Etape 3 Jadi Perang Penguasa Tanjakan
A
A
A
BANYUWANGI - International Tour de Banyuwangi Ijen (ITdBI) 2017 memasuki etape penentuan, di etape tiga. Para pembalap yang bersaing untuk memperebutkan posisi pemuncak general classification bakal memfokuskan semua tenaga untuk mati-matian sampai di garis finis di Paltuding, Ijen, lebih dulu.
Etape ketiga kali ini memang bakal melintasi rute paling berat, yakni mendaki jalur di lereng Gunung Ijen dari garis start di Muncar sepanjang 116,3 km. Tingkat ketinggian daratan yang mereka hadapi juga cukup ekstrim. Dari Muncar yang tinggi daratannya hanya 6 meter di atas permukaan laut (mdpl) mereka harus bersepeda hingga ketinggian 1.880 mdpl.
Tak cukup sampai di situ, mereka harus menghadapi dua tanjakan pembuka sebelum menghadapi jalur Ijen. Yakni tanjakan kategori empat di Jambesari dan tanjakan kategori tiga di Kalibendo.
"Tanjakan di sini benar-benar unbelievable! Sulit dipercaya. Kami tak mau memasang target terlalu tinggi. Yang penting selamat sampai di atas," kata Manajer St. George Continental Cycling Team Brett Dutton.
Di tanjakan kategori empat, para pembalap akan menghadapi tanjakan dengan gradient alias tingkat kemiringan tanjakan mencapai 6-4 persen sepanjang 2-4 kilometer. Sementara di tanjakan ketegori tiga yang lebih berat, gradient mencapai 4-8 persen dengan panjang jalur sekitar 2-6 kilometer. Setelah menghadapi menu pembuka, mereka baru menghadapi 'hidangan' utama, yakni tanjakan hors categorie (HC).
Tanjakan hors categorie dalam bahasa Inggris biasa diterjemahkan sebagai beyond category. Kurang lebih berarti tanjakan yang tak bisa lagi dimasukkan dalam kategori apapun karena saking beratnya. Tanjakan menuju Paltuding merentang sepanjang 16 kilometer dengan maksimal gradient mencapai 22-24 persen. Karena itu, hanya pembalap bertipe climber tulen yang bisa memenanginya.
Beberapa nama yang berpotensi menjadi penguasa Ijen adalah juara bertahan Jai Crawford, Thomas Lebas, Ricardo Garcia (ketiganya dari Kinan Cycling Team). Selain itu, ada juga Victor Nino dari Kolombia yang tergabung di Team Sapura. Nino hanya berselisih 1 menit 55 detik dari Rebellin. Membuatnya bisa dengan mudah mengkudeta Rebellin.
Namun, nama-nama besar tersebut tetap tak bisa menyepelekan Rebellin. Pembalap Italia 46 tahun itu adalah pemegang yellow jersey ITDBI 2017 selama dua etape. Dengan keunggulan 1 menit 39 detik di general classification, kekuasannya masih cukup kuat. Meski bukan climber tulen, Rebellin memiliki sejarah panjang di etape-etape tanjakan.
Pembalap spesialis ajang classics di Eropa itu pernah menjuarai La Flèche Wallonne pada tiga edisi yakni 2004, 2007, dan 2009. La Flèche Wallonne adalah ajang Ardennes Classic yang sangat cocok untuk climber murni. Jika Rebellin sampai tiga kali menaklukannya, mengapa kali ini di Ijen tidak?
"Saya tidak pernah mencoba tanjakan di Ijen yang katanya sangat curam. Satu-satunya referensi saya hanya saat di Tour de Lombok di mana di sana juga curam. Di etape ketiga ini saya hanya akan fokus pada diri saya," katanya.
Etape ketiga kali ini memang bakal melintasi rute paling berat, yakni mendaki jalur di lereng Gunung Ijen dari garis start di Muncar sepanjang 116,3 km. Tingkat ketinggian daratan yang mereka hadapi juga cukup ekstrim. Dari Muncar yang tinggi daratannya hanya 6 meter di atas permukaan laut (mdpl) mereka harus bersepeda hingga ketinggian 1.880 mdpl.
Tak cukup sampai di situ, mereka harus menghadapi dua tanjakan pembuka sebelum menghadapi jalur Ijen. Yakni tanjakan kategori empat di Jambesari dan tanjakan kategori tiga di Kalibendo.
"Tanjakan di sini benar-benar unbelievable! Sulit dipercaya. Kami tak mau memasang target terlalu tinggi. Yang penting selamat sampai di atas," kata Manajer St. George Continental Cycling Team Brett Dutton.
Di tanjakan kategori empat, para pembalap akan menghadapi tanjakan dengan gradient alias tingkat kemiringan tanjakan mencapai 6-4 persen sepanjang 2-4 kilometer. Sementara di tanjakan ketegori tiga yang lebih berat, gradient mencapai 4-8 persen dengan panjang jalur sekitar 2-6 kilometer. Setelah menghadapi menu pembuka, mereka baru menghadapi 'hidangan' utama, yakni tanjakan hors categorie (HC).
Tanjakan hors categorie dalam bahasa Inggris biasa diterjemahkan sebagai beyond category. Kurang lebih berarti tanjakan yang tak bisa lagi dimasukkan dalam kategori apapun karena saking beratnya. Tanjakan menuju Paltuding merentang sepanjang 16 kilometer dengan maksimal gradient mencapai 22-24 persen. Karena itu, hanya pembalap bertipe climber tulen yang bisa memenanginya.
Beberapa nama yang berpotensi menjadi penguasa Ijen adalah juara bertahan Jai Crawford, Thomas Lebas, Ricardo Garcia (ketiganya dari Kinan Cycling Team). Selain itu, ada juga Victor Nino dari Kolombia yang tergabung di Team Sapura. Nino hanya berselisih 1 menit 55 detik dari Rebellin. Membuatnya bisa dengan mudah mengkudeta Rebellin.
Namun, nama-nama besar tersebut tetap tak bisa menyepelekan Rebellin. Pembalap Italia 46 tahun itu adalah pemegang yellow jersey ITDBI 2017 selama dua etape. Dengan keunggulan 1 menit 39 detik di general classification, kekuasannya masih cukup kuat. Meski bukan climber tulen, Rebellin memiliki sejarah panjang di etape-etape tanjakan.
Pembalap spesialis ajang classics di Eropa itu pernah menjuarai La Flèche Wallonne pada tiga edisi yakni 2004, 2007, dan 2009. La Flèche Wallonne adalah ajang Ardennes Classic yang sangat cocok untuk climber murni. Jika Rebellin sampai tiga kali menaklukannya, mengapa kali ini di Ijen tidak?
"Saya tidak pernah mencoba tanjakan di Ijen yang katanya sangat curam. Satu-satunya referensi saya hanya saat di Tour de Lombok di mana di sana juga curam. Di etape ketiga ini saya hanya akan fokus pada diri saya," katanya.
(bbk)