa naik level dengan bermain di U- 21. Jika tahun ini tidak ada kompetisi, otomatis mereka kehilangan waktu untuk naik jenjang. Padahal, tim seperti Persela memberikan porsi besar untuk pemain muda,” kata Didik.
Situasi ini dikhawatirkan tidak terselesaikan hingga kompetisi musim depan. Jika sampai kondisi sepak bola tak membaik dalam dua tahun, Didik yakin kualitas pemain muda akan merosot yang otomatis berpengaruh pada tim nasional. Kekhawatiran besar juga dirasakan Joko Susilo, pelatih Arema Cronus, yang bertahun-tahun menangani Akademi Arema.
Joko mengatakan hilangnya kesempatan menjadi kerugian bagi pemain belia atau di level U-21. “Kehilangan kesempatan adalah harga paling mahal yang dibayar pemain muda. Mungkin, di usia mereka gaji sebagai pemain tak begitu berpengaruh, karena rata-rata masih menjadi tanggungan orang tua. Karierlah yang menjadi pertaruhan,” papar Joko.
Joko mengakui level U-21 menjadi tahapan penting bagi seorang pemain untuk dilirik pelatih dan diboyong ke tim utama. Tanpa ada ajang untuk membuktikan kualitas, tentunya kans pemain mendapat perhatian tim senior semakin kecil. “Memang, tim Arema U-21 masih ada kegiatan latihan dan uji coba beberapa waktu lalu. Tapi, itu belum cukup bagi pemain. Sementara yang di atas (PSSI-Menpora) sudah bingung memikirkan liga untuk tim senior. Sudah jelas nasib pemain muda tak terpikirkan,” ujar Joko.
Akademi Arema yang menjadi penyuplai pemain untuk Arema U-21 sampai sekarang masih terus berjalan normal. Bisa dibayangkan bagaimana akademi tersebut jika Kompetisi U-21 terpasung dalam waktu lama.
Bagi pelatih di tim senior, kondisi tersebut menyulitkan pemantauan pemain yang potensial naik jenjang ke profesional. Tidak ada parameter jelas karena sebelumnya scoutingalias pemantauan bakat dilakukan saat Kompetisi U-21 bergulir.
Kukuh setyawan
Sudah jelas, satu generasi gagal menunjukkan kemampuan di atas rumput tahun ini setelah kompetisi di jenjang usia muda ikut terhapus. Di sini fokus mengarah kepada pemainpemain yang memasuki level U-21. Mengapa U-21? Di level inilah seorang pemain menuju jenjang profesional. Kompetisi U-21 selama ini menjadi jembatan yang menghubungkan seorang pemain amatir dengan karier profesional.
Di level inilah pemain “direbus” secara kualitas dan mental. Kompetisi U-21 sebenarnya belum begitu mapan dan belum digarap secara kontinu. Terbukti, beberapa klub baru membentuk tim di level ini sesaat sebelum Kompetisi U-21 digelar. Ini karena kompetisi level ini juga belum konsisten.
Walau begitu, sejumlah klub sudah mulai menuai beberapa talenta yang sebelumnya berkiprah di tim U-21. Dari Lamongan, Persela memunculkan Fandi Eko Utomo, Danu Rosadhe, Eky Taufik, Radikal Idealis, dan beberapa nama lain. Mereka adalah bagian dari skuad Persela U-21 saat meraih era emas 2010 hingga 2012. Di belahan Jawa Timur lainnya, Arema Cronus sebenarnya siap mengorbitkan jebolan tim U-21.
Sebut saja gelandang bertahan Okky Dery dan kiper Utam Rusdiana. Keduanya sudah tercatat di tim senior Singo Edanuntuk musim 2015. Arema juga masih memiliki Dio Permana yang diboyong dari Persema Malang. Generasi sebelumnya, nama Sunarto, Dendi Santoso, Benny Wahyudi, sampai Johan Alfarizie juga berangkat dari level bawah.
Persegres Gresik United memiliki Muhammad Dimas Drajat yang ikut membawa timnas U-19 menjuarai AFC Youth Championship 2013. Persebaya Surabaya memunculkan Vava Mario Yagalo, Wahyu Subo Seto, dan beberapa nama lain. Dari situ sudah bisa diambil kesimpulan bahwa level U-21 menjadi tahapan krusial bagi pemain.
Pemain mulai belajar dan dipersiapkan secara mental dan teknis untuk kompetisi profesional. Sungguh masa transisi yang tak bisa diabaikan. Sayang, kisruh para petinggi sepak bola nasional membuat generasi di bawah pemain-pemain itu harus kehilangan waktu dan kesempatan musim ini. Belum lagi aspek teknis yang tersendat karena terhentinya kegiatan sepak bola.
“Sebenarnya, kami terus memantau bakat-bakat muda untuk proyeksi tim U-21. Persoalannya, tidak ada yang tahu pasti kapan mereka bisa bermain di kompetisi sesungguhnya. Saya khawatir regenerasi pemain akan terputus,” ucap Didik Ludiyanto, asisten pelatih Persela. Didik adalah sosok yang sangat paham dengan level U-21.
Maklum, dia sebelumnya berkarier di level ini sebagai pelatih dan menjadi bagian kesuksesan Persela U-21 saat menjadi kampiun pada 2011. Dia sepakat regenerasi pemain selayaknya menjadi perhatian. “Banyak pemain yang berharap bisa naik level dengan bermain di U- 21. Jika tahun ini tidak ada kompetisi, otomatis mereka kehilangan waktu untuk naik jenjang. Padahal, tim seperti Persela memberikan porsi besar untuk pemain muda,” kata Didik.
Situasi ini dikhawatirkan tidak terselesaikan hingga kompetisi musim depan. Jika sampai kondisi sepak bola tak membaik dalam dua tahun, Didik yakin kualitas pemain muda akan merosot yang otomatis berpengaruh pada tim nasional. Kekhawatiran besar juga dirasakan Joko Susilo, pelatih Arema Cronus, yang bertahun-tahun menangani Akademi Arema.
Joko mengatakan hilangnya kesempatan menjadi kerugian bagi pemain belia atau di level U-21. “Kehilangan kesempatan adalah harga paling mahal yang dibayar pemain muda. Mungkin, di usia mereka gaji sebagai pemain tak begitu berpengaruh, karena rata-rata masih menjadi tanggungan orang tua. Karierlah yang menjadi pertaruhan,” papar Joko.
Joko mengakui level U-21 menjadi tahapan penting bagi seorang pemain untuk dilirik pelatih dan diboyong ke tim utama. Tanpa ada ajang untuk membuktikan kualitas, tentunya kans pemain mendapat perhatian tim senior semakin kecil. “Memang, tim Arema U-21 masih ada kegiatan latihan dan uji coba beberapa waktu lalu. Tapi, itu belum cukup bagi pemain. Sementara yang di atas (PSSI-Menpora) sudah bingung memikirkan liga untuk tim senior. Sudah jelas nasib pemain muda tak terpikirkan,” ujar Joko.
Akademi Arema yang menjadi penyuplai pemain untuk Arema U-21 sampai sekarang masih terus berjalan normal. Bisa dibayangkan bagaimana akademi tersebut jika Kompetisi U-21 terpasung dalam waktu lama.
Bagi pelatih di tim senior, kondisi tersebut menyulitkan pemantauan pemain yang potensial naik jenjang ke profesional. Tidak ada parameter jelas karena sebelumnya scoutingalias pemantauan bakat dilakukan saat Kompetisi U-21 bergulir.
Kukuh setyawan
(ftr)