Randy Mamola Bicara Adu Mulut Rossi v Lorenzo dan Drama Berikutnya
A
A
A
MISANO - Kalau Anda pecinta Kejuaraan Dunia Balap GP Motor dan pastinya rutin melihat siaran langsung lombanya. Tentu Anda sering mendengar ada dua komentator yang menemani live race ini, dan salah satunya adalah Randy Mamola.
Mamola memang tak pernah mencicipi nikmatnya juara dunia sejak debut di kelas 250cc pada GP Venezuela bersama tim Bimota-Adriatica. Tapi talenta pria asal Amerika Serikat itu tak boleh diremehkan.
Dalam debutnya itu, Mamola finis di urutan kelima. Dan sanggup menaiki dua podium di GP Jerman dan Italia. Hingga kemudian membuatnya pada musim itu juga ikut balapan di dua kelas, 250cc (setelah tiga seri bersama Bimota lalu ke tim Zago-Yamaha) dan 500cc (bersama tim Zago-Suzuki). Pada kelas 250cc, Randy mengakhiri musim debutnya di urutan keempat, sedang di kelas 500cc pada posisi delapan.
Hingga lomba terakhirnya pada kelas 500cc di GP Afrika Selatan 1992, Randy pensiun dengan menuntaskan 151 start di dua kelas berbeda. Raihannya ialah 15 kemenangan, 57 podium, 5 pole, 11 fastest laps dan 1050 poin.
Hasil finis akhir musim terbaik pembalap yang punya julukan ‘Baby Kenny’ (merujuk pada Kenny Roberts) tersebut adalah empat kali runner-up kejuaraan dunia 500cc musim balap 1980, 1981 (keduanya bersama tim Heron-Suzuki), 1984 (HRC-Honda) dan 1987 (Lucky Strike-Yamaha). Plus dua kali finis peringkat tiga dunia yaitu pada 1983 (HB-Suzuki) dan 1986 (Lucky Strike-Yamaha).
Berlabel catatan gemilang semasa aktif balapan, tak salah bukan Dorna Sports mendapuknya sebagai salah satu komentator live race MotoGP selama bertahun-tahun. Apalagi Randy punya suara yang khas. Tapi cukup sampai di situ bicara soal Mamola. Karena rupanya dia juga senang menulis dan jadi kolumnis di berbagai media. Salah satunya situs Motorsport.
Nah, menyangkut adu mulut antara Jorge Lorenzo dengan Valentino Rossi yang terjadi dalam jumpa pers pasca lomba MotoGP San Marino 2016 di Sirkuit Misano, Minggu (11/9) malam WIB. Randy Mamola juga punya tanggapan tersendiri, terlebih dia bisa memandang kritik yang dilontarkan Porfuera kepada The Doctor dari sisi seorang mantan pembalap. Berikut kami sarikan tulisannya.
“San Marino sekali lagi telah memberi kita dengan salah satu hasil balapan yang sungguh tidak mudah untuk dilupakan. Akhir pekan lalu telah menyajikan segalanya. Dari sukacita Dani Pedrosa usai dia menemukan kembali performa terbaiknya. Lalu drama Andrea Iannone yang tak bisa mengucapkan selamat tinggal ke fans Italia sebagai seorang pembalap Ducati. Termasuk penampilan ke hadapan publik dari ketegangan abadi dua pembalap Yamaha.”
“Perang kata-kata dua rider Yamaha pada hari Minggu di ruang konferensi pers, merupakan bukti nyata dari itu. Dalam hal ini saya hanya mengatakan bahwa, menurut pendapat saya, Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo telah terlibat sendiri dalam sebuah argumen yang nada utamanya adalah bukan pada agresivitas dari aksi overtaking di awal lomba.”
“Apa yang membuat mereka terpisah justru lebih banyak lagi. Itu adalah segala sesuatu yang telah menyeret mereka selama beberapa tahun belakangan dari berbagi garasi dan bersaing untuk menunjukkan siapa yang tercepat. Dan karena itu, akan mengerucut kepada: Siapa pembalap yang jadi nomor satu di dalam tim.”
“Tapi karena ada yang mempermasalahkan sebuah gerakan melewati pembalap lain pada putaran 2 lomba (Misano) yang mana melanjutkan pertarungan khusus antara mereka. Saya akan memberitahu Anda apa yang saya pikirkan tentang hal ini.”
“Aksi overtaking Rossi atas Lorenzo adalah sebagaimana agresivitas dalam kapasitas yang dibutuhkan untuk melewati pembalap top di MotoGP dalam situasi persaingan di klasemen sementara kejuaraan dunia. Tidak kurang dan tidak lebih.”
“Detail seperti kemarin menyoroti beberapa kerentanan dari seorang Jorge, meskipun saya masih percaya dia masih yang tercepat di antara keduanya. Dia mungkin berpikir bahwa overtaking itu agak terlalu agresif, tapi kemudian gerakan overtaking Dani terhadap Rossi tentu juga begitu.”
“Lorenzo berpendapat bahwa dalam gerakan overtaking tersebut, jika dia tidak meluruskan motornya untuk memberi jalan buat #46, dia akan jatuh. Atau lebih tepatnya bahwa Rossi akan mengantarnya ke gravel. Dia mungkin benar, namun meluruskan motor merupakan refleks seorang pembalap yang melihat pembalap lain datang, biasanya pembalap itu lebih cepat dan kemungkinan besar pembalap itu akan menyerang (mencoba melakukan usaha overtaking).”
“Kita harus ingat bahwa dalam olah raga ini, Anda berjuang untuk (berebut) posisi. Dan jelas tidak ada satupun pembalap yang ingin keluar dari jalurnya serta membuat mudah pembalap lainnya yang mencoba bergerak maju (melewatinya).”
“Ada banyak aksi overtaking seperti itu, dan terutama akhir-akhir ini. Kembali pada masa saya (aktif membalap). Dengan peralatan yang kami punya antara tangan dan kaki, ada sebuah perbedaan yang jauh signifikan. Dan itulah yang membuat perubahan posisi agak berkurang kekuatannya (ketimbang sekarang), untuk melakukannya sekali jalan.”
“Walau begitu, selisih jarak antara pembalap tercepat saat ini, dalam banyak lomba, sekitar 0,1 detik. Terima kasih kepada kemajuan teknologi, yang mana telah membuat semuanya menjadi lebih ketat.”
“Dan dengan kerangka itu dalam pikiran, ketika ada dua pengendara bersama-sama di lintasan, perbedaan jarak antara mereka amat kecil. Sehingga mereka perlu ragu sesedikit mungkin ketika mereka ingin menyalip pembalap lainnya.”
“Itu tidak berarti Anda bisa melakukan hal-hal yang bodoh tanpa memikirkan pembalap lain. Di Argentina misalnya, Iannone membuat kesalahan besar dan membawa serta Dovizioso (terjatuh) bersamanya. Tapi semua itu terjadi karena kesalahan perhitungan yang seharusnya bisa dihindari.”
“Sebuah gerakan menyalip tidak sah lagi ketika, misalnya, pembalap itu membuat rivalnya jadi lambat dan tidak mau beranjak dari jalurnya. Saya tidak tahu apa yang Anda pikirkan, tetapi dari sudut pandang saya, di mana beberapa orang melihat adanya agresivitas berlebihan, saya telah melihat sebuah pertunjukan besar.”
“Dan jika prediksi saya tidak salah, Anda harus bersiap-siap untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.”
Mamola memang tak pernah mencicipi nikmatnya juara dunia sejak debut di kelas 250cc pada GP Venezuela bersama tim Bimota-Adriatica. Tapi talenta pria asal Amerika Serikat itu tak boleh diremehkan.
Dalam debutnya itu, Mamola finis di urutan kelima. Dan sanggup menaiki dua podium di GP Jerman dan Italia. Hingga kemudian membuatnya pada musim itu juga ikut balapan di dua kelas, 250cc (setelah tiga seri bersama Bimota lalu ke tim Zago-Yamaha) dan 500cc (bersama tim Zago-Suzuki). Pada kelas 250cc, Randy mengakhiri musim debutnya di urutan keempat, sedang di kelas 500cc pada posisi delapan.
Hingga lomba terakhirnya pada kelas 500cc di GP Afrika Selatan 1992, Randy pensiun dengan menuntaskan 151 start di dua kelas berbeda. Raihannya ialah 15 kemenangan, 57 podium, 5 pole, 11 fastest laps dan 1050 poin.
Hasil finis akhir musim terbaik pembalap yang punya julukan ‘Baby Kenny’ (merujuk pada Kenny Roberts) tersebut adalah empat kali runner-up kejuaraan dunia 500cc musim balap 1980, 1981 (keduanya bersama tim Heron-Suzuki), 1984 (HRC-Honda) dan 1987 (Lucky Strike-Yamaha). Plus dua kali finis peringkat tiga dunia yaitu pada 1983 (HB-Suzuki) dan 1986 (Lucky Strike-Yamaha).
Berlabel catatan gemilang semasa aktif balapan, tak salah bukan Dorna Sports mendapuknya sebagai salah satu komentator live race MotoGP selama bertahun-tahun. Apalagi Randy punya suara yang khas. Tapi cukup sampai di situ bicara soal Mamola. Karena rupanya dia juga senang menulis dan jadi kolumnis di berbagai media. Salah satunya situs Motorsport.
Nah, menyangkut adu mulut antara Jorge Lorenzo dengan Valentino Rossi yang terjadi dalam jumpa pers pasca lomba MotoGP San Marino 2016 di Sirkuit Misano, Minggu (11/9) malam WIB. Randy Mamola juga punya tanggapan tersendiri, terlebih dia bisa memandang kritik yang dilontarkan Porfuera kepada The Doctor dari sisi seorang mantan pembalap. Berikut kami sarikan tulisannya.
“San Marino sekali lagi telah memberi kita dengan salah satu hasil balapan yang sungguh tidak mudah untuk dilupakan. Akhir pekan lalu telah menyajikan segalanya. Dari sukacita Dani Pedrosa usai dia menemukan kembali performa terbaiknya. Lalu drama Andrea Iannone yang tak bisa mengucapkan selamat tinggal ke fans Italia sebagai seorang pembalap Ducati. Termasuk penampilan ke hadapan publik dari ketegangan abadi dua pembalap Yamaha.”
“Perang kata-kata dua rider Yamaha pada hari Minggu di ruang konferensi pers, merupakan bukti nyata dari itu. Dalam hal ini saya hanya mengatakan bahwa, menurut pendapat saya, Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo telah terlibat sendiri dalam sebuah argumen yang nada utamanya adalah bukan pada agresivitas dari aksi overtaking di awal lomba.”
“Apa yang membuat mereka terpisah justru lebih banyak lagi. Itu adalah segala sesuatu yang telah menyeret mereka selama beberapa tahun belakangan dari berbagi garasi dan bersaing untuk menunjukkan siapa yang tercepat. Dan karena itu, akan mengerucut kepada: Siapa pembalap yang jadi nomor satu di dalam tim.”
“Tapi karena ada yang mempermasalahkan sebuah gerakan melewati pembalap lain pada putaran 2 lomba (Misano) yang mana melanjutkan pertarungan khusus antara mereka. Saya akan memberitahu Anda apa yang saya pikirkan tentang hal ini.”
“Aksi overtaking Rossi atas Lorenzo adalah sebagaimana agresivitas dalam kapasitas yang dibutuhkan untuk melewati pembalap top di MotoGP dalam situasi persaingan di klasemen sementara kejuaraan dunia. Tidak kurang dan tidak lebih.”
“Detail seperti kemarin menyoroti beberapa kerentanan dari seorang Jorge, meskipun saya masih percaya dia masih yang tercepat di antara keduanya. Dia mungkin berpikir bahwa overtaking itu agak terlalu agresif, tapi kemudian gerakan overtaking Dani terhadap Rossi tentu juga begitu.”
“Lorenzo berpendapat bahwa dalam gerakan overtaking tersebut, jika dia tidak meluruskan motornya untuk memberi jalan buat #46, dia akan jatuh. Atau lebih tepatnya bahwa Rossi akan mengantarnya ke gravel. Dia mungkin benar, namun meluruskan motor merupakan refleks seorang pembalap yang melihat pembalap lain datang, biasanya pembalap itu lebih cepat dan kemungkinan besar pembalap itu akan menyerang (mencoba melakukan usaha overtaking).”
“Kita harus ingat bahwa dalam olah raga ini, Anda berjuang untuk (berebut) posisi. Dan jelas tidak ada satupun pembalap yang ingin keluar dari jalurnya serta membuat mudah pembalap lainnya yang mencoba bergerak maju (melewatinya).”
“Ada banyak aksi overtaking seperti itu, dan terutama akhir-akhir ini. Kembali pada masa saya (aktif membalap). Dengan peralatan yang kami punya antara tangan dan kaki, ada sebuah perbedaan yang jauh signifikan. Dan itulah yang membuat perubahan posisi agak berkurang kekuatannya (ketimbang sekarang), untuk melakukannya sekali jalan.”
“Walau begitu, selisih jarak antara pembalap tercepat saat ini, dalam banyak lomba, sekitar 0,1 detik. Terima kasih kepada kemajuan teknologi, yang mana telah membuat semuanya menjadi lebih ketat.”
“Dan dengan kerangka itu dalam pikiran, ketika ada dua pengendara bersama-sama di lintasan, perbedaan jarak antara mereka amat kecil. Sehingga mereka perlu ragu sesedikit mungkin ketika mereka ingin menyalip pembalap lainnya.”
“Itu tidak berarti Anda bisa melakukan hal-hal yang bodoh tanpa memikirkan pembalap lain. Di Argentina misalnya, Iannone membuat kesalahan besar dan membawa serta Dovizioso (terjatuh) bersamanya. Tapi semua itu terjadi karena kesalahan perhitungan yang seharusnya bisa dihindari.”
“Sebuah gerakan menyalip tidak sah lagi ketika, misalnya, pembalap itu membuat rivalnya jadi lambat dan tidak mau beranjak dari jalurnya. Saya tidak tahu apa yang Anda pikirkan, tetapi dari sudut pandang saya, di mana beberapa orang melihat adanya agresivitas berlebihan, saya telah melihat sebuah pertunjukan besar.”
“Dan jika prediksi saya tidak salah, Anda harus bersiap-siap untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya.”
(sbn)