Ducati Dilanda Krisis? Ini Wawancara Eksklusif dengan Paolo Ciabatti
A
A
A
ARAGON - Salah satu hal yang harus dipelototi oleh Jorge Lorenzo sebagai calon pembalap Ducati 2017 adalah hasil balapan tim Merah asal Bologna itu pada lomba terakhir, GP Aragon 2016.
Ya, karena Ducati benar-benar kalah telak dari Aprilia pada lomba Seri 14 MotoGP 2016 di Sirkuit Aragon, Spanyol, akhir pekan lalu. Duo Aprilia, Alvaro Bautista dan Stefan Bradl menyelesaikan balapan tersebut pada posisi 9 dan 10.
Sedangkan dua pembalap tim pabrikan Ducati, Andrea Dovizioso serta Michele Pirro, harus puas finis di urutan 11 dan 12. Lalu rider tim satelit Ducati lainnya, Hector Barbera dan Eugene Laverty, mengekor dengan finis posisi 13 dan 14.
Kemudian empat rider tim satelit Ducati lainnya finis secara berurutan pada peringkat 16-19, yakni Yonny Hernandez, Danilo Petrucci, Loriz Baz dan Scott Redding.
Fakta ini jelas menarik, karena untuk pertama kalinya seluruh pembalap Ducati baik dari tim pabrikan maupun satelit finis di belakang duo Aprilia. Benarkah tim yang bermarkas di Distrik Borgo Paginale tersebut (Ducati) sedang krisis?
“Realitasnya, kami mengalami kesulitan saat balapan di sejumlah sirkuit yang permukaan lintasannya tidak menyediakan daya lekat (grip) yang bagus terhadap ban (Michelin), contohnya seperti di Spanyol. Kami menderita di Jerez, Barcelona dan juga di Aragon,” kata direktur olah raga tim Ducati Corse MotoGP, Paolo Ciabatti, berkilah seperti dalam wawancara GPOne.
So, apakah kemenangan Andrea Iannone di Red Bull Ring (Austria) bukanlah sebuah ilusi? “Tapi saat ini tidak ada alarm dalam soal performa motor Desmosedici kami,” imbuh Ciabatti.
“Itu adalah salah satu dari tujuan kami dan kami telah meraihnya. Ini mungkin terasa seperti sebuah alasan mudah, tapi papan klasemen sementara sama sekali tidak menggambarkan potensi sebenarnya dari tim dan motor kami,” kata Ciabatti meyakini.
Lebih lanjut dia menambahkan: Pada permulaan musim ini, kami kehilangan kesempatan meraih banyak poin pada beberapa momen yang tidak menguntungkan, seperti di Argentina Iannone menjatuhkan Dovizioso di tikungan terakhir saat mereka memperebutkan finis podium kedua.”
“Namun lebih dari sekali kami juga sempat memimpin lomba, seperti di Assen, Sachsenring dan tentunya di Austria, serta kami juga kuat di Silverstone. Kami tidak banyak menang memang, itu kenyataannya. Tapi sama sekali tidak ada masalah teknis (pada motor) atau sesuatu lainnya seperti itu,” kata Ciabatti menjelaskan.
Lantas apakah yang menjadi masalah Ducati musim ini?
“Kami memulai musim dengan desain motor untuk beberapa tipe kompon ban tertentu, seperti di Argentina, meski ban tipe itu akhirnya tidak melanjutkan produksinya (bermasalah terlalu cepat terkikis). Sayangnya, di Aragon kami kesulitan dengan kurangnya daya lekat ban di permukaan lintasan serta juga timbulnya getaran (pada motor). Kami memulai lomba usai Dovi tampil oke di sesi pemanasan, berpikir kami dapat bersaing dengan para pembalap terdepan buat berjuang meraih posisi bagus. Tapi pada poin tertentu, kedua pembalap kami (Dovi dan Pirro) tidak mau mengambil risiko dan mulai melambat (karena kurangnya grip ban motor atas permukaan lintasan tadi). Walau begitu, Michelin benar-benar telah bekerja keras menciptakan ban yang hebat (setelah Argentina),” tutup Ciabatti.
Ya, karena Ducati benar-benar kalah telak dari Aprilia pada lomba Seri 14 MotoGP 2016 di Sirkuit Aragon, Spanyol, akhir pekan lalu. Duo Aprilia, Alvaro Bautista dan Stefan Bradl menyelesaikan balapan tersebut pada posisi 9 dan 10.
Sedangkan dua pembalap tim pabrikan Ducati, Andrea Dovizioso serta Michele Pirro, harus puas finis di urutan 11 dan 12. Lalu rider tim satelit Ducati lainnya, Hector Barbera dan Eugene Laverty, mengekor dengan finis posisi 13 dan 14.
Kemudian empat rider tim satelit Ducati lainnya finis secara berurutan pada peringkat 16-19, yakni Yonny Hernandez, Danilo Petrucci, Loriz Baz dan Scott Redding.
Fakta ini jelas menarik, karena untuk pertama kalinya seluruh pembalap Ducati baik dari tim pabrikan maupun satelit finis di belakang duo Aprilia. Benarkah tim yang bermarkas di Distrik Borgo Paginale tersebut (Ducati) sedang krisis?
“Realitasnya, kami mengalami kesulitan saat balapan di sejumlah sirkuit yang permukaan lintasannya tidak menyediakan daya lekat (grip) yang bagus terhadap ban (Michelin), contohnya seperti di Spanyol. Kami menderita di Jerez, Barcelona dan juga di Aragon,” kata direktur olah raga tim Ducati Corse MotoGP, Paolo Ciabatti, berkilah seperti dalam wawancara GPOne.
So, apakah kemenangan Andrea Iannone di Red Bull Ring (Austria) bukanlah sebuah ilusi? “Tapi saat ini tidak ada alarm dalam soal performa motor Desmosedici kami,” imbuh Ciabatti.
“Itu adalah salah satu dari tujuan kami dan kami telah meraihnya. Ini mungkin terasa seperti sebuah alasan mudah, tapi papan klasemen sementara sama sekali tidak menggambarkan potensi sebenarnya dari tim dan motor kami,” kata Ciabatti meyakini.
Lebih lanjut dia menambahkan: Pada permulaan musim ini, kami kehilangan kesempatan meraih banyak poin pada beberapa momen yang tidak menguntungkan, seperti di Argentina Iannone menjatuhkan Dovizioso di tikungan terakhir saat mereka memperebutkan finis podium kedua.”
“Namun lebih dari sekali kami juga sempat memimpin lomba, seperti di Assen, Sachsenring dan tentunya di Austria, serta kami juga kuat di Silverstone. Kami tidak banyak menang memang, itu kenyataannya. Tapi sama sekali tidak ada masalah teknis (pada motor) atau sesuatu lainnya seperti itu,” kata Ciabatti menjelaskan.
Lantas apakah yang menjadi masalah Ducati musim ini?
“Kami memulai musim dengan desain motor untuk beberapa tipe kompon ban tertentu, seperti di Argentina, meski ban tipe itu akhirnya tidak melanjutkan produksinya (bermasalah terlalu cepat terkikis). Sayangnya, di Aragon kami kesulitan dengan kurangnya daya lekat ban di permukaan lintasan serta juga timbulnya getaran (pada motor). Kami memulai lomba usai Dovi tampil oke di sesi pemanasan, berpikir kami dapat bersaing dengan para pembalap terdepan buat berjuang meraih posisi bagus. Tapi pada poin tertentu, kedua pembalap kami (Dovi dan Pirro) tidak mau mengambil risiko dan mulai melambat (karena kurangnya grip ban motor atas permukaan lintasan tadi). Walau begitu, Michelin benar-benar telah bekerja keras menciptakan ban yang hebat (setelah Argentina),” tutup Ciabatti.
(sbn)