Gagas Format Baru meski Tanpa Askot Surabaya
A
A
A
SURABAYA - Hidup segan, mati sudah pasti. Itulah kondisi kompetisi internal di Surabaya. Hampir setahun ini kompetisi sepak bola dalam naungan Askot PSSI Surabaya tidak lagi berputar.
Padahal, kompetisi internal yang dulu dikelola Persebaya itu melahirkan banyak pemain bintang. Sebenarnya tahun 2013, harapan kompetisi internal hidup lagi, setelah mati suri akibat konflik dualisme kepengurusan PSSI Surabaya mulai muncul.
Di bawah Ketua Askot PSSI Surabaya Gede Widiade, kompetisi dihidupkan lagi dengan menggunakan format baru home-away. Tak lagi home tournament akibat sulitnya mendapatkan izin penggunaan Stadion Gelora 10 November maupun Lapangan Karagayam. Kompetisi memang berputar dan menghasilkan klub Fajar FC sebagai juara kompetisi internal 2013/2014.
Namun, setelah itu kompetisi kembali berhenti. Meski sempat berhasil menghidupkan kompetisi, tidak semua anggota klub ikut tampil, hanya 16 klub dari total 30 klub anggota. Tanda jika memang masih ada perpecahan. Kondisi ini membuat prihatin sejumlah pengelola klub internal, termasuk Mursyid Efendi, Ketua Mitra Surabaya.
Mursyid berniat menggalang seluruh klub bersatu kembali dengan menghidupkan kompetisi internal sebagai salah satu ajang pembinaan. “Untuk mengakhiri konflik sepak bola di Surabaya, menurut saya, 30 klub anggota internal harus disatukan kembali,” ucapnya.
Setelah disatukan, lanjut Mursyid, baru akan digagas kompetisi internal dengan konsep baru, termasuk jika tanpa melibatkan PSSI Surabaya. “Kalau sudah punya visi dan hati sama, kompetisi internal bisa dihidupkan lagi, meski nanti biayanya harus patungan dulu. Saya rasa teman-teman di klub lain tidak keberatan,” ujar legendaris Persebaya ini.
Kompetisi terakhir yang digelar Askot PSSI Surabaya, menurut Mursyid, juga tidak berjalan maksimal. Selain tidak diikuti seluruh klub, format home-awayjuga mengurus anggaran klub. “Memang ada bantuan subsidi Rp1 juta dari PSSI Surabaya, tapi itu tidak cukup untuk biaya pertandingan, klub masih harus keluar uang lagi. Apalagi, standar lapangan juga tidak sama,” ujarnya.
Gagasan Mursyid menyatukan klub internal dan menggagas kompetisi baru mendapat dukungan dari Mat Halil. Pemilik klub El Faza ini mengaku sepakat asalkan kompetisi tidak ditunggangi kepentingan di luar sepak bola. “Saya tentu dukung, asal kompetisi nanti benar-benar untuk pembinaan, bukan yang lain, “ ucap Halil, yang juga rekan Mursyid ketika masih membela Persebaya.
Musim terakhir Halil sengaja tidak mengikutkan El Faza dalam kompetisi internal yang dikelola Askot PSSI Surabaya. Salah satu alasannya, kondisi klub-klub belum satu visi dan masih banyak beda pandangan.
“Meski tidak ikut kompetisi, El Faza masih eksis. Ada sekitar 100 anggota kami, tapi yang masih rajin latihan sampai sekarang sekitar 50 pemain,” ucapnya.
Rachmad Tomy
Padahal, kompetisi internal yang dulu dikelola Persebaya itu melahirkan banyak pemain bintang. Sebenarnya tahun 2013, harapan kompetisi internal hidup lagi, setelah mati suri akibat konflik dualisme kepengurusan PSSI Surabaya mulai muncul.
Di bawah Ketua Askot PSSI Surabaya Gede Widiade, kompetisi dihidupkan lagi dengan menggunakan format baru home-away. Tak lagi home tournament akibat sulitnya mendapatkan izin penggunaan Stadion Gelora 10 November maupun Lapangan Karagayam. Kompetisi memang berputar dan menghasilkan klub Fajar FC sebagai juara kompetisi internal 2013/2014.
Namun, setelah itu kompetisi kembali berhenti. Meski sempat berhasil menghidupkan kompetisi, tidak semua anggota klub ikut tampil, hanya 16 klub dari total 30 klub anggota. Tanda jika memang masih ada perpecahan. Kondisi ini membuat prihatin sejumlah pengelola klub internal, termasuk Mursyid Efendi, Ketua Mitra Surabaya.
Mursyid berniat menggalang seluruh klub bersatu kembali dengan menghidupkan kompetisi internal sebagai salah satu ajang pembinaan. “Untuk mengakhiri konflik sepak bola di Surabaya, menurut saya, 30 klub anggota internal harus disatukan kembali,” ucapnya.
Setelah disatukan, lanjut Mursyid, baru akan digagas kompetisi internal dengan konsep baru, termasuk jika tanpa melibatkan PSSI Surabaya. “Kalau sudah punya visi dan hati sama, kompetisi internal bisa dihidupkan lagi, meski nanti biayanya harus patungan dulu. Saya rasa teman-teman di klub lain tidak keberatan,” ujar legendaris Persebaya ini.
Kompetisi terakhir yang digelar Askot PSSI Surabaya, menurut Mursyid, juga tidak berjalan maksimal. Selain tidak diikuti seluruh klub, format home-awayjuga mengurus anggaran klub. “Memang ada bantuan subsidi Rp1 juta dari PSSI Surabaya, tapi itu tidak cukup untuk biaya pertandingan, klub masih harus keluar uang lagi. Apalagi, standar lapangan juga tidak sama,” ujarnya.
Gagasan Mursyid menyatukan klub internal dan menggagas kompetisi baru mendapat dukungan dari Mat Halil. Pemilik klub El Faza ini mengaku sepakat asalkan kompetisi tidak ditunggangi kepentingan di luar sepak bola. “Saya tentu dukung, asal kompetisi nanti benar-benar untuk pembinaan, bukan yang lain, “ ucap Halil, yang juga rekan Mursyid ketika masih membela Persebaya.
Musim terakhir Halil sengaja tidak mengikutkan El Faza dalam kompetisi internal yang dikelola Askot PSSI Surabaya. Salah satu alasannya, kondisi klub-klub belum satu visi dan masih banyak beda pandangan.
“Meski tidak ikut kompetisi, El Faza masih eksis. Ada sekitar 100 anggota kami, tapi yang masih rajin latihan sampai sekarang sekitar 50 pemain,” ucapnya.
Rachmad Tomy
(ftr)