Mananti Pembuktian Bangkitnya Persepakbolaan Negeri Kincir Angin

Minggu, 07 Juli 2019 - 07:10 WIB
Mananti Pembuktian Bangkitnya Persepakbolaan Negeri Kincir Angin
Mananti Pembuktian Bangkitnya Persepakbolaan Negeri Kincir Angin
A A A
DECINES-CHARPIEU - Bukan sekadar melanjutkan kejutan, Belanda menargetkan misi lebih besar di partai puncak Piala Dunia Wanita 2019. Laga melawan Amerika Serikat (AS), nanti malam, menjadi pembuktian bangkitnya persepakbolaan Negeri Kincir Angin. Perkembangan sepak bola wanita Belanda, khususnya di Piala Dunia Wanita, tergolong cepat.

Hanya dalam kurun lima tahun mereka bisa mencatat prestasi bagus. Jika pada 2015 terhenti di babak 16 besar, sekarang Sari van Veenendaal dkk bisa melesat hingga final. Selama berada di Prancis, Belanda melewati penyisihan Grup E secara meyakinkan. Oranje memuncaki Grup E hasil dari tiga kemenangan kontra Kanada, Kamerun, dan Selandia Baru.

Akselerasi mereka terus memakan korban. Belanda berturut-turut menyingkirkan Jepang (2-1), Italia (2-0), dan Swedia (1-0). Pencapaian itu dianggap luar biasa karena tidak semua tim bisa melakukannya, apalagi dengan pengalaman yang masih tergolong minim di kancah internasional. Reputasi Belanda kini terus melambung.

Apalagi, mereka tinggal sedikit lagi mengukir sejarah, yakni sebagai tim kedua dari Benua Biru yang bisa mengawinkan gelar Piala Eropa Wanita dengan Piala Dunia Wanita. Sebelumnya Belanda bisa meratui Eropa setelah mengalahkan Denmark 4-2 saat final 2017 di depan publik sendiri. Sejauh ini, baru Jerman yang bisa memenangkan dua turnamen bergengsi itu secara berturut-turut.

“Ini sangat luar biasa karena kami baru dua kali berpartisipasi di Piala Dunia Wanita. Sebelumnya kami tidak berani memimpikan apa pun. Sekarang, saya merasa anak-anak muda, terutama wanita, dapat memandang kami dan menyadari bahwa banyak hal dapat terjadi ketika Anda percaya diri,” ungkap bek Belanda Dominique Bloodworth, dilansir FIFA.

Berkilapnya prestasi Belanda sejauh ini tidak terlepas dari sentuhan Pelatih Sarina Wiegman-Glotzbach. Berkecimpung sebagai asisten pelatih sejak 2014–2017 membuatnya mengetahui kelebihan dan kekurangan tim. Semua itu membuat Asosiasi Sepak Bola Belanda (KNVB) mantap menunjuk Glotzbach sebagai pelatih utama pada 13 Januari 2017. Sebelumnya, dia sempat menjadi interim selepas dipecatnya Van der Laan pada 23 Desember 2016.

Kepercayaan besar KNVB dibayar Glotzbach dengan membawa Belanda menjuarai Piala Eropa Wanita 2017 di kandang sendiri seusai menggasak Denmark. Itu menjadi momen bersejarah lantaran merupakan gelar pertama di turnamen resmi. Kekuatan Belanda kini sejajar dengan raksasa Eropa macam Jerman, Swedia, Norwegia, dan Inggris. Khusus menghadapi AS, peran Glotzbach kembali dibutuhkan.

Soalnya, pelatih berusia 49 tahun tersebut pernah tergabung di North Carolina Tar Heels. Glotzbach berada satu tim bersama legendaris AS Mia Hamm dan Kristine Lilly. Kombinasi ketiganya sukses mengantarkan North Carolina Tar Heels menjuarai NCAA Division 1 pada 1989. Pengalamannya di masa lalu jelas menjadi modal penting guna melucuti kekuatan AS.

Tangan dingin Glotzbach membuat seluruh anggota skuad berada dalam kepercayaan diri tinggi. Itu diakui Bloodworth. Dia mengatakan perjalanan Belanda lima tahun terakhir begitu fantastis. Dia menilai timnya menunjukkan perkembangan pesat. Dengan kualitas yang ada saat ini, Bloodworth optimistis timnya mampu menunjukkan permainan terbaiknya melawan AS sekaligus meraih kemenangan. Menurutnya, status AS sebagai juara bertahan tidak membuat Belanda gentar.

“Beberapa tahun yang lalu, kami ingin memenangkan sesuatu. Pertama, kami memenangkan Piala Eropa 2017. Sekarang, kami di sini di final Piala Dunia. Itu sangat luar biasa. Kami tidak menginginkan apa pun, selain menjadi juara," tandas Bloodworth. Meski demikian, ambisi Belanda menjadi juara dunia untuk pertama kali tidak akan mudah.

Soalnya, AS bukanlah lawan sembarangan. USWNT berstatus sebagai pengoleksi gelar terbanyak Piala Dunia Wanita, yakni tiga kali pada 1991, 1999, 2015. Torehan 22 gol dari enam laga jelas menggambarkan betapa menakutkannya kekuatan AS. Trio Alex Morgan, Christen Press, dan Tobin Heath menjadi ancaman serius bagi lini pertahanan Belanda yang sejauh ini sudah kebobolan tiga kali.

Khusus Morgan, Pelatih AS Jill Ellis berharap penyerang andalannya itu tetap berkonsentrasi penuh. Maklum, Morgan menjadi pemberitaan atas selebrasi golnya saat menghadapi Inggris, Rabu (3/7). Kendati menuai kritik, Morgan bersikap santai. Morgan mengatakan selebrasi yang dilakukannya tidak berniat menyinggung atau merendahkan siapa pun, karena sebatas menirukan orang yang minum teh.

Dia justru menganggap ruang gerak pesepak bola wanita terbatas bila dibandingkan pria yang lebih bebas melakukan segala sesuatu. “Saya merasa ada semacam standar ganda bagi wanita dalam olahraga. Kita harus rendah hati dalam keberhasilan. Kita boleh melakukan sesuatu, tapi selalu harus dengan cara yang terbatas. Anda melihat orang-orang merayakan di seluruh dunia dalam turnamen besar,” kata Morgan.
(don)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7331 seconds (0.1#10.140)