Copa America 2019, Brasil Awali dengan Torehan Meyakinkan
A
A
A
SAO PAULO - Brasil sudah memulai Copa America 2019 di kandang sendiri dengan mengandaskan Bolivia tiga gol tanpa balas. Tapi, laga tersebut baru awal dari perjalanan panjang memburu gelar sampai 7 Juli mendatang. Di Copa America, menjadi tuan rumah tidak otomatis membuat mereka berpeluang besar menjadi juara.
Setidaknya, sejak resmi menggunakan nama Copa America pada 1975, dari 12 tuan rumah baru tiga tim yang sukses mengunci gelar juara. Dimulai Brasil pada 1989, Uruguay (1995), dan Kolombia (2001). Karena itu, kemenangan Brasil yang dicetak Philippe Coutinho pada menit ke-50 dari titik penalti dan 53 serta Everton Soares (85) bisa membuat mereka sedikit menarik napas lega.
Ini berbeda saat masih menggunakan nama South America Championships (1916–1967) dari 29 pergelaran, 16 di antaranya menjadi milik tuan rumah dengan Uruguay, Argentina, dan Brasil menjadi aktor utamanya. Brasil, misalnya. Dari tiga kali menjadi tuan rumah di era South America Championships, mereka sukses mengunci gelar.
Sementara Argentina, dari tujuh kesempatan menjadi tuan rumah, enam di antaranya membuahkan hasil. Mereka hanya sekali kehilangan muka di depan pendukung sendiri, yaitu pada edisi perdana South America Championships 1916. Uruguay tak mau ketinggalan dengan kemampuan mereka mengonversi keuntungan tuan rumah menjadi gelar. Dari enam kali kesempatan, semuanya berhasil dikonversi menjadi trofi.
Wajar jika Uruguay menjadi tim paling banyak yang memiliki trofi dalam sejarah. Peta juara mulai mencair di era Copa America. Meski Brasil, Uruguay, dan Argentina tetap wara-wiri dalam penyerahan trofi, kini mulai muncul kuda hitam. Seperti Cile yang dalam dua tahun terakhir mengamankan gelar atau Kolombia yang berhasil menjadi juara saat menjadi tuan rumah edisi 2001.
“Brasil adalah salah satu favorit. Tapi, kami bukan satu-satunya. Ada tim-tim hebat. Ada elemen kejutan dalam kompetisi ini. Kami sadar dengan tanggung jawab untuk meraih kemenangan. Tapi, kami harus bertanggung jawab dengan sukacita,” kata Pelatih Brasil Tite, dikutip business-standard.
Menjadi tuan rumah, Tite berusaha melakukan regenerasi dengan menggabungkan muka lama dan baru. Setidaknya ada 14 dari 23 pemain adalah anggota skuad Piala Dunia, minus Neymar. Pemain Paris Saint-Germain tersebut absen karena mengalami cedera engkel sebelum turnamen. Sebagai ganti, pelatih berusia 58 tahun itu menggunakan jasa penyerang Liverpool Firmino.
Sayang, kemenangan Brasil membuat mereka bisa mendapatkan apresiasi penuh dari suporter. Sepanjang laga, penonton beberapa kali menerikkan ‘boo’ kepada skuad Tite. “Kami merasakan dan memahami apa yang disuarakan penonton. Tapi, mereka juga bagus karena saat kami mendapatkan bola dan melakukan serangan, suporter memberikan dukungan,” tandas Tite.
Tantangan Brasil datang dari Argentina yang menghadapi Kolombia hari ini. Argentina masih berkutat pada persoalan apakah Lionel Messi bisa mengakhiri kutukan minus gelarnya bersama timnas di level senior. Messi yang musim ini mendapatkan sepatu emas Eropa mendapat sorotan lebih besar karena “rivalnya”, Cristiano Ronaldo, baru saja mendapatkan trofi UEFA Nations League.
Apalagi, Copa America tahun ini kemungkinan besar menjadi kesempatan terakhirnya memberikan gelar untuk Argentina. Rekan satu tim Messi, Sergio Aguero, sampai perlu mengatakan akan melakukan apa saja untuk penyerang Barcelona tersebut, karena semua tekanan yang diterima. “Saya lebih bersemangat meraih kemenangan untuk Messi dibandingkan buat diri saya sendiri. Karena, dia telah bermain begitu lama dan sangat menderita," kata Aguero, kepada Fox Sports.
Menurut Aguero, setiap berbicara, Messi selalu mengatakan, 'Berdoalah agar suatu hari itu terjadi bagi kami'. Bagi Aguero, Messi, Angel di Maria, Nicolas Otamendi tahun ini menjadi kesempatan terbaik untuk bisa memberikan gelar. “Itu yang dia inginkan dan itulah yang kami semua inginkan. Saya menempatkan diri pada posisi dan ingin melakukan yang terbaik," tandas penyerang Manchester City tersebut.
Uruguay memilih tetap percaya kepada Oscar Tabarez. Selama 13 tahun, Tabarez menukangi Luis Suarez dkk. Sejauh ini, Tabarez mulai terlihat melakukan regenerasi. Hanya ada tujuh pemain yang berusia di atas 30 tahun. Sebut saja Suarez, Edinson Cavani, Diego Godin, dan Martin Caceres. “Apa yang harus Anda lakukan dengan para pemain baru adalah selalu mendukung mereka untuk mencoba memahami, meski terkadang rumit," tutur Suarez.
Setidaknya, sejak resmi menggunakan nama Copa America pada 1975, dari 12 tuan rumah baru tiga tim yang sukses mengunci gelar juara. Dimulai Brasil pada 1989, Uruguay (1995), dan Kolombia (2001). Karena itu, kemenangan Brasil yang dicetak Philippe Coutinho pada menit ke-50 dari titik penalti dan 53 serta Everton Soares (85) bisa membuat mereka sedikit menarik napas lega.
Ini berbeda saat masih menggunakan nama South America Championships (1916–1967) dari 29 pergelaran, 16 di antaranya menjadi milik tuan rumah dengan Uruguay, Argentina, dan Brasil menjadi aktor utamanya. Brasil, misalnya. Dari tiga kali menjadi tuan rumah di era South America Championships, mereka sukses mengunci gelar.
Sementara Argentina, dari tujuh kesempatan menjadi tuan rumah, enam di antaranya membuahkan hasil. Mereka hanya sekali kehilangan muka di depan pendukung sendiri, yaitu pada edisi perdana South America Championships 1916. Uruguay tak mau ketinggalan dengan kemampuan mereka mengonversi keuntungan tuan rumah menjadi gelar. Dari enam kali kesempatan, semuanya berhasil dikonversi menjadi trofi.
Wajar jika Uruguay menjadi tim paling banyak yang memiliki trofi dalam sejarah. Peta juara mulai mencair di era Copa America. Meski Brasil, Uruguay, dan Argentina tetap wara-wiri dalam penyerahan trofi, kini mulai muncul kuda hitam. Seperti Cile yang dalam dua tahun terakhir mengamankan gelar atau Kolombia yang berhasil menjadi juara saat menjadi tuan rumah edisi 2001.
“Brasil adalah salah satu favorit. Tapi, kami bukan satu-satunya. Ada tim-tim hebat. Ada elemen kejutan dalam kompetisi ini. Kami sadar dengan tanggung jawab untuk meraih kemenangan. Tapi, kami harus bertanggung jawab dengan sukacita,” kata Pelatih Brasil Tite, dikutip business-standard.
Menjadi tuan rumah, Tite berusaha melakukan regenerasi dengan menggabungkan muka lama dan baru. Setidaknya ada 14 dari 23 pemain adalah anggota skuad Piala Dunia, minus Neymar. Pemain Paris Saint-Germain tersebut absen karena mengalami cedera engkel sebelum turnamen. Sebagai ganti, pelatih berusia 58 tahun itu menggunakan jasa penyerang Liverpool Firmino.
Sayang, kemenangan Brasil membuat mereka bisa mendapatkan apresiasi penuh dari suporter. Sepanjang laga, penonton beberapa kali menerikkan ‘boo’ kepada skuad Tite. “Kami merasakan dan memahami apa yang disuarakan penonton. Tapi, mereka juga bagus karena saat kami mendapatkan bola dan melakukan serangan, suporter memberikan dukungan,” tandas Tite.
Tantangan Brasil datang dari Argentina yang menghadapi Kolombia hari ini. Argentina masih berkutat pada persoalan apakah Lionel Messi bisa mengakhiri kutukan minus gelarnya bersama timnas di level senior. Messi yang musim ini mendapatkan sepatu emas Eropa mendapat sorotan lebih besar karena “rivalnya”, Cristiano Ronaldo, baru saja mendapatkan trofi UEFA Nations League.
Apalagi, Copa America tahun ini kemungkinan besar menjadi kesempatan terakhirnya memberikan gelar untuk Argentina. Rekan satu tim Messi, Sergio Aguero, sampai perlu mengatakan akan melakukan apa saja untuk penyerang Barcelona tersebut, karena semua tekanan yang diterima. “Saya lebih bersemangat meraih kemenangan untuk Messi dibandingkan buat diri saya sendiri. Karena, dia telah bermain begitu lama dan sangat menderita," kata Aguero, kepada Fox Sports.
Menurut Aguero, setiap berbicara, Messi selalu mengatakan, 'Berdoalah agar suatu hari itu terjadi bagi kami'. Bagi Aguero, Messi, Angel di Maria, Nicolas Otamendi tahun ini menjadi kesempatan terbaik untuk bisa memberikan gelar. “Itu yang dia inginkan dan itulah yang kami semua inginkan. Saya menempatkan diri pada posisi dan ingin melakukan yang terbaik," tandas penyerang Manchester City tersebut.
Uruguay memilih tetap percaya kepada Oscar Tabarez. Selama 13 tahun, Tabarez menukangi Luis Suarez dkk. Sejauh ini, Tabarez mulai terlihat melakukan regenerasi. Hanya ada tujuh pemain yang berusia di atas 30 tahun. Sebut saja Suarez, Edinson Cavani, Diego Godin, dan Martin Caceres. “Apa yang harus Anda lakukan dengan para pemain baru adalah selalu mendukung mereka untuk mencoba memahami, meski terkadang rumit," tutur Suarez.
(don)