Bekas Plt Ketum PSSI Joko Driyono Dihukum 1,5 Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis terhadap Plt. Ketua Umum PSSI Joko Driyono berupa hukuman 1,5 tahun penjara. Pria yang biasa disapa Jokdri dinyatakan bersalah atas kasus perusakan dan penghilangan barang bukti.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan alternatif kedua subsider," ujar Ketua majelis hakim Kartim Haeruddin saat membacakan vonis di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019).
Kartim mengatakan, Joko Driyono terbukti secara sah melanggar Pasal 235 jo Pasal 233 jo Pasal 55 ayat (1)ke-2 KUHP. “Majelis berpendapat bahwa terdakwa terbukti menggerakkan orang untuk merusak atau menghilangkan atau membuat tidak dapat dipakai barang bukti yang diambil dengan menggunakan anak kunci palsu,” tukasnya saat membacakan amar putusan.
Majelis hakim juga memilih menggunakan ayat (1) ke-2 KUHP dalam penyertaan junto Pasal 55 ayat (1). Bukan seperti tuntutan JPU yang menggunakan ayat (1) ke-1 KUHP.
"Majelis berpendapat bahwa terdakwa menggerakkan atau membujuk orang lain, sehingga dalam pasal penyertaan jo 55 ayat (1), majelis memilih menerapkan ayat (1) ke-2, bukan ke-1," urainya.
Dalam putusan nomor 463/Pdm/PN.Jaksel itu, majelis juga memerintahkan terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara, dengan memperhitungkan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa. Joko Driyono ditahan sejak 25 Maret 2019.
Menanggapi pertanyaan majelis tentang upaya hukum apa yang akan diambil atas putusan tersebut, baik penuntut umum maupun penasehat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir. Sementara itu, anggota PH terdakwa, Mustofa Abidin menyatakan putusan hakim tersebut dinilai telah melakukan perluasan makna atas pengertian menghilangkan, barang bukti dengan anak kunci palsu.
"Padahal pertimbangan kami yang mengacu kepada pikiran ahli hukum R. Susilo juga digunakan oleh majelis dalam pertimbangannya," ungkap Mustofa seraya menambahkan bahwa ada banyak alasan yang dapat digunakan untuk melakukan upaya hukum lanjutan. Namun pihaknya akan memutuskan nanti bersama terdakwa.
Dikatakan Mustofa, pihaknya yakin majelis hakim di tingkat banding akan melihat dari sudut pandang yang berbeda terkait penerapan pasal perusakan barang bukti tersebut. Mengingat dalam putusannya, majelis hakim PN Jaksel juga menyatakan bahwa perkara ini tidak terkait dengan tindak pidana pengaturan skor dalam perkara yang disidangkan di PN Banjarnegara.
“Apalagi dalam amarnya, semua barang bukti yang disita juga dikembalikan, tidak ada yang dipergunakan atau dihadapkan kepada pejabat berwenang dalam perkara lain,” pungkasnya.
Jadi, lanjut Mustofa, bagaimana mungkin terdakwa dinyatakan terbukti menghilangkan barang bukti pengaturan skor, sementara majelis hakim sendiri menyatakan terdakwa tidak terlibat perkara pengaturan skor. Jadi dimana kepentingan terdakwa sampai harus menghilangkan barang bukti.
"Ini yang menjadi perhatian serius kami. Dan itu sudah kami ulas tuntas di dalam pembelaan kami," tandas advokat dari kantor MAP Law Office Surabaya itu.
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan alternatif kedua subsider," ujar Ketua majelis hakim Kartim Haeruddin saat membacakan vonis di PN Jakarta Selatan, Selasa (23/7/2019).
Kartim mengatakan, Joko Driyono terbukti secara sah melanggar Pasal 235 jo Pasal 233 jo Pasal 55 ayat (1)ke-2 KUHP. “Majelis berpendapat bahwa terdakwa terbukti menggerakkan orang untuk merusak atau menghilangkan atau membuat tidak dapat dipakai barang bukti yang diambil dengan menggunakan anak kunci palsu,” tukasnya saat membacakan amar putusan.
Majelis hakim juga memilih menggunakan ayat (1) ke-2 KUHP dalam penyertaan junto Pasal 55 ayat (1). Bukan seperti tuntutan JPU yang menggunakan ayat (1) ke-1 KUHP.
"Majelis berpendapat bahwa terdakwa menggerakkan atau membujuk orang lain, sehingga dalam pasal penyertaan jo 55 ayat (1), majelis memilih menerapkan ayat (1) ke-2, bukan ke-1," urainya.
Dalam putusan nomor 463/Pdm/PN.Jaksel itu, majelis juga memerintahkan terdakwa tetap ditahan di rumah tahanan negara, dengan memperhitungkan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa. Joko Driyono ditahan sejak 25 Maret 2019.
Menanggapi pertanyaan majelis tentang upaya hukum apa yang akan diambil atas putusan tersebut, baik penuntut umum maupun penasehat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir. Sementara itu, anggota PH terdakwa, Mustofa Abidin menyatakan putusan hakim tersebut dinilai telah melakukan perluasan makna atas pengertian menghilangkan, barang bukti dengan anak kunci palsu.
"Padahal pertimbangan kami yang mengacu kepada pikiran ahli hukum R. Susilo juga digunakan oleh majelis dalam pertimbangannya," ungkap Mustofa seraya menambahkan bahwa ada banyak alasan yang dapat digunakan untuk melakukan upaya hukum lanjutan. Namun pihaknya akan memutuskan nanti bersama terdakwa.
Dikatakan Mustofa, pihaknya yakin majelis hakim di tingkat banding akan melihat dari sudut pandang yang berbeda terkait penerapan pasal perusakan barang bukti tersebut. Mengingat dalam putusannya, majelis hakim PN Jaksel juga menyatakan bahwa perkara ini tidak terkait dengan tindak pidana pengaturan skor dalam perkara yang disidangkan di PN Banjarnegara.
“Apalagi dalam amarnya, semua barang bukti yang disita juga dikembalikan, tidak ada yang dipergunakan atau dihadapkan kepada pejabat berwenang dalam perkara lain,” pungkasnya.
Jadi, lanjut Mustofa, bagaimana mungkin terdakwa dinyatakan terbukti menghilangkan barang bukti pengaturan skor, sementara majelis hakim sendiri menyatakan terdakwa tidak terlibat perkara pengaturan skor. Jadi dimana kepentingan terdakwa sampai harus menghilangkan barang bukti.
"Ini yang menjadi perhatian serius kami. Dan itu sudah kami ulas tuntas di dalam pembelaan kami," tandas advokat dari kantor MAP Law Office Surabaya itu.
(sha)