Masuk Grup A di Piala Eropa 2020, Swiss Meniti Jurang
A
A
A
BASEL - Roma, Baku. Geografis cukup menyulitkan. Kekuatan lawan juga bukan hal mudah. Begitulah situasi yang kini harus dihadapi Timnas Swiss setelah undian putaran final Piala Eropa 2020 di Bucharest, Rumania, diumumkan, Sabtu (30/11) malam.
Bayangkan, antara Baku, Ajerbajian dan Roma, Italia, terbentang jarak 3000 km. Itu artinya, setelah berlaga melawan Wales, di Baku, anak asuh Vladimir Petkovic ini harus terbang ke Italia, yang zona waktunya berbeda tiga jam. Habis dari Roma, mesti balik lagi ke Baku, untuk melawan Turki.
Kendati tidak masuk grup neraka sebagaimana yang dialami Jerman, Belgia dan Perancis, Die Nati tetap harus berjuang keras jika tidak ingin kandas di babak awal.
Turki, misalnya, bukan lawan mudah. Apalagi, Swiss memiliki pengalaman pahit melawan negara yang “gila“ sepak bola ini. Meskipun pernah lolos play-off saat melawan Turki pada 2005, prosesnya berdarah darah. Sempat terjadi kekerasan, yang berakibat kedua timnas mendapat sanksi denda uang, bahkan skorsing.
Tahun 2008, ketika Swiss menjadi tuan rumah Piala Eropa 2008, Timnas Swiss malah kalah sekaligus tersingkir oleh oleh Turki di Saint Jakobpark, Basel.
Turki, dalam babak penyisihan Piala Eropa 2020, sempat mengalahkan Perancis, di Istanbul, dan seri di Paris, sekaligus menjadi runner-up grup.
“Tidak ada tim manapun yang ingin bertemu kami di babak awal,“ tegas Roberto Mancini, pelatih Timnas Italia. Meski Italia sempat tidak masuk putaran final Piala Dunia 2018, Mancini berhasil membangun timnas yang cukup disegani.
Tidak ada lagi Andrea Pirlo atau Francesco Totti. Gianluigi Buffon pun juga memasuki masa senjanya. Namun, Italia berhasil membangun timnas yang sarat dengan darah muda. Sandro Tonali, yang dianggap pewaris kedigdayaan Andrea Pirlo, saat ini baru berusia 20 tahun.
Di babak penyisihan, Squadra Azzura dalam 10 kali pertandingan, selalu menang. Rekor yang hanya bisa disaingi Belgia. “Kami pernah juara dunia empat kali. Tentu kami akan bangkit lagi sebagaimana juara dunia empat kali,“ tegas Mancini.
Lawan terakhir adalah Wales. Di atas kertas, Swiss berpeluang memetik tiga poin. Namun, tetap saja kehadiran Gareth Bale tidak bisa diremehkan. Juga pelatih Wakes, Ryan Giggs. Wales runner-up di babak penyisihan, di belakang Kroasia.
Jika pun ada sisi positif bagi Swiss, adalah aturan baru UEFA. Dari 24 timnas yang akan berlaga, ada tiga terbaik dari urutan ketiga yang masih bisa lolos ke babak berikutnya. Selebihnya, itu tadi, jarak yang lumayan jauh, dan tiga lawan yang sulit untuk ditundukkan.
Bayangkan, antara Baku, Ajerbajian dan Roma, Italia, terbentang jarak 3000 km. Itu artinya, setelah berlaga melawan Wales, di Baku, anak asuh Vladimir Petkovic ini harus terbang ke Italia, yang zona waktunya berbeda tiga jam. Habis dari Roma, mesti balik lagi ke Baku, untuk melawan Turki.
Kendati tidak masuk grup neraka sebagaimana yang dialami Jerman, Belgia dan Perancis, Die Nati tetap harus berjuang keras jika tidak ingin kandas di babak awal.
Turki, misalnya, bukan lawan mudah. Apalagi, Swiss memiliki pengalaman pahit melawan negara yang “gila“ sepak bola ini. Meskipun pernah lolos play-off saat melawan Turki pada 2005, prosesnya berdarah darah. Sempat terjadi kekerasan, yang berakibat kedua timnas mendapat sanksi denda uang, bahkan skorsing.
Tahun 2008, ketika Swiss menjadi tuan rumah Piala Eropa 2008, Timnas Swiss malah kalah sekaligus tersingkir oleh oleh Turki di Saint Jakobpark, Basel.
Turki, dalam babak penyisihan Piala Eropa 2020, sempat mengalahkan Perancis, di Istanbul, dan seri di Paris, sekaligus menjadi runner-up grup.
“Tidak ada tim manapun yang ingin bertemu kami di babak awal,“ tegas Roberto Mancini, pelatih Timnas Italia. Meski Italia sempat tidak masuk putaran final Piala Dunia 2018, Mancini berhasil membangun timnas yang cukup disegani.
Tidak ada lagi Andrea Pirlo atau Francesco Totti. Gianluigi Buffon pun juga memasuki masa senjanya. Namun, Italia berhasil membangun timnas yang sarat dengan darah muda. Sandro Tonali, yang dianggap pewaris kedigdayaan Andrea Pirlo, saat ini baru berusia 20 tahun.
Di babak penyisihan, Squadra Azzura dalam 10 kali pertandingan, selalu menang. Rekor yang hanya bisa disaingi Belgia. “Kami pernah juara dunia empat kali. Tentu kami akan bangkit lagi sebagaimana juara dunia empat kali,“ tegas Mancini.
Lawan terakhir adalah Wales. Di atas kertas, Swiss berpeluang memetik tiga poin. Namun, tetap saja kehadiran Gareth Bale tidak bisa diremehkan. Juga pelatih Wakes, Ryan Giggs. Wales runner-up di babak penyisihan, di belakang Kroasia.
Jika pun ada sisi positif bagi Swiss, adalah aturan baru UEFA. Dari 24 timnas yang akan berlaga, ada tiga terbaik dari urutan ketiga yang masih bisa lolos ke babak berikutnya. Selebihnya, itu tadi, jarak yang lumayan jauh, dan tiga lawan yang sulit untuk ditundukkan.
(mir)