Pertama dan Terakhir
A
A
A
NEW YORK - Gelar Amerika Serikat (AS) Terbuka tunggal putri dipastikan menjadi yang pertama sekaligus terakhir dalam karier Flavia Pennetta. Petenis Italia yang mengguncang Arthur Ashe Stadium, New York, tersebut memutuskan pensiun dari tenis profesional setelah jadi juara.
Pennetta tahu bagaimana cara mengakhiri karier dengan indah. Dengan usia yang mencapai 33 tahun, petenis yang pernah berpasangan dengan Martina Hingis di sektor ganda putri tersebut tahu betul tak mungkin lagi bersaing di level tertinggi dunia tenis. Motivasi itu yang diperlihatkan ketika mengalahkan Roberta Vinci di Arthur Ashe Stadium, New York, dini hari kemarin.
Pennetta seperti tak menemui kesulitan untuk menang 7-6, 6-2 atas teman sejak kecilnya tersebut. Keberhasilan yang membuat dia menjadi petenis Italia pertama juara AS Terbuka serta petenis putri tertua yang meraih gelar juara Turnamen Grand Slam. “Satu bulan lalu, sebelum memulai turnamen ini, saya membuat keputusan besar dalam hidup saya,”kata Pennetta, dilansir wtatennis.
“Saya memutuskan akan mengundurkan diri dengan cara seperti sekarang. Ini Turnamen AS Terbuka terakhir buat saya dan saya pikir ini adalah cara yang terindah.” Meski begitu, Pennetta akan tampil di China pada bulan depan dan WTA Finals di Singapura jika berhasil memenuhi syarat perolehan poin di akhir musim.
“Saya senang sekali. Saya tak pernah membayangkan akan menjadi juara. Ini adalah satu turnamen kesukaan saya dan saya menikmati bermain di sini. Ini adalah kesempatan yang pas untuk mengucapkan selamat tinggal di dunia tenis,” kata Pennetta. Pennetta bukan petenis pertama yang mengundurkan diri setelah merebut gelar grand slam pertama. Sebelumnya petenis asal Prancis Marion Bartoli juga pernah melakukan hal yang sama ketika menjadi juara Wimbledon 2013.
Bedanya, dia memutuskan mundur dari dunia tenis setelah sebulan seusai merebut satu-satunya gelar grand slam dalam kariernya. Selain itu, keberhasilan kedua petenis mencapai final, juga mencatatkan sejarah sebagai finalis AS Terbuka yang berada di luar 20 besar dunia sejak era terbuka. Bahkan, keduanya memiliki modal yang kurang bagus sebelum bertarung di turnamen tersebut.
Pennetta hanya memiliki rekor 17-15 pada musim ini, sedangkan Vinci 20-20 sepanjang 2015 serta 40-43 selama berlaga di ajang grand slam. Sementara Vinci tidak terlalu kecewa dikalahkan rekannya. Dia mengaku senang dengan usahanya di babak final. Meski harus menelan kegagalan, petenis unggulan ke-43 dunia itu mengatakan telah memberikan semua yang terbaik. Apalagi, petenis berusia 32 tahun itu membuat kejutan dengan menyingkirkan petenis unggulan pertama Serena Williams di semifinal.
“Saya benar-benar bahagia untuk keberhasilan Pennetta menjadi juara. Sangat sulit melawan pemain yang Anda tahu punya pengalaman banyak. Saya mencoba memberikan yang terbaik, tapi dia bermain luar biasa. Saya harus mengucapkan selamat kepadanya. Saya senang dapat berhadapan dengan teman baik saya. Kami sudah saling mengenal sejak usia 9 tahun. Kami mungkin akan menuliskan buku tentang hidup kami,” papar Vinci.
Raikhul amar
Pennetta tahu bagaimana cara mengakhiri karier dengan indah. Dengan usia yang mencapai 33 tahun, petenis yang pernah berpasangan dengan Martina Hingis di sektor ganda putri tersebut tahu betul tak mungkin lagi bersaing di level tertinggi dunia tenis. Motivasi itu yang diperlihatkan ketika mengalahkan Roberta Vinci di Arthur Ashe Stadium, New York, dini hari kemarin.
Pennetta seperti tak menemui kesulitan untuk menang 7-6, 6-2 atas teman sejak kecilnya tersebut. Keberhasilan yang membuat dia menjadi petenis Italia pertama juara AS Terbuka serta petenis putri tertua yang meraih gelar juara Turnamen Grand Slam. “Satu bulan lalu, sebelum memulai turnamen ini, saya membuat keputusan besar dalam hidup saya,”kata Pennetta, dilansir wtatennis.
“Saya memutuskan akan mengundurkan diri dengan cara seperti sekarang. Ini Turnamen AS Terbuka terakhir buat saya dan saya pikir ini adalah cara yang terindah.” Meski begitu, Pennetta akan tampil di China pada bulan depan dan WTA Finals di Singapura jika berhasil memenuhi syarat perolehan poin di akhir musim.
“Saya senang sekali. Saya tak pernah membayangkan akan menjadi juara. Ini adalah satu turnamen kesukaan saya dan saya menikmati bermain di sini. Ini adalah kesempatan yang pas untuk mengucapkan selamat tinggal di dunia tenis,” kata Pennetta. Pennetta bukan petenis pertama yang mengundurkan diri setelah merebut gelar grand slam pertama. Sebelumnya petenis asal Prancis Marion Bartoli juga pernah melakukan hal yang sama ketika menjadi juara Wimbledon 2013.
Bedanya, dia memutuskan mundur dari dunia tenis setelah sebulan seusai merebut satu-satunya gelar grand slam dalam kariernya. Selain itu, keberhasilan kedua petenis mencapai final, juga mencatatkan sejarah sebagai finalis AS Terbuka yang berada di luar 20 besar dunia sejak era terbuka. Bahkan, keduanya memiliki modal yang kurang bagus sebelum bertarung di turnamen tersebut.
Pennetta hanya memiliki rekor 17-15 pada musim ini, sedangkan Vinci 20-20 sepanjang 2015 serta 40-43 selama berlaga di ajang grand slam. Sementara Vinci tidak terlalu kecewa dikalahkan rekannya. Dia mengaku senang dengan usahanya di babak final. Meski harus menelan kegagalan, petenis unggulan ke-43 dunia itu mengatakan telah memberikan semua yang terbaik. Apalagi, petenis berusia 32 tahun itu membuat kejutan dengan menyingkirkan petenis unggulan pertama Serena Williams di semifinal.
“Saya benar-benar bahagia untuk keberhasilan Pennetta menjadi juara. Sangat sulit melawan pemain yang Anda tahu punya pengalaman banyak. Saya mencoba memberikan yang terbaik, tapi dia bermain luar biasa. Saya harus mengucapkan selamat kepadanya. Saya senang dapat berhadapan dengan teman baik saya. Kami sudah saling mengenal sejak usia 9 tahun. Kami mungkin akan menuliskan buku tentang hidup kami,” papar Vinci.
Raikhul amar
(ars)